Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Debat Pilkada Bukittinggi: Antara Janji Kosmetik dan Harapan Rakyat

14 November 2024   14:25 Diperbarui: 14 November 2024   16:32 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemuda Bukittinggi/Dokpri

Siapa Peduli Rakyat Kecil? Mungkin pertanyaan ini cocok untuk dikemukakan awal dalam memulai opini ini. Untuk diketahui bahwa KPU Kota Bukittinggi pada Sabtu, 9 November 2024 kemarin telah melaksanakan Debat Pertama Calon Pemimpin Kota Bukittinggi pada Pilkada 2024. 

Sebagai rakyat yang duduk menyimak dari layar televisi, ataupun layar media lainya, tentu kita bisa tertawa pahit. Bayangkan, di satu sisi ada calon pemimpin yang sibuk "merapikan" kota seperti hendak menata taman di halaman rumah mewah. 

Namun, apakah ini yang dibutuhkan rakyat yang sedang dirundung kekhawatiran tentang esok hari? Apakah menata ulang kota lebih penting daripada menata ulang hidup para pedagang kecil yang berjuang di jalanan Bukittinggi? 

Mari kita bicarakan sebelum genderang debat ke-2 di tabuh pada Sabtu, 16 November 2024. Meski ada beberapa tema yang dibahas dalam debat pertama, secara pribadi dalam tulisan ini saya lebih tertarik mengomentari tentang subtema ekonomi pada Pengentasan Kemiskinan.

Dalam satu tahun terakhir, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Bukittinggi sedikit lebih rendah daripada rata-rata nasional. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2024 adalah 4,82%, dan berdasarkan publikasi terbaru dari BPS Bukittinggi, TPT kota ini cenderung stabil di angka yang mendekati nasional atau bahkan sedikit lebih rendah.

Namun, di sisi lain, pendapatan buruh rata-rata di wilayah Bukittinggi masih lebih rendah daripada beberapa kota besar lainnya, dengan rata-rata upah per bulan di Sumatera Barat berada sekitar Rp3 juta. Hal ini mencerminkan tantangan yang dihadapi kota Bukittinggi, di mana peluang kerja yang stabil dan peningkatan ekonomi rakyat masih sangat diperlukan untuk mencapai kesejahteraan yang lebih merata di kalangan masyarakat.

Data ini menambah bobot bagi calon pemimpin yang menjanjikan solusi konkret, terutama yang fokus pada penciptaan lapangan kerja baru serta kebijakan ekonomi yang pro-rakyat.

Di panggung debat Pilkada Kota Bukittinggi, sepertinya hanya satu calon yang benar-benar bicara soal "ekonomi rakyat"—sesuatu yang, mungkin, dianggap kurang penting oleh calon-calon lain. Paslon nomor 3, Erman-Heldo, tampil sebagai satu-satunya pasangan yang secara lugas berjanji untuk membawa angin segar bagi mereka yang tiap hari berjuang di lapisan terbawah: pekerja kecil, pedagang, dan buruh. Mereka dengan lantang menyuarakan prioritas pada pengurangan angka pengangguran, penyediaan lapangan kerja, serta beban ekonomi yang lebih ringan untuk rakyat. Erman juga menjanjikan air bersih 100%, subsidi komite pendidikan, dan layanan kesehatan universal untuk warga.

Sementara itu, Paslon 4, Ramlan-Ibnu, seolah sibuk membayangkan Bukittinggi sebagai kota yang "tertata ulang"—entah maksudnya menata ulang apa. Mungkin taman-taman baru? Atau sekadar mempercantik trotoar untuk Instagram? Dengan gagah berani, mereka bicara soal pembangunan yang tak menyentuh isi dompet masyarakat biasa. sesungguhnya rakyat tidak butuh slogan "penataan ulang" atau "penyelamatan" yang sekadar kosmetik. Mereka butuh lapangan pekerjaan yang nyata, butuh jaminan kesehatan, butuh air bersih, dan keringanan beban biaya sekolah anak-anak mereka.

Tak kalah menarik, Paslon 1, Marfendi-Fauzan, dengan yakin berbicara tentang "menyelamatkan Bukittinggi." Dari Apa, dan Siapa? Bukankah kota ini baik-baik saja, sementara yang benar-benar butuh "diselamatkan" adalah rakyatnya? Belum jelas hanya Bapak-bapak ini dan Tuhan yang tahu. Namun, sekadar menyelamatkan kota tanpa fokus pada kesejahteraan rakyat kecil—ya, ini tentu patut dipertanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun