Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ikan Impian

27 Juli 2020   18:20 Diperbarui: 27 Juli 2020   18:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin kering mendera siang itu dan saya memilih beranjak ke tempat tidur untuk tidur siang. Ibu entah dimana, mata saya merapat memimpikan kembali uang berlimpah seperti yang terlihat saat panen ikan tadi di Tambak. Sesaat saya jatuh tertidur dengan buaian mimpi memiliki tambak.

Sayup-sayup dalam tidur saya mendengar suara gemercik air, makin kencang, gelepar ikan mas dan mujair terasa mendekati telinga, begitu kerasnya. Saya girang bukan main, mendadak melompat menyambutnya, berlari keluar dari kamar berharap puluhan ikan tak lama akan berada ditangan saya, uang yang banyak, senyum yang lebar..ya Tuhan Terima kasih.

Saya memburu kecipak air itu, keluar dari rumah, memburu dengan senangnya, berlari lalu mendapati kubangan sampah dihalaman samping yang mesti kemarau masih berisi air sisa musim penghujan.

"Ikan..Ikan..aku dapat ikan, ada mujair lepas..mujair lepas...ikan mas  lepas..Bapak..Ibu aku dapat ikan!" mata saya tak lepas dari lubang kolam itu dan mendekati dengan riang berteriak kencang. Ibu tiba-tiba berlari dari belakang, sebagian tetangga bangkit dari saat tidur siang mereka mendengar lengkingan suara. Kolam air itu terus bergolak namun perlahan melemah. Dalam sekejap ikan itu diraih dengan cepat oleh seorang pria yang datang, mengangkatnya tinggi-tinggi lalu meletakkannya ke samping kolam.

Ibu menjerit, saya terbelalak, tubuh Gondo Saksono adik lelaki saya terbatuk kencang saat kakinya diangkat keatas , air mengalir deras dari mulutnya. Ikan itu tak lain tak bukan adalah adik lelaki saya sendiri, ia menggelinding deras ketika asik menyeret bokongnya di teras tetangga yang lebih tinggi. Lantai yang licin menggelincirkannya entah bagaimana.

Usai pertolongan diberikan  perlahan Gondo pulih kesadarannya lalu menangis  keras. Saya teringat kalimat dari mulut saya yang
hingga kini masih terngiang.

"Kila Kilain Ikan...Nggak taunya Gondooo!"

Gagal saya mendapat uang dari ikan impian dihari itu, tetapi mampu menyelamatkan nyawa adik lelaki satu-satunya melalui mimpi.

-From the desk of Aryadi Noersaid-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun