Perspektif realitas dan budaya
Riset ulang tersebut membuat film ini bisa menampilkan visualisasi yang nyata. Mulai dari lanskap perkebunan sawit, hutan yang terdegradasi, akses jalan yang buruk, dan kehidupan masyarakatnya yang jauh dari kata cukup.
Dari film ini, kamu juga bisa tahu bahwa selain OPM di Papua, ternyata ada organisasi pemberontak komunis atau Paraku yang masih berkeliaran di dalam hutan.
Realitas nyata dan budaya yang ditampilkan oleh Edwin terlihat juga pada karakter Ambong, yang mungkin bagi kamu tidak nyata, tetapi tidak bagi masyarakat lokal.
Ambong disebut sebagai roh penunggu hutan. Versi lain menyebutkan, Ambong adalah wakil pimpinan Paraku yang berhasil kabur dari penangkapan dan hidup menjadi siluman di hutan Kalimantan.
Ambong adalah ambiguitas. Dua kepribadian yang bisa kamu artikan sendiri berdasarkan perspektif masing-masing. Ambong bagi masyarakat sekitar menjadi seolah roh yang menjaga alam, melindungi warga lokal dari ancaman jahat.
Namun, dia juga bisa menciptakan kekacauan. Ambong pun menjadi mitos. Karakter ini juga ditampilkan berdasarkan cerita masyarakat, misalnya dia melangkah di sungai, tetapi tanpa tubuh, hanya ada riak airnya saja.
Banyak adegan yang memperlihatkan kepala terpenggal juga sebenarnya diangkat dari ritus Ngayau masyarakat Dayak. Ritus ini merupakan sebuah ritual berburu kepala manusia yang digunakan untuk upacara adat. Ini adalah simbol kekuatan supranatural dan kepercayaan orang Dayak yang kini sudah punah.
Karakter kuat
Kekuatan film ini juga berhasil dimunculkan karena kehadiran beberapa pemain kawakan, antara lain Putri Marino, Yoga Pratama, Lukman Sardi, Kiki Narendra, dan Yusuf  Mahardika.
Putri Marino bahkan berani memotong rambutnya dan mengubah tampilannya menjadi "bondol" dan ikal. Hasilnya, Putri menjadi mencolok di antara laki-laki lainnya. Putri juga berhasil menampilkan kesan tegas dan berani, namun di sisi lain rapuh karena masa lalunya.