Mohon tunggu...
Aryandi Yogaswara
Aryandi Yogaswara Mohon Tunggu...

Penulis, Penyair, Penjual Buku dan Madu Liar Asli. Tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Socrates dan John Locke

29 Maret 2017   17:35 Diperbarui: 30 Maret 2017   02:00 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

CATATAN PENULISAN TENTANG KETUHANAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBAHAGIAAN DARI MASA KE MASA

SOCRATES (469-399 BC)

Socrates hidup di Athena Yunani sepanjang hidupnya, membujuk kawan-kawan dan warga setempat untuk berpikir keras mengenai kebenaran dan keadilan.

Melalui pengaruhnya pada Plato dan Aristotle, sebuah era baru tentang ilmu filsafat didirikan dan sebagai akibatnya, peradaban Barat terbentuk seperti saat ini. “Euthydemus”. Adalah konsep awal filsafat di Barat yang mendiskusikan konsep dari kebahagiaan, bukan dari sisi ketertarikan pada sejarah. Melainkan, Socrates mempresentasikan sebuah argumen tentang kebahagiaan yang sangat kuat seperti saat ini sebagaimana ia pertama kali mendiskusikan lebih dari 2400 tahun yang lalu.

Pada dasarnya, kepedulian Socrates adalah pada dua hal utama:

  1. Kebahagiaan adalah apa yang diinginkan setiap orang; karena itu kebahagiaan selalu menjadi tujuan utama dari aktifitas kita
  2. Kebahagiaan tidak tergantung kepada faktor eksternal, tapi lebih kepada bagaimana hal-hal digunakan.

Seseorang yang bijak akan menggunakan uangnya untuk hal-hal yang baik dan benar, dalam upaya untuk membuat kualitas hidupnya lebih baik; seseorang yang bodoh akan boros dalam menggunakan uang, berakhir lebih buruk dari kondisi sebelumnya.

Karena itu uang tidak bisa dikatakan pasti membuat bahagia, melainkan, bagaimana kita menggunakan uang. Uang adalah sesuatu yang baik, apabila digunakan dan berada pada orang yang bijak.

Argumen yang sama bisa digunakan untuk banyak hal lain seperti: segala jenis kepemilikan, penampilan, bakat, dan lain-lain. Seorang perempuan yang cantik, contohnya, bisa menjadi jahat dan manipulatif karena menyalahgunakan apa yang menjadi berkahnya itu.

Sama juga, seseorang yang secara intelijensia memiliki kecerdasan yang tinggi bisa menjadi kriminal yang jauh lebih berbahaya daripada seseorang yang kurang kecerdasannya.

Socrates kemudian mempresentasikan kesimpulan yang mencengangkan berikut ini:

“Jadi apa kesimpulan dari yang telah kita bahas? Bukankah seperti ini: bahwa hal apapun tidaklah baik atau buruk, kebijaksanaanlah yang membuatnya menjadi baik dan kebodohanlah yang membuatnya menjadi buruk?”

"Dia setuju."

“Kalau begitu mari kita lihat apa yang tersisa,” Aku katakan. “Karena setiap dari kita berkehendak untuk bahagia, dan karena kita memiliki bukti dan pengalaman pada apapun yang telah kita gunakan dalam hidup kita,—untuk kebaikan kita—atas apapun itu, dan karena pengetahuan akan kebaikanlah yang menghasilkan hal-hal menjadi baik dan memberikan kita keberuntungan, setiap orang harus, semasuk akal mungkin, menyiapkan dirinya dengan segala kemungkinan untuk: menjadi bijaksana sebisa mungkin. Betul?”

”Betul,” dia berkata.

(281e2-282a7)

JOHN LOCKE (1632-1704)

John Locke seorang filsuf besar dari Inggris, yang dalam tulisan politiknya membuka dan menciptakan jalan bagi revolusi Prancis dan Amerika.

Dialah yang mengukir frasa "pursuit of happiness (mengejar kebahagiaan),‟ dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding. Thomas Jefferson kemudian mengambil frasa “pursuit of happiness” dari Locke and kemudian menggunakan dalam pernyataannya yang sangat terkenal sebagai hak asasi umat manusia untuk “hidup, merdeka, dan mengejar kebahagiaan” dalam Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan bangsa Amerika).

Apa yang banyak orang tidak ketahui, adalah, konsep Locke tentang kebahagiaan sangat dipengaruhi oleh para filsuf Yunani, terutama Aristotle dan Epicurus. Jauh dari mengganti makna “kebahagiaan” dengan “kenikmatan,” “kepemilikan,” atau “kepuasan hasrat” pribadi, Locke membedakan antara “kebahagiaan khayalan” dan “kebahagiaan hakiki” yang bermakna sebagai kebahagiaan bersama.

Karenanya, dalam bagian dimana dia menyatakan frasa “mengejar kebahagiaan,” Locke menulis: “Kebutuhan untuk mengejar kebahagiaan [adalah] fondasi dari kemerdekaan. Oleh karenanya kesempurnaan tertinggi dari kecerdasan alamiahnya terletak pada kesungguhan dan konsistensi dari mengejar kebahagiaan yang solid dan hakiki; jadi kepedulian kepada diri kita sendiri, yang kita tidak keliru dalam berimajinasi tentang kebahagiaan yang hakiki, adalah fondasi kebutuhan dari kemerdekaan kita.

Semakin kuat kita terikat kepada usahausaha mengejar kebahagiaan bersama, yaitu kemerdekaan, yang adalah milik kita terbesar, yang karenanya, kesitu hasrat kita selalu mengikuti, maka semakin kita bebas dari segala 12 bentuk determinasi keharusan atas kehendak kita pada segala bentuk tindakan…” (1894, p. 348)

Pada bagian ini, Locke mengindikasikan bahwa mengejar kebahagiaan bersama adalah fondasi dari kemerdekaan karena sifatnya yang membebaskan diri dari keterikatan pada hasrat dalam bentuk apapun yang kita miliki secara pribadi, manusia mesti sampai pada suatu momen tertentu yaitu mencapai kesadaran akan kebahagiaan yang mengindikasikan dan berhubungan dengan kualitas kehidupan manusia secara bersama dan menyeluruh.

Bila kita kembali pada Locke, maka, kita akan melihat bahwa “pursuit of happiness (mengejar kebahagiaan)” yang disebarluaskan olehnya dan Jefferson bukanlah mengejar kenikmatan, kepemilikan, atau segala bentuk kepentingan pribadi (walaupun kebahagiaan meliputi semua hal tersebut).

Kebahagiaan mencakup kemerdekaan untuk membuat keputusan yang menghasilkan kualitas kehidupan terbaik bagi seorang manusia dan bagi manusia lainnya, yang termasuk didalamnya usaha intelektual dan moral. Kita akan mengingat baik-baik semua ini dalam pikiran ketika kita sebagai manusia mulai mendiskusikan dengan dunia apa sebetulnya konsep kebahagiaan hakiki dari bangsa besar “Amerika” dan seluruh bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia.

***

Tulisan di atas diambil dari Buku The Constant Happiness yang ditulis oleh Aryandi Yogaswara bersama Julianti, untuk membaca keseluruhan buku versi online bisa mengunjungi blog:

https://goo.gl/KI2OGA 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun