Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Dakwah, Politik, dan Otoritas: Membedah Polemik MUI Payakumbuh dan UAS

24 Oktober 2024   14:09 Diperbarui: 24 Oktober 2024   14:24 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia politik modern, peran agama sangat penting dalam menjaga stabilitas dan moralitas masyarakat. Namun, ketika lembaga agama seperti MUI mulai terseret dalam pusaran politik praktis, mereka kehilangan posisi strategis sebagai penjaga moral kolektif. Seperti kata Durkheim, agama berfungsi sebagai perekat sosial (social glue), tetapi jika digunakan untuk memperkuat perbedaan politik, ia malah memicu fragmentasi dan konflik.  

MUI Payakumbuh harus segera kembali kepada fungsinya sebagai penyejuk dan perekat umat. Mereka bisa berperan aktif dalam memberikan panduan moral tanpa harus menghakimi siapa yang boleh atau tidak boleh tampil di ruang publik. Sebuah ruang dialog terbuka, di mana ulama dari berbagai latar belakang dapat menyampaikan pandangan tanpa dihambat oleh sekat politik atau geografis, adalah solusi ideal yang dapat mengurangi ketegangan.

MUI di Persimpangan Jalan

Pada akhirnya, MUI Payakumbuh harus introspeksi. Apakah mereka ingin jadi lembaga pemersatu umat atau justru terjebak dalam permainan politik? Mendikotomikan ulama lokal dan luar hanya memperkuat sekat-sekat identitas yang seharusnya tak ada. Umat tak butuh ulama yang disaring berdasarkan wilayah, melainkan ulama yang memberi pencerahan, terlepas dari latar belakangnya.  

Jika MUI ingin menjaga kredibilitas, mereka harus berhenti cawe-cawe dalam urusan politik praktis. Negara sudah punya Bawaslu dan KPU untuk mengawasi Pilkada. Tugas MUI adalah mempersatukan umat, bukan menjadi wasit politik. Kalau tidak, jangan salahkan umat kalau mereka mulai bingung: Ini lembaga agama atau pengawas pemilu?

Membangun Ruang Publik yang Sehat dan Inklusif

Masalah UAS dan MUI Payakumbuh seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua tentang betapa pentingnya menjaga integritas lembaga agama. Politisasi agama, dikotomi ulama, dan pelarangan hak politik seseorang hanya akan merusak tatanan sosial dan menambah ketegangan. Demokrasi seharusnya memberi ruang bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi, termasuk ulama, tanpa ada rasa takut dikucilkan atau dibatasi.  

Sudah waktunya bagi MUI untuk meletakkan kembali kompas moral mereka pada poros yang benar. Biarkanlah setiap pihak menjalankan peran mereka dengan proporsional: ulama menyampaikan dakwah, pilkada diawasi oleh Bawaslu, dan masyarakat bebas menentukan pilihan. Dengan begitu, kita bisa menjaga kohesi sosial dan menciptakan ruang publik yang sehat dan inklusif bagi semua, tanpa harus terjebak dalam permainan politik jangka pendek.

Billahitaufiqwalhidayah...

Penulis.

ARYANDA PUTRA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun