Mohon tunggu...
Aryandi Yogaswara
Aryandi Yogaswara Mohon Tunggu... -

Penulis, Penyair, Penjual Buku dan Madu Liar Asli. Tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenanglah Perang Padri

18 Maret 2017   23:56 Diperbarui: 19 Maret 2017   00:45 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Karenanya, menyikapi terjadinya perbedaan-perbedaan yang saat ini terjadi antar sesama umat muslim di Indonesia, tulisan ini bersifat ajakan, marilah kita kembali pada semangat Pancasila. Bahwa adanya perbedaan itu wajar dan baik adanya, sebagai Rahmat dari Yang Maha Kuasa.

Janganlah sampai perbedaan-perbedaan yang ada, baik dalam sesama agama dan kepercayaan, maupun antar atau lintas agama dan kepercayaan menjadi sebab perpecahan yang akan sangat disesali kemudian dan menjadi sebab pintu masuknya kekuatan asing dan kepentingannya, yang diuntungkan dengan tidak rukunnya kita, bangsa Indonesia.

Ingatlah awal dan sebab terjadinya Perang Padri, ketika sebagian Ulama yang baru pulang berhaji bersemangat untuk membawa masyarakat Adat menuju Islam yang berlandaskan syariat yang utuh.

Kemudian melalui berbagai perundingan yang tidak tercapai sepakat, terjadilah pertikaian yang menyebabkab peperangan antara kaum Padri dengan kaum Adat, yang kemudian meluas dan menjadi rumit dengan menjadi perang antar Suku.

Kemudian masuklah Belanda, terjadilah sesuatu yang sebelumnya tidak diduga kedua belah pihak, bahwa yang kemudian menjadi dominator ternyata jadi pihak Belanda. Sementara anak bangsa yang dulu hidup berdampinganlah yang paling rugi dan banyak menjadi korban peperangan.

Pada tahun 1833, setelah hampir 30 tahun bertikai, dibawah kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol, baik kaum Adat maupun kaum Padri, menyesali atas apa yang telah terjadi dan betapa perang telah memisahkan persaudaraan mereka dan yang menjadi sengsara ternyata adalah keluarga mereka sendiri. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk menyerang Belanda bersama sama.

Namun, terlambat sudah. Belanda sudah kehilangan banyak dan kalau sampai tidak memenangkan perang, akan rugi besar sekali. Meyakini harus memenangkan perang, Belanda berkomitmen melakukan totalitas.

Tahun 1837 didatangkan armada perang besar Belanda yang berkekuatan pasukan gabungan yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku bangsa Nusantara, seperti Jawa, Madura, Bugis dan Ambon.

Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, termasuk di dalamnya Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenap atau Madura).

Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda, pada tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, sejumlah orang Eropa dan Sepoys, serdadu dari Afrika yang berdinas dalam tentara Belanda, direkrut dari Ghana dan Mali, terdiri dari 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs, serta dipimpin oleh Kapitein Sinninghe.

Demi penguasaan kebun kebun kopi yang adalah komoditas berharga saat itu, hancurlah kekuatan perlawanan Padri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun