Be yourself. Menjadi diri sendiri.tak perlu diherankan lagi, pertanyaan serasa tak guna bila masih tak tahu arti kata dari be yourself. Kata ini sangat menjamur dimasyarakat, dibincangkan, dikutip di sosial media, bahkan tak luput pula digunakan dalam pelatihan-pelatihan atau seminar yang berkaitan dengan mental, baik motivasi atau psikologi. Namun pernahkah kita bertanya ke dalam, selangkah lebih dalam dari pertanyaan orang-orang pada umumnya. Bertanya ke dalam, maksudnya belajar melihat diri sendiri. Apakah diri kita ini, sudah menjadi diri sendiri (be yourself)?
Artikel ini, tidak bertujuan untuk menasehati pembaca, apalagi ada unsur tersirat untuk menggurui pembaca, dan satu lagi, tidak untuk membahas teori tertentu, hanya saja, penulis berniat, punya maksud, menggugah pertanyaan dalam diri pembaca, mengajak pembaca menyadari bagaimana menjadi diri sendiri.Â
Menurut motto hidup Einstein, "Belajar dari kemarin, hiduplah untuk hari ini, berharap untuk besok. Yang penting jangan berhenti bertanya." Dan "Jangan dengarkan orang yang memiliki jawaban; dengarkan orang yang memiliki pertanyaan." Kedua kata-kata diatas, sudah jelas, menggambarkan kita betapa berliannya nilai pertanyaan. Dan ketika kamu terbuai, terjebak dalam kungkungan suatu kondisi, lihatlah orang-orang sebayamu, kemudian tunggu, pertanyaan akan menggugahmu, membawamu keluar dari kurungan itu; jangan ragu, ikuti sayup binar-binar cercah petunjuknya, hingga gelap yang merubungmu, terkikis penuh oleh benderang petunjuk yang dimuatnya.
Banyak gagasan-gagasan yang terbuang, teronggok begitu saja, tercecer, layu dan tak berguna, hanyut ditelan lupa dan ketakutan. Inofasi seakan buntu, terasa macet, atas sibuknya pikiran dengan hal-hal yang tidak penting, hal-hal yang bukan terkait dengan mata pelajaran, teori-teori, atau yang bukan ruang lingkup dari asupan pikiran, dimana jika makanan pokok pikiran itu dikonsumsi, maka gagasan-gagasan akan muncul berlimpah ruah.Â
Konon, katanya seperti itu. Menurut pandangan penulis pribadi tidak, memang asupan otak harus terpenuhi, harus setiap hari diisi, bahkan dalam ilmu kejiwaan, makanan pikiran ada kadar dalam mekanisme pemenuhannya, ada informasi-informasi  yang bernilai subHat, bahkan Haram, yang apabila dimasukkan dalam pikiran, akan mengganggu metabolisme berpikir dan berkeyakinan, keyakinan dalam arti mempercayai hal-hal dalam aktivitas kehidupan seperti kesuksesan, apakah dengan kita memilih pekerjaan ini hasilnya lebih memuaskan, apakah dengan melakukan aktivitas ini; kita bekerja semakin lancar, dan lain sebagainya. 65% informasi yang kita dengar dan baca mempengaruhi cara pandang atau wawasan dan terkait juga dengan ramai sepinya gagasan. Lalu 35% apa?
Meski persentasenya berbanding satu kali lipat dengan pentingnya asupan informasi yang baik dan benar, tapi 35% ini sangat penting. bukan tentang hal mana yang lebih didahulukan, akan tetapi kedua hal ini saling melengkapi, tidak ada salah satunya, maka ini membuat gagasan kelihatannya zonk.Â
Keberanian, J. K. Rowling berpendapat melalui lidah Kepala Sihir Hogwarts, Albus Dumbledore, berkata, "Perlu keberanian yang besar untuk menghadapi lawan, tetapi diperlukan keberanian yang sama besarnya juga dalam menghadapi kawan." demikian, kita bisa lihat Kepala Sihir Hogwarts, betapa tingginya dalam mengapresiasi keberanian, disini juga beliau menggariskan cara pandang kita terhadap keberanian, yaitu keberanian yang diperlukan untuk menghadapi lawan dan keberanian yang dibutuhkan untuk menghadapi kawan.Â
Cobalah kita acuhkan sedikit lingkungan sekitar kita, kita layangkan pandang kekehidupan sekeliling kita, anak-anak muda yang berganti jenjang sekolah, ketika menentukan jurusannya, hal apa yang selalu tak luput ditanyakannya, mereka akan menoleh ketemanya dan berkata, "Kamu mau ngambil jurusan apa?" begitu juga dengan hal-hal yang serupa, ketika anak usia muda kebawah dihadapkan dengan kondisi dimana mereka harus menentukan pilihan, pasti yang tak lupa dilakukannya, melirik temannya kemudian bertanya "Kamu gimana?" kebanyakan dari kita, bahkan mungkin semua, tumbuh dalam kebiasaan meragukan keyakinan, dalam arti lebih spesifik tidak berani tampil beda, dalam kasus ini, nampaknya kemajemukan yang ada, bahkan pengajaran akan keberagaman tak berhasil mendidik mental kita untuk berani berbeda, sekali lagi, berani. Dan bisa kita cicip kesimpulan sementara, berdasarkan pemaparan artikel bagian awal ini, bahwa belajar menjadi diri sendiri itu penting.
- Berani tampil beda
Belajarlah untuk meyakini pilihan sendiri sejak awal, pupuk kebiasaan itu semenjak dini, jangan hanya bersitan cinta yang kita ikuti dan perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Seperti kata pasaran yang sering kita dengar, ketika cinta datang dihatimu, ikutilah ia. Coba kita ganti kata cinta itu dengan ide dan tambah sedikit kata-kata diujungnya. ketika ide datang dipikiranmu, ikutilah ia dan jangan khawatir kau berbeda.Â
Menurut penulis, agar kita berani berbeda dengan orang-orang disekeliling kita, kita perlu mengenal diri, karena sepanjang penilaian kita terhadap ide atau gagasan, selalu kita landaskan pada orang lain. Logika sederhananya, bagaimana mungkin kita percaya ide sendiri, sementara orang-orang sekeliling kita, lebih pintar, lebih kaya, dan lebih tinggi kedudukannya. Contoh nyata orang yang percaya dan berani mengikuti idenya, Isaac Newton, beliau menemukan teori gravitasi bumi dari fenomena buah apel yang jatuh dari pohonnya.
      Dikutip dari artikel yang ditulis Sharon Martindan riliv.co, cara efektif mengenal diri sendiri bisa dilakukan dengan refleksi diri. Dari sekian banyak teori yang ada tentang refleksi diri, kita bisa gunakan salah satunya, dimana pada pemaparan kali ini menggunakan teori metode journaling, cara ini mudah dan bisa kita lakukan secara mandiri.
Menurut Tchiki Davis, M.A., Ph.D. dari Berkeley Well-being Institute, refleksi diri adalah cara untuk mencermati lebih jauh setiap motivasi, keinginan, dan harapan yang kita miliki. Refleksi diri membuat kita bisa mengeksplor komponen-komponen penyusun diri yang tak tampak, tak tersentuh oleh mekanisme pikiran sadar, karena semua itu, tertanam kuat dalam pikiran bawah sadar.Â
Sementara menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti dari refleksi ada tiga macam yaitu, gerakan; pantulan di luar kemauan (kesadaran) sebagai jawaban atas suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar, gerakan otot bagian badan yang terjadi karena suatu hal dari luar dan di luar kemauan atau kesadaran, dan arti yang ketiga dari kata refleksi ialah cerminan atau gambaran.Â
Kemudian arti diri pada KBBI juga memuat beberapa makna, hanya saja penulis akan mengutip beberapa makna, hal ini semata-mata bertujuan  untuk mempersingkat tulisan, dengan harapan pesan tulisan lebih enak didapat, disamping itu juga untuk menyesuaikan makna kata secara bahasa agar berbanding lurus dengan makna sudut pandang terminologi.Â
Diri berarti orang seorang (terpisah dari yang lain) dan arti lainnya juga diri adalah kepribadian yang sadar akan identitasnya sepanjang waktu. Berdasarkan oretan dari KBBi, refleksi diri menurut penulis adalah usaha untuk memantulkan kepribadian melalui teknik-teknik tertentu untuk menganalisis komponen-komponen diri, sehingga diri pribadi diketahui jelas. Komponen diri yang dimaksud seperti kepercayaan, motivasi, kebiasaan, dan sebagainya.
Berikut ini adalah contoh daftar pertanyaan yang bisa kita gunakan saat melakukan refleksi diri!
1. Apa saja kekuatan atau kelebihan yang aku miliki?
2. Apa tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam hidupku?
3. Siapa saja orang yang berarti/support system dalam hidupku?
4. Apa yang biasanya membuatku merasa takut, khawatir, atau malu?
5. Apa saja hobi yang suka kulakukan di waktu senggang?
6. Apa saja hal-hal yang kuminati?
7. Apa saja nilai-nilai yang aku anut/yakini?
8. Di mana aku merasa paling aman?
9. Apakah keinginan yang paling ingin kuwujudkan?
10. Apa pencapaian yang paling kubanggakan?
11. Apakah kegagalan yang menurutku paling menyedihkan?
12. Apa yang kusukai dan tidak sukai dari pekerjaanku saat ini?
13. Apakah satu ingatan yang paling membahagiakan bagiku?
14. Apa saja yang aku lakukan untuk self-care?
15. Apa saja hal yang aku syukuri dalam hidupku?
Yang perlu kita tanamkan atau yakini, tiap seseorang memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, tak hanya diri pribadi orang perorang, seluruh hal yang ada didunia ini disertakan sifat kekurangan dan kelebihan. Setiap ciptaan Tuhan tidak ada yang sia-sia, hanya bagaimana kita bisa menerima kekurangan yang ada pada diri kita dan memaksimalkan kelebihan yang dianugerahkan kepada kita. Simpel bukan?
Dan ketika kita berada dikelas, kemudian guru, dosen, atau yang lainnya bertanya, jika kamu tahu jawabannya, jika kamu ada ide baru, jangan ragu, acungkan tangan, jawab dengan lantang, dan stop step biasanya, jangan lirik kanan dan kiri, apalagi kamu membuat ruang tunggu sendiri, menanti seseorang yang biasa menjawab, ingat, dirimu juga berharga, bukan diri yang kaleng-kaleng. Percayalah!
- Takut Dihina
Biasa belajar, sudahkah kita terbiasa belajar, atau sudahkah kita menjadi pribadi pembelajar, jawaban itu, hanya kamu yang tahu, simpan saja dulu. Setiap kita pasti pernah belajar, banyak sikap yang perlu kita miliki dalam belajar, ingat, sikap tak berarti hanya tentang postur dan posisi tubuh, akan tetapi sikap juga punya arti landasan pendirian seseorang dalam bertindak. Menurut penulis ada sebelas sikap yang perlu ada dalam diri seorang pembelajar yaitu punya niat baik, berani, percaya diri, kritis, disiplin, rajin, telaten, tekun, ulet, sabar, dan rendah hati.
      Penulis fokus ke poin sikap keempat dan juga akan menyentuh poin nomor tiga. Kita juga pasti pernah, stuck pada keadaan tak berani melangkah, atau ragu-ragu, banyak pertanyaan, tapi tidak diluar, dalam arti sederhana, kita banyak tanya bukan ke orang lain, tapi malah bertanya ke diri sendiri. Apakah apa yang aku lakukan benar, apakah bila aku menjawab tidak salah, atau apakah jika aku menyuarakan pendapatku akan ditertawakan, dan sederet pertanyaan yang mencecar diri sendiri. Kita yang sebenarnya kritis, yang aslinya banyak ide, yang sesungguhnya banyak solusi, malah terlihat pelongo, zonk, bagai tong kosong, sudah tak ada isi, malah tak bisa bunyi nyaring juga. Yakinlah, percayalah dirimu, kamu sekuat hati meminta orang percaya kepada dirimu, sementara dirimu sampai mati tak kamu percaya. Kuncinya satu, percaya diri, hingga dirimu maksimal teraktualisasi.
      Dikutip dari situs halodoc, berikut beberapa cara untuk menjadi pribadi yang percaya diri:
- Dimulai dari Sikap Berdiri atau Duduk
Duduklah dengan tegak, tersenyum, atau berdiri dalam "pose kekuatan", dan pesan itu akan dikirim ke otak. Jika kamu berdiri dan duduk dengan tegap, secara tidak langsung tubuh mengirimkan sinyal positif ke seluruh sel-sel tubuh dan otak yang benar-benar dapat mengubah perasaan.
- Mindfulness
Dikutip dari Channel YouTube Bermain Jiwa, mindfulness tak hanya dilakukan dengan cara hening, menghabiskan beberapa menit untuk mengondisikan perhatian pada suatu titik tertentu, cara ini juga sangat berguna bagi orang-orang yang sibuk. Meskipun menurut penulis pribadi, mindfulness yang dilakukan dengan menata fokus dan diikuti oleh tidak adanya aktivitas ragawi lebih masuk, meresap, dan berasa, apalagi jika dikombinasikan dengan ibadah tertentu, seperti wirit, dzikir napas, atau dzikir di dalam hati.Â
Tapi kelebihan dari teknik ini, memberi peluang bagi kita yang tak sempat melepaskan bekerjanya badan atau aktivitas tubuh untuk bisa melakukan mindfulness. Mari kita sama-sama belajar dan kita praktikan teknik ini. Yang terpenting dalam teknik ini ialah, bagaimana proses kita dalam berepetisi dan konsistensi, mengingat intensi atau niat, serta menemukan passion (semangat). Kemudian bagaimana koneksi kita, begitulah perasaan yang berdesir dalam batin kita. Jadi apa yang ada di layar pikiran, akan mempengaruhi perasaan kita.Â
Langkah berikutnya pembersihan, secara sederhana, makanan dan minuman yang kita konsumsi, yang kita serap energinya, perlu melalui proses pennyaringan, sebagiannya akan diolah menjadi energi dan sebagiannya dibuang menjadi sampah. Begitu juga dengan frekuensi, yang kita konsumsi, perlu dilakukan pembersihan. Jadi langkahnya, koneksi, pikiran kita mengimajinasikan cahaya berwarna tertentu, dan melakukan pembersihan terutamanya pada chakra major dan seluruh tubuh, pembuangan energi, dilakukan melalui chakra dasar.Â
Nanti dengan langkah-langkah ini, kita akan mendapat bimbingan atau intuisi. Keberlimpahan intuisi, tentu juga akan mendukung kepercayaan diri, karena dari intuisi terdapat ide-ide yang tak terduga dan bernilai berilian. Kebiasaan mengimajinasikan, akan membantu pikiran untuk terbiasa fokus, hingga kedepannya juga dapat dimanfaatkan untuk mengamati diri secara on time. Inti dari teknik ini adalah, bagaimana cara kita untuk terbiasa mengulang, terus menerus, mengingat niat, dan menemukan semangat, dalam melakukan tiga langkah mindfulness diatas.
- Olahraga secara Teratur
Olahraga teratur melepaskan endorfin yang pada gilirannya berinteraksi dengan reseptor opiat di otak, yang menghasilkan keadaan pikiran menyenangkan dan pada akhirnya diri akan terlihat dalam sudut pandang yang lebih positif. Oleh karena itu, olahraga tak hanya bermanfaat untuk raga atau badan saja, sesuai namanya (olahraga), tapi juga bermanfaat untuk psikologis kita, hal ini juga menjelaskan kepada kita, bahwa raga dan jiwa saling terkait.
- Katakan yang Baik pada Diri Sendiri
Kepercayaan diri terkait juga dengan bagaimana cara kita menghargai diri, dimana langkah pertama untuk menghargai diri sendiri adalah justru dengan berharap tidak dihargai orang lain 75%, artinya, persentase yang lebih besar diemban oleh kita, untuk lebih bisa menghargai diri kita sendiri dari pada orang lain. Pada hakikatnya, masing-masing dari kita sama-sama berharap dihargai, maka logika sederhananya, buat apa menggantungkan harapan besar kepada seseorang yang juga masih mendambakan hal yang kita harapkan.
Jangan dengarkan kata orang lain yang negatif, karena sebagaimanapun dekatnya dengan kita atau tahu tentang kita, tetap saja, mereka tak pernah mengamati kita sepanjang hari 24 jam, mereka bukan malaikat pencatat amal baik buruk yang selalu mengawasi kita, mereka tak pernah andil dalam kesedihan dan masalah-masalah kita, tiga alasan sederhana diatas, sudah cukup menjadi dalil untuk tak menghiraukan mereka. Katakanlah hal-hal yang baik kepada diri kita, puji diri kita sendiri. Dan ambil pena dan kertas atau catat di hand phone, tulis hal bermanfaat apa saja yang pernah kita lakukan untuk orang lain, bahkan bubuhkan hari, tanggal, dan tahun.Â
Apabila tak punya waktu melakukan hal itu setiap hari, lakukan dalam jarak hitungan tertentu, misal selang dua hari sekali, tiga kali sehari, dan sebagainya, seenak kita saja. Dan apabila nanti, kita masih tenggelam oleh air bah kata-kata negatif orang lain, baca catatan itu, kenang baik-baik, rasakan diri kamu, bahwa diri kamu itu berguna, Tuhan tak menciptakan kamu menjadi nyamuk terhadap jasa-jasa, tak berguna. Poin ini dikutip dari Channel Youtube Kuliah Psikologi.
5. Perbanyak Kegiatan yang Menyenangkan
Melakukan hal-hal yang menyenangkan juga tak ada salahnya untuk menunjang kepercayaan diri, akan tetapi hal-hal yang menyenangkan yang masih berada diatas rel, "sewajarnya", yang tidak merugikan orang lain dan diri sendiri.
 Tindakan ini berguna untuk menghilangkan lelah, penat, perasaan tertekan, stress, bahkan sampai depresi. Intinya, agar jiwa kita tidak penuh, yang bisa berpengaruh juga terhadap kepercayaan diri, kita perlu sedikit bersenang-senang, atau jeda dari keramaian, sehingga jiwa kita menjadi tenang, dan dapat melangkah lagi dalam menyongsong hari, dengan lebih yakin. Dalam arti yang lebih sempit lagi,  kita butuh aktivitas penyeimbang otak kanan dan kiri. Dan melakukan hal-hal yang menyenangkan ini, dapat ditempuh dengan melakukan hobi, atau bisa dengan mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa, yang berkuasa terhadap kita sendiri, termasuk kepercayaan diri, hal yang kita tuju, dan berkuasa atas rintangan-rintangan yang menghadang dalam prosesi menggapai tujuan.
- Jangan sampai menjadi kacang lupa kulitnya
Setelah kita nyaman dengan diri sendiri, asyik bergelut menikmati tenangnya, setelah kita keluar dari zona yang mengekapnya, membenci diri, meragukan diri, tak mau berkasihan dengan diri, ingat, di luar sana masih ada lingkungan, wadah yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan kita.Â
Jangan sampai lupakan, di sana tempat kita bermula, membuka diri, mengenal hal-hal baru, termasuk persehabatan dan permainan-permainan masa kanak yang sering kita mainkan, di sana juga nantinya, kita akan kembali, membangun hidup baru, dan lagi-lagi menyertakannya, lingkungan, selanjutnya digunakan oleh anak cucu kita untuk hidup, berkembang, dan bermasyarakat. Kita akan meninggalkan lingkungan, apabila jatah hidup kita sudah habis.
      Sesibuk apapun kita, jangan sampai lupa, luangkan waktu, biarkan diri kita sejenak merasakan bergaul dengan masyarakat, basuh diri kita ini, dengan persahabatan. Tak perlu menjadi penutur, tak perlu menjadi yang diperhatikan, cukup kita menjadi pendengar, karena orang-orang akan merasa lebih baik, jika tahu ada orang yang mau mendengarkannya, hal itu juga akan menungjang kepercayaan diri seseorang, dan mari kita sama-sama belajar, memberi sedekah batin. Jadi intinya, selain mengenal diri dan percaya diri, kita butuh juga menilai diri, sebagai barometer kita didalam hidup, baik barometer untuk aspek tindakan, ucapan, atau cara berpikir.
      Menilai diri atau introspeksi sangat penting untuk dilakukan, bahasa lainnya juga adalah mawas diri, jangankan individu seseorang, segala sesuatu yang dibuat manusia yang dijalankan atau dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang membutuhkan evaluasi, semisal program kerja sedekah ikhlas Jumat berkah, kita mencatat keterlaksanaan program kerja itu, kemudian mengidentifikasi hal-hal atau tindakan-tindakan yang mengakibatkan program kerja itu dapat berjalan dan tidak dapat berjalan, memberi tanda-tanda penting pada hal-hal atau tindakan-tindakan yang mendukung program tersebut berjalan semakin lancar dan tidak, dan sederet penilaian yang lainya. Dan apa kabar dengan manusia, apakah bisa tanpa introspeksi? Tentu saja tidak.
      Dikutip dari study.com, Introspeksi adalah tindakan individu menilai pikiran, emosi, dan perilaku mereka. Melalui penilaian ini seseorang dapat menemukan gambaran tentang dirinya yang terkini dan berpengaruh untuk mengubah cara berprilaku dan berpikir. Wilhelm Wundt adalah psikolog pertama yang menerapkan introspeksi sebagai teknik penelitian di bidang psikologi.
 Berikut cara sederhana untuk introspeksi diri menurut penulis, langkah pertama, jujurlah, karena introspeksi demi kebaikan dan kemajuan hidup kita, dan jangan bersikap egois, jika ada masukan atau kritik dari orang lain, cobalah dengarkan, dan jangan lupa pilah, budayakan selalu prinsip ambil baik buang buruknya.Â
Kemudian ambil pena dan kertas, lalu tulis hal paling baik dan paling buruk yang pernah kamu lakukan hari ini atau minggu ini. Dan tulis item-item yang kita ingin introspeksi, dan lakukan terus seperti itu, apakah buruk atau baik, dan taruhkan juga diskripsi dari tindakan buruk atau baik yang kita lakukan. Item-item yang perlu menjadi poin penting dalam introspeksi menurut penulis ialah ibadah, sikap kepada orangtua, sikap terhadap orang yang lebih tua, sikap terhadap yang lebih muda, malas atau rajin dalam belajar, malas atau rajin dalam bekerja, dan malas atau rajin dalam mengurus diri. Diri luar dan dalam, raga dan jiwa.
      Jadilah diri sendiri, setiap kita terlahir ke dunia tidak diciptakan sia-sia, tidak untuk menonton orang-orang yang berjasa dan berguna, setiap kita sama, terlahir dengan kelebihan dan bermanfaat juga terhadap sesama, persoalannya, apakah kita mau, menggali diri kita, menjadi diri kita sendiri. "Your time is limited, so don't waste it living someone else's life." (Waktu kita sangat terbatas, maka jangan sia-siakan dengan hidup seperti kehidupan orang lain.) by Steve jobsÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI