Dari total 75 pegawai  yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan, 51 pegawai diantaranya diberhentikan dan 24 sisanya akan diberikan pembinaan lebih lanjut sebelum dapat diangkat menjadi ASN. Hal ini menimbulkan konflik yang memunculkan opini bahwa tidak seharusnya TWK menjadi alasan dasar untuk memberhentikan ke 75 pegawai tersebut.Â
Begitu juga dengan adanya pertimbangan MK dalam putusan pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK yang menyertakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat jadi ASN.Â
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pun setuju dengan pertimbangan MK dan memberikan alternatif lain selain memberhentikan 75 pegawai KPK tersebut dengan memberikan pembinaan terkait pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan. Dan setelah di asesi hanya 24 orang yang dapat diberikan pembinaan dan 51 pegawai lainnya terpaksa diberhentikan.
Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi di dunia pekerjaan. Para pegawai tidak mau di evaluasi dan juga para manajer segan untuk menjadi juri dari kinerja para pegawai nya.Â
Jadi penilaian kinerja semata-mata dilakukan hanya karena ada sebuah sistem yang mengharuskan penilaian tersebut untuk dilakukan. W. Edwards Deming, pernah menggambarkan penilaian kinerja sebagai 'penyakit yang mematikan' (Deming 1986).Â
Pernyataan ini menggambarkan kondisi yang terjadi di perusahaan dimana hubungan interpersonal antara manajer dan pegawai dapat menjadi renggang namun hal ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk terus memperbaiki kinerjanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H