Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Politik

THE NEW OTTOMAN SULTAN

31 Mei 2023   23:10 Diperbarui: 1 Juni 2023   00:27 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Allahu Akbar...Allahu Akbar...Allahu Akbar”

Pekikan Takbir berkumandang riuh di Hagia Sophia Mosque pada saat Seseorang memasuki ruangan yang pernah menjadi tempat suci bagi Kekristenan Katholik pada era Bizantium beberapa abad lalu. Lantunan indah ayat suci Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 1-5 bersenandung damai diiringi sahutan “Allah..Allah” oleh Jamaah yg mendengarkan. Suara tartil itu terdengar serak namun tegas yang keluar melalui bibir seorang lelaki yg hampir berumur 70 tahun. Dia lah sang pemenang, seorang yang  dijuluki sebagai "the New Ottoman Sultan" atau raja baru Turki Ustmani, pria itu bernama Recep Tayyip Erdogan.

Senin 29 Mei 2023, sekitar jam 10 malam ketika hendak mematikan HP pada waktu menjelang tidur, seketika saya terhenti pada sebuah postingan yang cukup menggugah ketertarikan saya untuk melihatnya disebuah aplikasi media sosial mainstream, saya menyaksikan sebuah konten yang menampilkan euforia kemenangan dan antusiasme penuh kebahagiaan. Layaknya sebuah pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah. Pemenang bersuka cita sedang kan yang kalah bersuka duka. Euforia itu adalah tentang sebuah kemenangan dari Erdogan dalam Pemilihan putaran kedua Presiden Turki 2023 ini. Erdogan nyaris menang di putaran pertama pemilihan presiden Turki pada 14 Mei lalu dengan meraih 49,52 persen suara, membuka jalan bagi putaran kedua. Euforia kemenangan ini cukup berkesan, meski saya tidak sempat hadir, hihihi...tapi perasaan itu sampai dan dapat saya rasakan.

Recep Tayyip Erdogan adalah seorang politikus Turki yang memainkan peran kunci dalam politik Turki selama beberapa dekade terakhir. Ia menjadi Perdana Menteri Turki pada tahun 2003 dan kemudian menjadi Presiden pada tahun 2014 setelah adopsi sistem presidensial Turki yang baru. Recep Tayyip Erdogan telah mencatat sejarah di Turki dengan menjadi presiden yang berhasil memenangkan tiga periode berturut-turut. Kemenangan ini mencerminkan dukungan yang kuat dari sebagian besar rakyat Turki, serta menunjukkan pengaruh yang signifikan yang dimiliki Erdogan dalam politik negara tersebut.

Kemenangan Erdogan dalam tiga periode berturut-turut mencerminkan popularitas dan dukungan yang besar di kalangan rakyat Turki. Pada pemilihan presiden pertamanya pada tahun 2014, ia memperoleh suara mayoritas dengan janji-janji untuk memperkuat ekonomi, meningkatkan infrastruktur, dan mempromosikan stabilitas politik. Pada pemilihan berikutnya pada tahun 2018, ia mengamankan masa jabatan kedua sebagai Presiden, menunjukkan kekuatan dan dominasinya di panggung politik Turki.

Pada tahun 2023, Erdogan berhasil meraih kemenangan dalam pemilihan presiden ketiga, yang menandai keberhasilannya sebagai pemimpin yang memimpin negara selama lebih dari satu dekade. Kemenangan ini menunjukkan keberlanjutan popularitas Erdogan dan juga mendapat dukungan dari basis pemilih yang luas di Turki.

Bagi saya selaku pengamat geopolitik awam dan ecek-ecekan hehehe... (anggap saja begitu) yang cukup asik mengamati dan mengikuti “game’s of throne” nya elit Internasional, terkhusus Turki yang cukup menjadi perhatian bagi saya karna ada kesan tersendiri untuk negara yang satu ini selama beberapa tahun belakangan, boleh dong ikut memberikan pandangan. Setuju atau tidak saya kembalikan ke pembaca yang bijaksana.

Menurut hemat saya, setidaknya secara umum ada 2 fakta menarik bagi saya yang menjadi perhatian khusus berkaitan dengan kemenangan Mak Er’ (panggilan akrab saya dengan Mr. Erdoĝan) ini;

Pertama, Tanggal kemenangan Erdogan menjadi presiden untuk tiga periode di Turki adalah 29 mei 2023. Erdogan memenangkan pemilihan presiden di Turki dan secara resmi menjadi presiden untuk ketiga kalinya. Ini merupakan momen penting dalam sejarah politik Turki karena Erdogan menjadi presiden pertama yang memegang jabatan tersebut untuk tiga periode berturut-turut.

Sementara itu, perlu diingat kembali tanggal pembebasan Konstantinopel adalah 29 Mei 1453. Pada tanggal tersebut, pasukan Utsmaniyah yang dipimpin oleh Sultan Mehmed II berhasil merebut Konstantinopel dari Kekaisaran Bizantium yang dipimpin oleh Kaisar Constantine XI (Duuuh...seketika teringat film ‘Fetih 1453’). Pembebasan Konstantinopel menjadi peristiwa yang sangat penting dalam sejarah, karena menandai berakhirnya Kekaisaran Bizantium dan pendirian Kesultanan Utsmaniyah yang berkuasa di wilayah tersebut.

Kedua peristiwa ini terjadi pada tanggal yang sama dalam sejarah, apakah ini sebuah kebetulan? Atau sebuah Konspirasi politik yang sengaja dirancang?  Terlepas dari itu semua, bagi pendukung dan loyalis Mak ‘Er’ di Turki ataupun di seluruh dunia momentum ini memiliki kesan yang menarik, ada semacam simbolisme yang diangkat oleh Erdogan atau pengikutnya yang menghubungkan prestasinya sebagai presiden dengan kejayaan masa lalu seperti pembebasan Konstantinopel oleh Muhammad Al fatih. Namun, hal tersebut akan tergantung pada penafsiran dan interpretasi individu terhadap peristiwa sejarah dan politik.

Kedua, Salah satu aspek yang penting dari kepemimpinan Erdogan adalah pengembangan dan penggunaan ideologi penyatuan Islam dan nasionalisme. Dalam visi politiknya, Erdogan mengusung ideologi yang ia sebut sebagai “Islam Nasionalis.” Konsep ini mencakup penggabungan nilai-nilai Islam dengan semangat nasionalisme Turki. Erdogan mengusung konsep ini dengan maksud untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan gagasan nasionalisme Turki. Erdogan berpendapat bahwa Turki harus memperkuat identitas Islamnya tanpa mengorbankan karakteristik nasionalnya. Ia memandang bahwa kekuatan Islam dan kebangsaan Turki dapat saling melengkapi, dan kesatuan ini dapat memberikan fondasi yang kuat bagi kemajuan negara. Ideologi ini mengandung elemen-elemen seperti mempertahankan identitas Islam yang kuat, mempromosikan keadilan sosial, serta menekankan pentingnya kesatuan dan kekuatan Turki dalam dunia modern.

Ideologi penyatuan Islam Erdogan mencerminkan keyakinannya bahwa Turki harus kembali ke akar budaya dan agama Islam yang kaya. Dalam pandangan Erdogan, nilai-nilai Islam dan identitas Muslim yang kuat harus menjadi pendorong utama dalam kehidupan publik dan kebijakan pemerintah. Ini tercermin dalam kebijakan domestiknya yang mengutamakan pendidikan agama, restorasi dan pembangunan kembali situs-situs bersejarah Islam, dan pembebasan ekspresi agama di ruang publik.

Selain itu, Erdogan juga menjalankan retorika nasionalis yang kuat. Dia menekankan pentingnya kebanggaan nasional dan pemulihan kejayaan Turki sebagai kekuatan regional yang berpengaruh. Erdogan sering kali menyoroti warisan sejarah Turki yang kaya, menggambarkan Turki sebagai negara yang memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban dan memberikan keberanian kepada masyarakat Turki untuk mengejar aspirasi nasional mereka.

Dalam konteks penyatuan Islam dan nasionalisme, Erdogan telah memperkuat identitas Turki sebagai negara Muslim yang bangga dengan sejarah dan budaya Islamnya. Pemerintahannya juga telah mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan pendidikan agama dan melestarikan warisan budaya Islam di Turki. Di sisi lain, ia juga menekankan pentingnya menciptakan negara yang kuat dan independen secara ekonomi dan politik untuk menghadapi tantangan dunia modern.

Dalam implementasinya, Erdogan telah mempromosikan kebijakan yang mendukung pemeliharaan kebebasan beragama dan kehidupan Islami yang lebih terbuka di Turki, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai nasional dan tradisi Turki. Dia telah memperkuat lembaga-lembaga keagamaan, mendukung pembangunan masjid-masjid yang mencerminkan identitas Islam Turki, dan memperjuangkan hak-hak minoritas Muslim di Turki.

Selain itu, Erdogan juga menekankan pentingnya kedaulatan dan kemandirian Turki dalam kebijakan luar negeri. Ia berusaha menjaga keberlanjutan hubungan dengan negara-negara Islam di wilayah sekitar, sambil juga memainkan peran yang aktif di panggung internasional. Erdogan telah menunjukkan ketegasannya dalam menghadapi tantangan terkait kepentingan nasional Turki, termasuk isu-isu seperti perbatasan, keamanan, dan perlindungan hak-hak rakyat Turki di luar negeri.

Namun, pendekatan Erdogan terhadap penyatuan Islam dan nasionalisme tidak tanpa kontroversi. Beberapa pihak melihat ideologi ini sebagai langkah maju dalam menggabungkan nilai-nilai agama dan nasional, sementara yang lain mengkhawatirkan implikasi terhadap sekulerisme dan hak-hak minoritas di Turki. Beberapa kritikus mengklaim bahwa pendekatan ini dapat mengancam prinsip-prinsip sekularisme yang telah lama dijunjung tinggi di Turki. Mereka juga berpendapat bahwa gabungan ideologi Islam dan nasionalisme Erdogan dapat mengabaikan pluralitas dan keragaman masyarakat Turki yang lebih luas. Mereka khawatir bahwa penggabungan agama dan politik dapat mengurangi kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi bagi masyarakat yang berbeda keyakinan di Turki.

Namun analisa saya, bahwa disinilah Paradoksnya. Ada semacam “Kejenuhan politik” terhadap ideologi Status Quo yang selama ini terus digaungkan sebagai Ideologi negara Turki yaitu “Sekulerisme”. Kejenuhan politik ini dapat terjadi karena berbagai alasan, salah satunya ketidakmampuan sistem politik lama Turki untuk memberikan perubahan yang diinginkan. Fakta Ini dapat dilihat dari Kemenangan Erdogan sebagai presiden dalam tiga periode berturut-turut menunjukkan tingginya popularitas dan dukungan yang ia terima dari sebagian besar masyarakat Turki, padahal jelas ideologi yang secara terang-terangan di kampanyekan oleh Erdoĝan adalah Ideologi kesatuan Agama dan Negara sangat bertentangan dengan prinsip Sekuleris yang dengan mantap menyatakan tentang pemisahan Agama dan Negara.

Pada akhirnya, Kemenangan Erdogan sebagai presiden dalam tiga periode di Turki menegaskan dominasinya di panggung politik negara tersebut. Baik melalui kebijakan ekonomi yang berhasil maupun ideologi penyatuan Islam dan nasionalisme, Erdogan telah memperoleh dukungan yang kuat dari sebagian besar rakyat Turki. Ideologi penyatuan Islam dan nasionalisme yang dikembangkan oleh Erdogan mencerminkan pandangan politik dan nilai-nilai yang ia anut. Seiring dengan kemenangannya, Erdogan juga menghadapi tantangan dan tuntutan dari berbagai kelompok masyarakat dan komunitas internasional yang mengharapkan adanya perubahan dan reformasi di Turki. Pandangan terhadap Erdogan dan kebijakannya sangatlah beragam, dan penilaian atas kepemimpinannya terus menjadi bahan perdebatan dalam masyarakat Turki maupun di dunia internasional. 

Akhir kata "Tebrik ederim" Mak Er'.

Billahitaufiqwalhidayah.

31 Mei 2023

Aryanda Putra (Ketua Umum HMI Bukittinggi 2021/2022)

____________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun