Mohon tunggu...
Arya Maulana Saputra
Arya Maulana Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan dengan Landasan Filosofis, Sosiologis, Religius, dan Yuridis

22 Februari 2023   22:41 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:45 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Falkutas Syariah UIN Raden Mas Said` Surakarta

Abstrak 

Marriage is valid because it has fulfilled the applicable law, both in Islamic Law and Positive Law in Indonesia. Every marriage must be record according to the applicable laws and regulations. This marriage registration is basically a mere provision of state law, whereas in Islam it is not obligatory to register a marriage, but it would be better to register it as proof of the validity of a marriage. The purpose of registering marriages is so that Muslim marriages do not go wrong and get legal guarantees in the future. Registration of marriages in Islam is based on qiyas and maslahah al-mursalah, because they are considered to have a lot of benefits if they have registered marriages. On the basis of this benefit, in Islam it is recommended to register marriages in accordance with applicable regulations.

Keywoards: Registration, Marriage, Religious

Perkawinan yang sah karena sudah terpenuhinya hukum yang berlaku, baik secara Hukum Islam maupun Hukum Positif di Indonesia. Yang setiap perkawinan harus di catat menurut perundang undangan yang berlaku. Percatatan perkawinan ini pada dasarnya merupakan ketentuan hukum negara semata, sedangkan dalam islam tidak di wajibkan mencatatkan perkawinan, namun alangkah lebih baiknya di catatatkan sebagai alat bukti sahnya suatu perkawinan tersebut. Tujuan pencatatan perkawinan adalah agar perkawinan umat islam tidak salah jalur dan mendapat jaminan hukum di kemudian hari. Pencatatan perkawinan dalam islam di dasarkan oleh qiyas dan maslahah al-mursalahnya, karena di anggap mempunyai banyak sekali kemaslahatan jika sudah melakukan pencatatan perkawinan. Atas dasar kemaslahatan tersebut, dalam islam di anjurkan untuk mencatatkan perkawinan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kata Kunci : Pencatatan, Perkawinan, Religius

Pendahuluan

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Pencatatan perkawinan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh pegawai pengadilan mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan pernikahan sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, karena buku nikah yang mereka dapat merupakan bukti otentik tentang sahnya suatu perkawinan, baik secara islam maupun hukum perdata. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan undang-undang yang berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Bagi yang akan melaksanakan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dapat dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Perkawinan dalam pandangan agama islam merupakan hal yang perlu di bekali bagi laki-laki dan perempuan. Tujuan perkawinan tidak semata-mata menyalurkan dorongan nafsu belaka, akan tetapi lebih dari itu yaitu untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah. Akan tetapi banyak sekali kasus yang mengarahkan pada perkawinan yang tidak di catatkan karena beberapa faktor yaitu mempertahankan ekonomi, kurangnya sosialisasi terhadap penduduk akan pentingnya pencatatan, karena nikah siri, dan lain sebagainya. Pentingnya pencatatan perkawinan bagi seluruh mempelai yang sudah menikah untuk mendapatkan jaminan hukum. Perkawinan harus di catatkan untuk pengkokohan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang sudah menikah yang mana tujuan akan pencatatan adalah untuk melindungi martabat, hak-hak kedua pasangan, yang kalau tidak di catatkan secara perdata di hadapan pegawai pencatatan pernikahan maka tidak mendapatkan pencatatan perdata atas ayahnya namun hanya ibunya hal ini di lakukan untuk perlindungan hukum, memudahkan urusan hukum, teregritasi yang terjaminnya keamanan data sebagai bukti kedua bela pihak kalau kedua belah pihak sudah sah.

Sejarah Pencatatan Perkawinan

Sebelum ada UU Perkawinan : sebelum tahun 1974 penduduk indonesia tunduk pada aturan perkawinan yang di warisi dari pemerintahan colonial atau dari barat yang bersifat pragmatis. Sistem perkawinan nya adalah hukum perkawinan adat, hukum perkawinan islam, KUHPerdata. Hukum Perkawinan setelah adanya UU Perkawinan : pada tanggal 2 Januari 1974 di undangkan sebagai UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang di ajukan pada tanggal 2 Desember 1975. Yang melatarbelakangi adanya UU No 1 Tahun 1974 adalah ide unifikasi hukum dan pembaharuan hukum. ketentuan pencatatan perkawinan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam Pasal 1 ayat 2, yaitu : “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku.” Sedangkan ketentuan instansi pencatatan perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Sedangkan alat bukti dari adanya peristiwa perkawinan yang sah adalah Akta Perkawinan, sebagaimana ketentuan dalam pasal 11.

Mengapa Pencatatan Perkawinan Di Perlukan?

Pencatatan perkawinan sangat di perlukan untuk jaminan hukum bagi pihak laki-laki dan perempuan. Sangat di anjurkan untuk mencatatkan perkawinan ini agar menghindari hal hal yang tidak di inginkan seperti hilangnya hak hak kewarisan dan lain sebagainya. Sebagai ikatan yang kokoh harus di catatkan untuk melindungi martabat, hak-hak kedua pasangan. Jika tidak di catatkan mana pihak ayah tidak di percatatkan secara perdata namun hanya ibu saja. Pencatatan ini di gunakan untuk mendapatkan perlindungan hukum, memudahkan urusan hukum, teregritasi yang terjaminnya keamanan data sebagai kedua belah pihak sudah sah secara agama maupun negara.

Konteks Filosofi, Sosiologis, Religius, Yuridis Dalam Pencatatan Perkawinan

Filosofis

Adanya pencatatan pernikahan akan terjamin nya perlindungan terhadap status hukum suami, istri maupun anak dan perlindungan Hak hak tertentu yang timbul dari pernikahan seperti hak waris , hak akte kelahiran dan lain lain, sehingga dengan pencatatan pernikahan keluarga tersebut juga akan terjamin dari segi apapun agar terciptanya keluarga bahagia damai secara lahir maupun batin

Sosiologis

Disini pihak yang melakukan perkawinan nikah siri sering kali dianggap perzinahan tanpa perikatan pernikahan, sehingga berdampak pada istri yang sulit bersosialisasi dimasyarakat, begitu halnya seperti anak yang lahir pada perkawinan yang tidak dicatat maka dianggap tidak sah secara yuridis, tetapi secara agama dianggap sah maka pentingnya pencatatan perkawinan agar tercipta nya kemaslahatan dalam masyarakat dan keluarga.

Religious

Perkawinan yang tidak tercatat ini menimbulkan problema hukum yang barangkali tidak terpikirkan oleh orang-orang islam pada waktu menikahkan anak perempuan yang di lakukan di bawah tangan, aspek religious islam mungkin sah namun secara yuridis tidak sah.

Yuridis

Secara yuridis fungsi pencatatan perkawinan ini merupakan syarat perkawinan agar mendapatkan perlindungan dan pengakuan hukum dari negara ,seperti didasarkan UU 1/1974 pencatatan perkawinan merupakan syarat formal yang harus dilaksankan agar suatu perkawinan diakui keabsahan nya sebagai perbuatan hukum yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara

Pendapat Mengenai Pencatatan Perkawinan Dan Dampaknya

                      Pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat, untuk mendapatkan kepastian hukum atas perkawinan dan kelahiran anak-anaknya walaupun tidak berkaitan dengan syarat sah suatu perkawinan,  karena perkawinan yang sah bukan hanya menurut ketentuan agama saja, tetapi juga harus sah menurut hukum dan buku nikah juga dapat membuktikan keturunan sah dari perkawinan tersebut. Kesadaran masyarakat untuk mengurus akta perkawinan atau mencatatkannya masih rendah, rendahnya kesadaran tersebut dapat dilihat dengan seringnya terjadi keterlambatan dalam mengurusnya. Mereka cenderung baru mengurusnya apabila saat memerlukannya, karena pada saat pengurusan administrasi kependudukan mempersyaratkan akta perkawinan, misalnya itu untuk membuat akta kelahiran sang anak. Seharusnya hal yang kek gini disetiap daerah diperlukan adanya sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat bahwa pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting. Dampak perkawinan yang tidak dicatatkan secara sosiologis, Jika status perkawinan yang tidak dicatatkan, maka istri tidak bisa menggugat suami dan apabila ditinggalkan oleh suami, istri tidak memperoleh tunjangan perkawinan serta tunjangan pensiun dari seorang suami, ketika mengurus akta kelahiran juga akan mengalami kesulitan.

                      Dampak perkawinan yang tidak dicatatkan secara yuridis, Perkawinan yang dicatatkan pada negara dan Perkawinan yang tidak dicatatkan mempunyai konsekuensi yuridis yang berbeda. Salah satu konsekuensi yuridis yang paling menonjol yaitu anak. Konsekuensi yuridis lain yang mungkin timbul terkait dengan hak waris. Bukan hanya hak waris anak yang mungkin timbul masalah, tetapi juga hak waris pasangan tidak akan muncul secara hukum apabila perkawinan mereka tidak dicatatkan. Dampak perkawinan yang tidak dicatatkan secara religious, Akibat hukum perkawinan yang tidak dicatatkan, walaupun secara agama dianggap sah, tetapi perkawinan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, dianggap tidak sah karena tidak mencatatkan perkawinan tersebut. Perkawinan yang tidak dicatatkan, yang telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam hukum Islam, namun tanpa pencatatan resmi di Instansi berwenang sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut seringkali menimbulkan sengketa. Oleh sebab itu tuntutan akan sulit dipenuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah. Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan merupakan bagian yang sangat penting kedudukannya dalam suatu keluarga, karena seorang anak yang sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah diantara ayah dan ibunya.

Kelompok 3 : Khasna Nabila Purnama (212121005), Muhammad Iqliya Putra (212121008), Kukuh Krido Wicaksono (212121027), Inar Setyaningrum (212121035), Arya Maulana Saputra (212121143)

Khasnanabila690@gmail.com,  putramohahamad8779@gmail.com, kukuhkrido0106@gmail.com, inarsetya17@gmail.com, arya9maulana@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun