Suara bising makin riuh ketika saya mendekat. Beberapa lelaki bersama mereka  sebagai pasangan berada disana namun tak mampu meredam keriuhan.
"Ibu-ibu maaf, nggak perlu cari koper masing-masing dulu, Keluarkan semua dulu nanti diluar baru dicari kopernya masing-masing!" seru saya.  Keriuhan sejenak mereda, malam itu tak ada satupun porter atau petugas hotel yang bisa membantu menurunkan sehingga masing-masing jamaah harus mengamankan  barang bawaanya. Supir buspun entah kemana.
"Nggak ada yang kuat ngangkat, tolong ya mas!" ibu-ibu itu kompak memerintah. Saya ingin mengaku sebagai bagian dari jamaah seperti mereka, tetapi rasanya itu tak akan membantu.
Satu demi satu kopor dikeluarkan, Yudi sebagai pemandu rombongan membantu dibelakang saya. Malam itu saya bagai petugas porter. Rasanya tak habis-habis koper dari dalam bagasi dikeluarkan. Ketika mendekati usai, belum lagi berhenti, banyak permintaan tambahan menurunkan koper dari dalam kabin bus. Kami naik turun berkali-kali berdua dengan Yudi.
"Capek Yud?" tanya saya ketika semua koper telah ditangan masing-masing para ibu.
"Luar biasa," jawabnya tersenyum kecut.
Saya menarik kopor diikuti pak Ade yang berikrar mengikuti kami. Dia meminta kepada Yudi sebagai pemimpin rombongan untuk memberikan kamar yang sama dengan saya. Supaya mudah untuk meminta bantuan, katanya.
"Saya gugup mas," ujar pak Ade kepada Yudi. Permintaan dikabulkan, kami mendapat kamar berempat bersama pak Ade, Â Yudi dan satu orang jamaah pria lainnya.
Semua orang dapat bagian kamar masing-masing. Dari kursi lobby sekumpulan  ibu-ibu tua kembali riuh membaca nomor kamar mereka dikartu kunci masing-masing. Yang menjadi sasaran panggilan adalah saya dan Yudi. Adalah  pantas jika Yudi yang dipanggil karena ia adalah petugas biro perjalanan tetapi tidak dengan saya. Saya adalah jamaah juga seperti halnya mereka.
"Tolong dibantu cari kamarnya, kami bingung naik dari mana?" bagi yang memiliki pasangan resmi akan mudah mengkordinasi tetapi bagi yang datang sendiri sebagai perempuan tua, tentu mereka merasa kehilangan arah. Alhasil saya dan yudi satu persatu mengantar rombongan kecil empat orang  ke kamar masing-masing  dan tentu dengan barang bawaannya masing-masing.
Terkadang kartu  kamar tak bereaksi untuk membuka pintu sehingga saya harus kembali ke front desk menukar kunci setelah memformat ulang. Dari lantai satu hingga lantai enam saya menyusuri kamar satu persatu dengan diikuti rombongan demi rombongan kecil para ibu-bu tua yang berjalan beraneka kecepatan yang rata-rata sangat lamban.