Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

The Alchemist: Pelajaran tentang Mimpi, Perjalanan, dan Makna Hidup

17 Januari 2025   15:22 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:28 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"...When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it." -Alchemist

3 bulan yang lalu; tepat pada masa prosesi pesta demokrasi 2024 hampir sampai pada titik klimaksnya yang ditandai dengan pelantikan Presiden Indonesia yang baru, muncul secara tiba disalah satu beranda sosial media saya sebuah video pendek yang memperlihatkan sebuah cuplikan talkshow yang sangat menarik antara Najwa Shihab dan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Saya menebak mungkin itu adalah video lama yang ditayangkan di salah satu telivissi swasta ketika itu. Dalam salah satu segmen, Najwa bertanya kepada beliau perihal, "Apa buku yang paling berkesan bagi perjalanan karir Anda -kira pertanyaannya demikian- dan bisa Anda rekomendasikan kepada generasi muda?" Tanpa ragu, pak Prabowo menjawab, "The Alchemist karya Paulo Coelho."

Sebagai seseorang yang selalu tertarik pada rekomendasi bacaan dari tokoh-tokoh besar, saya langsung penasaran. Prabowo adalah salah satu sosok tokoh bangsa yang saya kagumi, saya mengikuti biografi beliau mualia dari masa kecilnya hingga perjuangan beliau hingga sampai meenjadi Presiden hari ini--setidaknya  dari 1 dasawarsa belakangan semenjak saya ikut dan punya hak memilih pada pemilihan umum, meski pada Pilpres yang terakhir saya bukan bagian dari elektoral beliau karena sebuah alasan personal yang rasional. Seperti kata pujangga bahwa "mengagumi tidak harus selalu bersama" toh, apapun itu yang jelas beliau sekarang adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia hari ini.

Pertanyaan awal yang muncul dikepala saya adalah: "Apa sih istimewanya buku tersebut? Apa yang membuat seorang pemimpin seperti Prabowo begitu terkesan dengan novel itu? Mengapa ia merasa buku itu relevan untuk generasi muda saat ini? Dengan semangat, saya memutuskan untuk membaca The Alchemist, saya mendapatkan e-book nya di internet pada saat itu, jumlah halaman e-book tersebut sebanyak 220 halaman, butuh 2 bulan bagi saya melahap habis isi buku ini, memang terkesan cukup lama dengan jumlah halaman sekian, tapi saya adalah tipikal pembaca yang tidak bisa fokus pada satu buku, dan mudah terdistraksi pada hal lainnya apalagi ada buku lain yang judul nya cukup menarik. Sejujurnya saya bukan pecinta novel, dan itu menjadikan saya seperti tidak serius dalam menyelesaikan novel ini, tapi saya meyakini bahwa pasti ada nilai tersendiri yang terdapat di buku ini. Karenanya saya menahan hasrat untuk menuliskan intisari buku ini sampai buku Al Chemist ini memang benar-benar selesai dibaca secara keseluruhan. Dan ternyata, novel ini lebih dari sekadar cerita --- ini adalah refleksi mendalam tentang kehidupan, takdir, dan keberanian untuk mengejar impian.

Saat membaca The Alchemist karya Paulo Coelho pertama kali, saya benar-benar memahami mengapa Pak Prabowo merekomendasikan buku ini. Kesan pertama, saya merasa seperti dipaksa mengikuti perjalanan spiritual yang penuh dengan simbolisme, yang entah kenapa rasanya seperti ada pelajaran motivasi yang terus berulang disatiap alur ceritanya, meski di awal -bagi yang bukan pecinta novel seperti saya- agak sedikit membosankan, kita di tuntut untuk sabar dan menikmati proses membacanya. Novel ini berkisah tentang Santiago, seorang pemuda penggembala dari Spanyol yang meninggalkan kenyamanan hidupnya demi mengejar mimpinya: menemukan harta karun yang katanya berada dekat Piramida Mesir. Dalam perjalanan Santiago, saya menyadari bahwa sering kali kita tahu apa yang kita inginkan, tetapi ketakutan, rasa puas pada zona nyaman, atau pendapat orang lain menghentikan langkah kita. Di tengah-tengah cerita, Santiago bertemu dengan banyak sosok---raja, pencuri, pedagang kristal, dan alkemis---yang masing-masing memberikan pelajaran berharga. Ini mengingatkan saya bahwa dalam kehidupan nyata, setiap pertemuan, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, memiliki hikmah tersendiri jika kita mau membuka mata hati.

Hal yang paling membuat saya terkesan adalah bagaimana Coelho dengan serius menggarisbawahi konsep "Personal Legend" --- istilah yang digunakan untuk menggambarkan tujuan hidup atau panggilan jiwa seseorang.

Santiago diajarkan bahwa untuk mencapai impiannya, ia harus mendengarkan suara hati yang entah berasal dari mana, menghadapi tantangan dengan penuh keberanian yang kadang terlihat lebih mirip keputusasaan, dan percaya bahwa semesta akan berkonspirasi membantunya --- atau setidaknya, kita bisa berharap demikian.

Kisah Santiago ini, terasa sangat dekat dengan pergulatan batin yang dialami banyak orang muda. Santiago tidak hanya mengejar harta fisik; ia sedang mencari makna hidup, sesuatu yang mungkin sering terlupakan di tengah hiruk-pikuk dunia modern. 

Bagi generasi sekarang -termasuk saya-, buku ini menjadi semacam pengingat untuk berhenti sejenak dan merenungkan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Banyak dari kita yang terlalu sibuk mengejar validasi sosial, kesuksesan instan, atau standar yang ditetapkan oleh orang lain, hingga lupa mendengarkan panggilan hati. Santiago mengajarkan bahwa setiap orang memiliki "Personal Legend" atau tujuan hidup, dan hanya dengan mengejarnya kita dapat menemukan kebahagiaan sejati. 

Salah satu adegan yang 'mendalam' dalam novel ini adalah ketika Santiago belajar dari sang Alkemis bahwa "emas sejati" bukanlah harta karun fisik, melainkan kebijaksanaan dan pemahaman yang diperoleh dari perjalanan panjang. Dalam dunia modern yang serba materialistis ini, banyak yang tampaknya lupa akan pesan ini. Alih-alih mengejar kebijaksanaan, kita lebih tertarik mengejar gelar, jabatan, atau status sosial yang tidak lebih dari sekadar label yang dipasarkan dengan harga tinggi. Kadang-kadang, kita malah melupakan untuk mendengarkan suara hati yang mungkin tidak pernah berteriak sekeras algoritma media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun