Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Kalangan Bawah

17 Oktober 2022   11:00 Diperbarui: 17 Oktober 2022   11:43 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

-manus Dei (tangan Tuhan)-
__

Terpampanglah di layar TV, headlines media online, dan coveran koran tentang berbagai berita kekerasan, kebengisan, serta kesewenag-wenangan otoritas negara sampai pada kasus pembunuhan. Seolah tidak ada tempat berlindung yang aman lagi di negara ini. Pejabat negara ini yg diamanahi sebagian besar kekuasaan rakyat dengan secara sadar dan -tidak- bertanggung jawab mengkhianati amanah tersebut. dewan perwakilan RAKYAT yg ditugasi menjadi wakil² para raja demokrasi(rakyat), dengan pongah menjadi raja² baru. Para Hakim Agung yg menjadi wakil Tuhan di dunia, mulai menjadi tuhan bagi diri mereka sendiri, kebenaran bagi mereka adalah kepentingan pribadi. Sekarang keadilan hanya persoalan kertas. Polisi yg kita harapkan menjadi pelindung rakyat dari kejahatan, dengan kentara menjelma menjadi 'penjahat kejahatan' yg seharusnya mereka perangi untuk melindungi rakyat. Inilah negara, mereka semua adalah negara itu.
Benar apa yg dikatakan oleh Thomas Hobbes bahwa; negara adalah sosok yg menakutkan. Ia ibarat 'Leviathan' (monster mitologis yunani) yg digambarkan sebagai sosok iblis yang memiliki mulut yang sangat besar serta mengerikan yang berada dan mendiami laut lepas dan akan memangsa apapun yang ada dihadapannya.

Mengapa nilai-nilai jahiliyah, moralitas barbar dan etos 'pelbegu' (pagan ethos) bangkit kembali? Mengapa orang tidak merasa lagi terikat pada moral agama, adat, hukum yg menjadi batu sendi masayarakat beradab? Orang² seperti terdesak untuk melakukan keharusan primitif dan mengejar kepentingan sendiri dengan cara apapun. Gen yang egoistik memaksakan kehendaknya dalam kerangka bertahan hidup bagi diri sendiri dan golongannya. Keinginan² rendahan melepaskan dirinya dari kendali untuk menghancurkan saingan, musuh dan orang² yg tak kita kenal. Orang menjadi kanibal terhadap sesamanya. Mestinya manusia meniru serigala yg hidup dan mencari makan secara berkelompok; berburu makanan dan berbagi makanan, sesuai dengan cita² Agung "Homo homini lupus lupini" (Manusia terhadap manusia yg lain berlaku seperti serigala terhadap serigala yg lainnya). Tetapi yg terjadi diluar harapan, sesuai dengan adagium lama: "Homo homini lupus" (Manusia terhadap manusia yg lain berlaku seperti srigala).

Hukum dibuat untuk melindungi dan menegakkan moral dan kebaikan². Sehingga Kalau ada tindakan² kekerasan atau kejahatan yg dilakukan atas nama hukum, biasanya dijelaskan bahwa yang salah bukan hukum nya, melainkan sebagian kecil orang yang menegakkan hukum tersebut dan bisa kita sebut ia 'oknum'. Cara ini rupanya sengaja atau tidak, ditiru oleh komunisme. Pengikutnya menganggap komunisme tak pernah salah, yg salah adalah oknumnya.

Belakangan ini kita disuguhi berbagai tragedi menyesakkan dada, perihal kebengisan dan kekejaman yg dipertontonkan oleh negara kepada rakyat yang seharusnya mendapat perlindungan penuh oleh negara ini -Narasi ini perlu saya ulang-ulang-.
Negara hari ini perlahan² menjadi mesin penghukum dan pembunuh. Negara ibarat sarang parasit dan pejabatnya adalah parasit yg dapat menghisap darah, mengebiri, menggangu otak, melemahkan kekebalan. dan para pendamba berlomba-lomba menjadi pejabat pemerintahan yang memparasit pada orang banyak, baik orang kaya maupun orang miskin. Monopoli kekuatan politik memudahkan parasitisme yg terpusat dengan manipulasi massal. Segala macam bentuk pemerintahan dapat dijadikan lahan subur oleh parasit, baik pemerintah dengan kepala suku (tribalisme), aristokrasi, monarki, diktator, oligarki, maupun demokrasi.

Tindakan koersif yg dibuat oleh gerombolan parasit yg di pelihara negara ini di legitimasi negara. Negara memberikan karpet merah untuk mereka, disokong dengan undang-undang dan kebijakan. Dan kalau pun ada yg mempermasalahkan, mereka membela diri dengan kilah bahwa tindakan itu dibuat dan dilakukan oleh beberapa oknum saja yg tidak bertanggung jawab. Dan berapologi bahwa konsekuensi tindakan ini adalah "tanggung jawab bersama". Kan As* !

Alasan utama dibentuknya negara oleh rakyat adalah untuk perlindungan terhadap pemangsaan pihak luar. Ibarat sebuah kandang, ia dibuat untuk melindungi sesuatu. Lalu sekarang bagaimana kalau yang memangsa adalah yg didalam kandang itu sendiri? Apakah kandang tersebut sengaja dibuat untuk untuk jamuan makan malam para pemangsa yg lapar? Jika demikian, Apakah "kandang" tersebut masih diperlukan untuk tempat "perlindungan"? Ironi bukan!

Tidak...tidak!!!
Saya bukan anarki, yang ingin menghilangkan kekuatan kelas, negara beserta pemerintahannya, Undang-undang dan polisi, yg lalu diganti dengan ketertiban simetris yang dipelihara secara gotong royong. Dalam hemat saya, melihat taraf peradaban manusia sekarang; anarkisme idealistis masih merupakan khayalan. Kita perlu jujur pada keadaan, 'manusia' belum cukup beradab untuk hidup tanpa peraturan perundang-undangan. Saya hanya sedikit skeptis dengan kehadiran "negara" ini. Tentang ironi yg dihadirkan oleh elit negara yg mengacaukan tujuan utopis negara.

jika anak²ku kelak bertanya nanti tentang "apa itu negara, ayah?" Akan kukenalkan ia pada semua pejabat negara berikut tingkah lakunya, kelak ia bisa mengambil sikap yg bijak ketika ia diperkenalkan konsep utopis negara oleh para penyampai pesan negara ini.

Negeri ini katanya negeri beradab, tanah yg katanya mengagungkan moral Tuhan. Tapi tidak termanifestasi dalam ruang hidupnya. Orang² yg diamanahi "mission sacre" bangsa, kepada mereka tertumpangkan harapan mulia, nyawa kehidupan, tanah, air, udara, serta makhluk hidup didalamnya ada dalam tanggung jawab mereka (pemerintah). Kenapa harus mereka? Karena mereka lah 'pendamba kekuasaan', yg bersedia untuk dielu²kan, untuk dihormati, dihargai, dan diistimewakan. Dan konsekwensinya adalah mereka berkewajiban mutlak untuk melayani para (raja demokrasi) rakyat dalam keberlangsungan kehidupannya.

Tetapi kita saksikan agresi terhadap peradaban meledak dimana² secara gamblang, yg melahirkan tragedi demi tragedi, dan pemantiknya adalah negara itu sendiri. Negara memperkaya teori, tapi miskin dalam prakteknya. Negara berlomba membuat 'Hukum' secara tekstual, tapi absen secara kontekstual. Akibatnya khalayak mengambil hukum kedalam tangan nya sendiri disertai kekerasan² primitif, yg sudah lama ditinggalkan.Tidak adalagi kepercayaan kepada negara. lalu -saya ulangi- apakah masih ada harapan pada kandang yang telah rapuh ini, yang semua pemangsa dari luar dan dalam kandang dapat menyantap hidangan ini? sekali lagi saya katakan saya bukan 'anarki' tuan.

Ketika mereka menentang ; "kalian-rakyat- harus memahami bagaimana negara bekerja".
Haiii Tuan...
Rakyat sebenarnya telah menyesuaikan diri dengan berbagai keresahan dan kerusuhan yg anda buat. Sementara itu Korupsi, Pembunuhan, penyiksaan, penembakan, penjagalan, diselang selingi oleh teror, ancaman, penculikan dan berlanjut terus berupa penghancuran dan pembakaran secara massal yg berjalan terus. Semua ini menghiasi sejarah kebudayaan kontemporer kita. Apakah ini peradaban baru bangsa kita, tuan?

Saya ingat ucapan master Lin-chi (866): "ditempat lain mereka membakar manusia sesudah mati, disini kita bakar (kubur) mereka ketika masih hidup".

Hufffff...
Kekuasaan memang sangat memikat. Bagi 'Hazlitt' seorang sastrawan inggris; "Kekuasaan adalah berhala negeri yg dipuja dunia". Maka didalam gelap dan lumpur situasi nasional kini, kita harus tetap berusaha ceria dan tersenyum manis sembari menunggu giliran untuk dimangsa selanjutnya. Seperti pesan suhu Mesir kuno, 'Ptahhotep' 4.350 tahun yg lalu; "cerialah, selama kita masih hidup". "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa...(Pembukaan UUD 1945)", Dan bahwa negara kita sampai saat ini tidak runtuh dan tenggelam dalam sejarah, adalah bukti bahwa ada "manus dei"(tangan Tuhan) yang berperan.

Billahitaufiqwalhidayah

-Aryanda Putra-
(Ketua Umum HMI Bukittinggi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun