Maka, pendekatan paling sederhana dari usaha memahami Tuhan dalam syair yang disampaikan di atas adalah:
Pertama, bahwa Dia adalah Yang Maha Pencipta, mencipta dari ketiadaan atau tidak ada menjadi ada.
Kedua, bahwa Dia adalah Yang Maha Memelihara, dalam artian semua kehidupan manusia dan alam semesta bergantung kepadaNya secara mutlak dalam proses dan siklus yang terus menerus terpelihara.
Sebagaimana dijelaskan dalam konsep Hukum Kekekalan Energi dan Materi, apabila ada sesuatu hilang begitu saja dari alam semesta akan terjadi ketidakseimbangan yang berakibat kehancuran total semesta.
Istilahnya, hancurkan satu saja atom menjadi benar-benar 'tidak ada' maka hancurlah seluruh alam semesta yang terdiri dari galaxi yang tak terhitung.
Karena itu, selanjutnya makna dari Dia Yang Maha Menghancurkan adalah bukan tentang kehancuran total alam semesta semata.
Namun ini adalah tentang segala sesuatu yang terus berubah. Yang lama digantikan dengan sesuatu yang baru dan seterusnya ketika yang baru menjadi lama dan didaur ulang kembali menjadi sesuatu yang baru.
Sebagaimana air hancur berubah menjadi uap air, kemudian uap air hilang atau musnah kembali menjadi air. Gelapnya malam 'hancur' menjadi terangnya siang, yang hidup menjadi mati dan yang mati dijadikan hidup.
Seperti itulah pula tatanan peradaban atau kehidupan manusia silih berganti.
Peradaban gelap yang telah berlangsung selama ratusan tahun akan berganti menjadi peradaban terang.
Setelah ratusan tahun kuasa gelap berkuasa maka akan dihancurkan kuasa gelap setelah masa kiamatnya tiba, diganti dengan tatanan peradaban terang.