Pacitan, kota tempat kelahiran Pak SBY ini dikenal memiliki wisata alam pantai dan goa yang indah. Salah satu pantai yang kini tengah naik daun di Pacitan adalah Pantai Klayar. Pantai yang dikenal juga dengan julukan “Tanah Lotnya Jawa” ini memang sukses menarik minat dan rasa penasaran wisatawan untuk datang ke tempat ini, termasuk saya sendiri.
Akhir bulan lalu, saat libur lebaran, saya bersama mbak Lila memanfaatkan waktu untuk melihat keindahan pantai ini. Kami janjian di Terminal Tirtonadi Solo, sebelum akhirnya naik bus Solo-Pacitan. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 3 jam, dengan kondisi jalan aspal yang mulus. Jalannya bus tetap lancar meski kontur jalan berliku-liku, naik turun bukit. Kemacetan memang ditemui di beberapa ruas jalan di daerah Solo dan Wonogiri, tetapi tidak sampai berhenti total. Setelah sampai di daerah Punung, kamipun turun. Tidak jauh dari Pasar Punung, ada pertigaan bertuliskan petunjuk arah ke Goa Gong (+ 7 km) dan Pantai Klayar (+ 19 km). Karena baru pertama kali ke sini, awalnya kami bingung mencari ojek, karena di pangkalan tidak ada satupun motor yang mangkal. Akhirnya setelah tanya sana-sini, kami berhasil mendapatkan ojek ke pantai klayar. Tapi tarifnya lumayan mahal, karena mereka memanfaat situasi libur lebaran dan ternyata jalur ke pantai luar biasa macet serta jarak tempuh agak jauh.
Berkunjung ke pantai ini di saat liburan panjang bukan hal yang mudah, karena kita akan dihadapkan pada kemacetan jalan menuju lokasi yang luar biasa panjang, bahkan tidak gerak sedikitpun, layaknya arus mudik saja. Mungkin bisa mencapai 2-3 km. Untunglah kami berdua menggunakan jasa ojek, jadi bisa selap-selip di antara kendaraan lain ataupun melewati jalan tikus yang kondisi jalannya jelek. Menjelang jam 5 sore, kami baru berhasil memasuki gerbang pantai. Artinya perjalanan dari jalan raya sampai ke dekat pantai memakan waktu 2 jam lebih. Rupanya volume mobil/motor wisatawan yang datang tidak sebanding dengan jalan yang hanya satu-satunya dan sempit pula. Inilah yang menyebabkan kemacetan parah.
[caption id="attachment_340323" align="alignnone" width="582" caption="Ramainya pantai klayar di sore hari (Dok. Yani)"][/caption]
[caption id="attachment_340325" align="alignnone" width="534" caption="Kemacetan panjang menuju pantai (Dok. Yani)"]
Setelah memasuki wilayah pantai, kami langsung mencari penginapan. Seperti yang disarankan Om Nanang, waktu saya sempat menghubungi homestay Mbah Sandimeon tetapi handphonenya tidak bisa dihubungi. Karena tidak tahu lokasinya, akhirnya kami memutuskan untuk mencari penginapan yang tidak jauh dari gerbang masuk, dan harus jalan agak jauh menuju bibir pantai. Waktu itu sedapatnya saja dengan harga yang lumayan mahal dibanding hari biasa karena masih dalam suasana libur panjang. Kebetulan masih ada beberapa kamar yang masih kosong. Ya sudahlah, daripada gak kebagian.
Menjelang matahari terbenam, kami baru turun ke pantai. Dari kejauhan ikon patung sphinx pantai klayar sudah terlihat. Sore itu suasana pantai ramai sekali, mobil dan motor berjejer penuh di parkiran. Para pengunjung dari anak-anak sampai dewasa bermain-main di pinggir pantai. Hampir tidak ada spot yang bersih dari manusia. Cuaca waktu itu agak mendung berawan, jadi tidak bisa melihat sunset. Kami berdua hanya berjalan-jalan saja, belum bisa menikmati pemandangan dan masih mencari spot-spot yang bagus untuk dipotret. Kamipun juga belum tahu dimana letak seruling samudera yang jadi ciri khas pantai ini. Karena hari keburu gelap, kami segera kembali ke penginapan.
*****
[caption id="attachment_340326" align="alignnone" width="602" caption="Pagi di Klayar dilihat dari sisi barat(Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_340327" align="alignnone" width="602" caption="Deburan ombak pantai klayar (Dok. Yani)"]
Esok harinya selepas subuh, kami turun ke pantai. Dan mungkin karena masih pagi, suasana agak sepi. Banyak juga wisatawan yang tiba di pantai ini saat tengah malah ataupun menjelang pagi, mungkin karena terjebak macet atau mengindari kemacetan. Ceritanya waktu itu mau melihat sunrise. Sayangnya sunrisenya tertutup mendung dan munculnya dari balik bukit di sebelah timur. Kami naik ke sisi barat terlebih dahulu. Dari sini kami bisa melihat patung sphinx dari kejauhan. Yang luar biasa dari pantai ini adalah deburan ombaknya yang kencang, membentuk gelombang yang cantik dan eksotik tetapi sangat berbahaya untuk dipakai berenang di atasnya. Ombak yang menerjang karang/bebatuan di pinggir pantai menghasilkan aliran-aliran kecil yang indah di pinggir-pinggir tebing. Cocok sekali bagi pecinta fotografi yang ingin mengabadikan deburan ombak dengan teknik slow speed. Pemandangan cantik pantai ini memang baru terlihat di pagi itu, apalagi saat matahari terbit.