Terik matahari pada 9 april 2014 ini seakan ingin menggambarkan panasnya persaingan antara calon legislatif yang bersaing untuk mendapatkan tempat sebagai wakil rakyat. Segala usaha dilakukan para calon untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Kampanye, merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan dari calon yang maju pada pemilu legislatif kali ini. Dengan iming – iming berbagai janji mereka para calon berlomba untuk meraih suara terbanyak. Partai yang menjadi naungan para calon ini juga selalu siap mendukung bakal wakil rakyat nantinya.
Tanggal 16 Maret – 5 April 2014 merupakan waktu dimana partai dan calon legislatif melakukan kampanye terbuka. Waktu yang dirasa cukup untuk menarik perhatian melalui baliho, poster , maupun bendera serta berretorika mengenai visi misiya.
Namun, pada kenyataanya hari ini 9 April 2014, tepat dihari pemungutan suara dilakukan masih ada beberapa sisa – sisa atribut kampanye yang belum dibersihkan, padahal sudah jelas tertulis dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 tahun 2013, Pasal 17 ayat 2.“Peserta Pemilu wajib membersihkan alat peraga kampanye paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara”.
Namun, pada kenyataanya beberapa partai dan calon anggotanya tidak mengindahkan pertaturan yang sudah dibentuk oleh KPU. Seperti yang tampak disepanjang Jalan Pemuda Ds. Teruman Kersen, Bantul. Terdapat atribut dari beberapa partai yang tidak dibersihkan. Bahkan salah satu diantaranya ada yang memasang atribut kampanye berdekatan dengan sekolah dan tempat ibadah, suatu tindakan yang notabenya dilarang oleh KPU.
[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Poster yang Menempel di Jalan Pemuda Ds. Teruman Kersen, Bantul"]
Pasal 17 ayat 1, “alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan - jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan”.
Ironis memang, para calon wakil rakyat yang seharusnya menjadi contoh untuk rakyat nantinya justru tidak memberi citra yang positif bahkan dari yang hal terkecil yaitu mengenai atribut kampanye. Selain telah melanggar peraturan, pemasangan atribut mulai dari poster hingga baliho tersebut dapat merusak estetika daerah dan kota itu sendiri.
Adanya fenomena money politic juga merupakan salah satu pelanggaran lain dimana dengan amplop berisi kruang lebih Rp. 20.000,- kita diharapkan mau untuk berbelot pada seorang caleg (calon legislatif). Kejujuran pada dasarnya tidak dinilai dengan rupiah, keinginan yang tulus adalah hal yang lebih baik “dijual” kepada publik daripada harus merogok kocek untuk satu suara.
[caption id="" align="alignnone" width="351" caption="Fenomena "]
Berbagai pelangaran yang disisakan ini merupakan "pr" (pekerjaan rumah) bagi bangsa Indonesia.Disinilah kita sebagai masyarakat yang cerdas seharusnya bisa memposisikan diri dan ikut aktif dalam pemilu legislatif 2014 ini. Selain ikut melakukan pemungutan suara, sudah selayaknya kita bisa menjaga ketertiban bersama.
Adanya Bawaslu (Badan Pengawasan Pemilu), sebenarnya dibentuk untuk mengatasi segala pelanggaran yang terjadi, namun dengan bantuan dari kita, masyarakat ,ketertiban akan lebih mudah dicapai sehingga nantinya dapat meminimalisir angka pelanggaran dan menciptakan Indonesia yang lebih baik bersama – sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H