Kabut Berduri adalah film Netflix karya sutradara Edwin. Dibintangi oleh Putri Marino, Lukman Sardi, Nicholas Saputra, dan deretan aktor lainnya, film ini menawarkan genre baru yang terasa segar.
Inspektur Polisi Dua (Ipda) Sanja Arunika (Putri Marino) harus berjibaku di pedalaman hutan Kalimantan untuk menemukan pembunuh berantai di perbatasan Indonesia-Malaysia. Layaknya kabut berduri, Sanja harus masuk ke menyelidiki kasus yang masih buram dengan risiko terbunuh.
Sanja diterbangkan dari Jakarta untuk membantu polisi lokal yang menghadapi kasus pembunuhan dengan korban yang kepalanya terpenggal.
Oleh kepala polisi lokal Panca Nugraha (Lukman Sardi), Sanja didampingi oleh anak buahnya bernama Thomas (Yoga Pratama). Thomas adalah polisi asli keturunan Dayak.
Dalam proses penyelidikannya, Sanja tidak hanya menemui kesulitan karena medan TKP-nya. Namun, Sanja juga harus menghadapi mulai dari konflik antar suku, rendahnya kepercayaan terhadap polisi, mistisme warga lokal, sampai trauma masa lalunya sendiri.
Sanja sendiri dikirim ke Kalimantan untuk membuktikan dirinya masih layak menjadi detektif karena kemampuannya, bukan karena nepotisme. Penyelidikannya kian rumit karena Sanja harus menghadapi kasus korupsi, perdagangan manusia, dan konflik perbatasan.
Kisah yang tidak biasa
Itulah menjadi alur dari film Kabut Berduri atau Borderless Fog dalam versi internasional. Film yang disutradarai oleh Edwin ini memberikan sebuah pesona baru di perfilman Indonesia.
Bagaimana tidak, biasanya film thriller kriminal mengambil tema di kota besar saja. Edwin malah mengambil plot cerita di Kalimantan, tepatnya di perbatasan Indonesia dan Malaysia. Tempat yang mungkin belum banyak diangkat oleh sineas lokal untuk genre ini.
Melalui film ini, Edwin seperti ingin memotret kehidupan bahkan konflik yang terjadi di masyarakat perbatasan. Sebut saja penggunaan bahasa setempat dalam dialog film lengkap dengan logatnya. Sehingga kamu akan dibawa masuk ke dalam cerita lebih dalam.
Tidak hanya itu, Edwin juga memotret lanskap pemandangan khas Kalimantan, termasuk budaya tato di masyarakat Dayak. Tidak berhenti di situ, Edwin menampilkan juga bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap mistisme masih hidup lewat karakter Ambong, hantu komunis yang hidup sebagai pemimpin Paraku.