Mohon tunggu...
arya kamandanu
arya kamandanu Mohon Tunggu... -

Laki-laki yg lahir dri campuran seorang JANDA (Jawa dan Sunda). Bekerja sebgai BANGSAWAN (sebangsa karyawan) Sedikit agak pendiam, selalu bnyk Kemauan, tpi jrang bsa kesampaian. Tak apa, yg pnting msh punya Iman. Dan tak prnah smpe kebablasan. Aplgi smpai hilang ingatan, kasihan kan..? Tulis menulis, cma sekedar selingan. siapa tahu kpn2 dpt imbalan, lumayan buat masa depan. :p Sebagian dari laki-laki yg merasa bodoh. Tak pernah mau ngerti urusan Politik inilah..itulah. Tak pernah pula, mengikuti arus berita yg tengah deras bak air bah. Yang cuma berfikir "bagaimana mencari nafkah..!!" Sambil tetap tersenyum indah. Karena senyum itu adalah ibadah itu sajahh.!! haahh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Panggil Aku Raden.!!

18 Januari 2010   07:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Air hujan tlah menjatuhkan rintikan terakhirnya, namun sang fajar yang belum mau menampakan wajahnya.  suara-suara mahkluk malam, baru saja tertidur dengan lelapnya. Lembutnya dekapan angin malam, terasa begitu kejam menusuk sampai kedalam sum-sum tulang belakang. Dikehengingan sepertiga malam yang mencekam, segenggam nyawa manusia tengah berjuang dalam kodratnya. hidup atau mati...!!! itu adalah pilihannya.

Tampak di sudut ruang, seorang laki-laki yang tampak paruh baya, kembali menyulut rokoknya yang baru saja dia matikan. entah, berapa batang rokok sudah dia hisap. laki-laki itu benar-benar tak bisa menikmati setiap jengkal hembusan nafasnya. Keringat dingin pun mulai membasahi hampir sekujur tubuhnya. Terpampang sudah, semua dosa-dosa yang setiap detik terus berlari mengejar dirinya.

Malam terasa semakin mencekam, tak kala sebuah lamunan tengah menerawang langit yang tampak tak berbintang. Selasa pahing di sepertiga malam, terdengar lengkingan tangisan seorang mahkluk yang baru saja terlahir dalam dunia nyata. seorang bayi laki-laki dari pasangan suami istri R.Koko Tazul Koeswara dan Sri Sukarsih.

"selamat ya pak.., bayi nya selamat ibunya sehat."

"alhamdulilah.. ya allah..!!"

"terima kasih ya, dok."

"iya pak.. sama-sama"

"boleh saya masuk dok.?" pintanya penuh harap.

"sebentar lagi, ya pak.? bayinya di bersihkan dulu"

Butiran-butiran air mata, baru saja jatuh. Sebuah kecupan kecil baru saja mendarat di kening sang ibu, sebagai tanda kasih dan sayang. Diantara, suara-suara dentuman dari sebuah senapan dari belakang rumah adalah menjadi sarapan sehari-hari. Di setiap menjelang malam, selalu di nina bobokan oleh sebuah kisah sandiwara radio, yang selalu berharap tuk bisa menjadi seorang Arya Kamandanu.

"pah.. anak ke-2 kita mau di kasih nama siapa"

"Raden Ristiandi Tazul Karnani" tandas nya tegas.

"ahh.. gak usah pake nama Raden pah.."

"lho kenapa.."?

Dan jawaban itu tlah dijawab, dari mulut ibuku yg selalu ku ingat :



gak usah aja, kita itu siapa..? kita tak butuh gelar yang diberikan manusia. gelar raden takbisa menjadi kita seorang raden. jadilah manusia apa adanya, janganlah mengharap tuk menjadi seorang yang penuh dengan segala keangkuhannya sebagai Raden. jadilah orang selalu rendah diri, tapi tak merendahkan diri sendiri. jadilah manusia yang tak gila hormat. orang akan menghormati mu bukan lantaran kau orang raden.!! tapi hormatilah orang lain, niscaya kau kan dihormati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun