Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Tiga Menguak Tabir

12 Juni 2020   15:29 Diperbarui: 12 Juni 2020   15:54 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi, hasil screenshot.

Maret 2020, satu persatu benteng pertahanan kota jatuh. Penduduk dan pemerintah kota mulai dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia perlahan menyadari bahwa sang agressor  bernama Covid-19 yang semula ditengarai hanya menyerang kota-kota di daratan benua kuning nun jauh disana ternyata telah merangsek masuk ke negeri khatulistiwa. Entah bagaimana mulanya tak ada yang secara pasti bisa mendeteksinya.  

Sesaat kepanikan melanda karena berita serta komunikasi yang tak berujung pangkal namun perlahan segala lini usaha swasta dan pemerintah, masyarakat dan dunia pendidikan menyadari bahwa tak mungkin melawan aggressor tingkat dunia ini dengan usaha yang biasa-biasa saja.

Empat ratus dua belas kilometer sebuah kota sebelah timur dari Jakarta para mahasiswa sebuah kampus negeri mulai dari tingkat awal hingga akhir tak lagi diperbolehkan hadir secara fisik ke kampus mereka. Satu dari tiga anak kami yang berkuliah di kota itu  masih bertahan di tempat kostnya karena tak mengira bahwa keputusan menghentikan kegiatan belajar mengajar tatap muka akan berlangsung sekian bulan kedepan.

Bak tentara sekutu yang mengkhawatirkan agresi tentara Nazi Jerman usai menguasai sebagian besar wilayah Perancis utara kecuali sebagian kecil pesisir Dunkirk maka evakuasi terhadap ratusan ribu tentara Inggris dan Perancis yang sejenak kalah dalam berbagai pertempuran di daratan Eropa  harus dilakukan. Setara dengan peristiwa itu, Ribuan tiket segala moda transportasi dari kota Semarang tiba-tiba habis terjual dan para mahasiswa mencari segala alternative untuk kembali ke kota asalnya.

Jika para nelayan Inggris mengeluarkan segala jenis perahu dari yang kecil maupun yang besar dalam tiga hari setelah adolf hitler memaklumatkan penghentian serangan untuk sebanyak mungkin mengangkut tentara yang terdesak, demikian juga para orang tua mahasiswa mengerahkan segala kemampuan mereka untuk mengembalikan anak-anak mereka ke tempat yang paling aman.

"PERTAHANAN YANG PALING KUAT ADALAH RUMAH SENDIRI!"

Begitulah kredo pasca covid-19 dipastikan dalam berbagai bukti nyata tanpa ampun menghinggapi tubuh orang-orang yang lengah dan belum berpengetahuan gerangan apa virus yang satu ini. Para mahasiswa masih tak mengerti bagaimana mereka bisa melakukan perkuliahan sementara kampus mereka berjarak ratusan hingga ribuan kilometre dari rumah mereka masing-masing.

"Bagaimana kami bisa memahami proses rambatan panas di kotak penerima cahaya matahari bisa menjadi energy listrik bila kami tidak melakukannya dalam laboratorium, ayah?" itu pertanyaan anak saya ketika tiket kepulangannya sudah ditangan. Ia seperti tak rela ketika kewajibannya belajar di kelas dan di laboratorium harus terhalang oleh larangan belajar dari institusi kampusnya.

"Mungkin Tuhan sedang mengumandangkan pesan kepada kita semua lewat pandemic ini bahwa jarak bukan halangan bagi manusia untuk mengenal sesuatu yang baru...Kita lihat masa kedepan, kamu tidak sendirian!" begitu pesanku kepada si Mahasiswa yang sedang bimbang alang kepalang.

Maka sehari kemudian berkumpulah lima sosok dalam benteng rumah kami demi  menghindari serbuan virus mematikan. Hal yang pertama dipikirkan setelah semua kebutuhan sandang, pangan, papan terpenuhi  adalah akses untuk berhubungan dengan dunia luar pasalnya mereka tiga mahasiswa di rumah harus tetap melaksanakan kuliah dari Rumah  dan saya harus tetap melaksanakan pekerjaan  dari rumah.

"Internet...the one and only!" tukas dua anak kembar kami yang juga mahasiswa ketika kami berlima sedang berkumpul di ruang tengah.

Tak beruntungnya, semenjak ketiga anak-anak kami berkuliah di luar kota maka kebutuhan internet tak lagi besar dan kami memutuskan mengakhiri berlangganan internet via kabel yang juga dipicu layanan yang tak fleksibel. Sebuah keputusan yang benar untuk menghemat biaya tetapi menjadi keputusan yang tak tepat ketika Pandemi melanda.

Mulailah kami meng-eksporasi layanan provider internet selular  yang selama ini  kami miliki dan mencari paket yang dirasa cukup untuk memenuhi segala keperluan jumlah data selama Work and Study From Home. Dari saat itu kami menyadari bahwa penyediaan paket data oleh penyedia jasa layanan internet selular  yang kami gunakan selama ini tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan kami jika dibandingkan dengan anggaran yang kami sediakan.

Dari semua provider layanan selular yang ada di negeri ini yang telah kami jelajahi fitur dan paketnya, entah mengapa tiba-tiba saya mengingat sebuah logo angka Tiga ketika pernah berdiri di depan sebuah hotel di Manchester dalam tugas gratis ke daratan Britania belasan tahun lalu. Ketika itu saya  tak mengetahui apa makna logo itu gerangan karena mereka belum memasuki Indonesia sebagai penyedia jasa layanan telekomunikasi.

"Pernah tahu jaringan 3 Indonesia?' saya bertanya kepada anak-anak. Mereka mengangguk tetapi teramat sedikit yang mereka tahu tentang provider ini hingga tak bisa memberi komentar lebih banyak selain meyadari bahwa memang ada provider tersebut di negeri ini.

Lalu tak lama jari ini menjelajah ke website http://www.tri.co.id/  dan mengeksplore segala informasi tentang mereka.

"Coba kita cari di toko selular kecil dan tanya mereka apa menyediakan kartu perdana Tri!"

Kamipun bergerak dan mendapatkan satu toko kecil yeng menjual berbagai macam kartu selular perdana.

"Bapak mau yang belum ada paket datanya atau yang sudah ada?" si penjual bertanya sekaligus menjelaskan  bahwa ada kartu perdana yang berisi 1 GB paket data dan ada yang tidak ada sama sekali.  

"Bedanya dimana?" tanya anak saya.

"Bedanya di harga. Yang tidak berisi paket seharga lima ribu dan yang berisi paket  1 GB seharga dua belas ribu!" tukas penjual menyebut harga yang mengejutkan.

"Semurah itu?" tanya saya.

"Iya..tapi nggak murahan. Saya sudah pakai!"

"Di daerah kita ini signalnya bagus mas?"

"Super pak..saya pakai 4G tanpa putus!" yakinnya.

Saya orang yang tak mudah percaya namun uang dua belas ribu relatif ringan untuk mencoba sebuah penyedia jasa telekomunikasi yang tak pernah kami akrabi.

Sesampai di rumah petualangan dimulai. Dari petunjuk kartu perdana kami diminta menginstall sebuah aplikasi bernama Bima+ sebuah apliasi yan memuat informasi tentang kartu yang kami beli  dan   mendapati tampilan aplikasi yang komunikatif serta desain yang menarik. Namun bukan itu yang kami cari  melainkan seberapa menarik paket yang ditawarkan dalam aplikasi tersebut.

Mata kami tertumbuk pada paket produk AlwaysOn, paket 150 ribu rupiah untuk 150 GB dan 117 ribu rupiah untuk 117 GB diantara sekian banyak paket yang tesedia. Paket ini membuat kami anak beranak saling berpandangan dan merasa saat itu menemukan sebuah oase di padang gurun yang gersang.

Kami membeli paket AlwaysON untuk memastikan kartu bisa selalu terisi paket data untuk jangka masa berlaku kartu. Ini unik karena paket data tidak memiliki masa kadaluarsa selama tidak habis dan masa berlaku kartu masih ada. Sebagai tambahan kami juga membeli paket 117 ribu rupiah untuk paket data sebanyak 117 GB  sebelum memasukkan kartu ini kedalam Modem yang telah kami miliki sebelumnya.

Dok. pribadi, hasil screenshot.
Dok. pribadi, hasil screenshot.

modem aktif dan kami berempat mengaksesnya secara bersamaan, Signal 4G kontan merangsek dilayar pengaturan software modem dan kekuatan signal dinyatakan excellent. Sebagai eksplorasi untuk mencari informasi layanan selular yang seumur hidup ini baru kami coba link pertama yang kami buka adalah http://bit.ly/2XqKZMI  dan berhasil dengan mulus.

"Mari berselancar anak muda!"

Mulai saat itu beberapa hari sebelum penerapan PSBB, kuliah dan pekerjaan mulai  dilangsungkan dari rumah. Awalnya cara ini aneh bagi kami namun perlahan dengan pembatasan yang lebih ketat terhadap pergerakan individu maupun masyarakat maka pilihan ini menjadi sesuatu yang tidak dapat lagi dihindari.

Berbagai metode kuliah jarak jauh dengan penggunaan aplikasi yang berbeda berlangsung dalam rumah kami yang hangat. Jadwal kuliah online mulai dibagikan oleh masing-masing dosen pengampu mata kuliah dan sebagian besar mewajibkan penggunaan jaringan yang baik untuk tidak mengalami gangguan dalam proses penerimaan materi kuliah.

Dengan beban untuk menyediakan kualitas jaringan yang baik kepada tiga mahasiswa anak-anak kami yang kini berdiam  di rumah saja serta saya yang harus juga menyelesaikan segala pekerjaan melalui rapat virtual serta pengiriman pesan lewat email maupun sosial media maka solusi utama adalah menyediakan sebuah modem yang mampu diakses bersamaan oleh lima atau lebih pengguna.  Namun, kecanggihan modem apapun tak akan berarti jika jaringan selular yang menghubungkan perangkat ke akses  dunia luar tidak mumpuni.

Sudah menjadi rahasia penghuni perumahan kami bahwa signal selular semua provider di daerah kami agak sulit untuk mendapatkan kualitas penerimaan yang baik karena posisi perumahan yang diapit oleh dua ketinggian namun Jaringan 3 Indonesia berhasil survive membantu kami #Kalahkanjarak. Tri membantu anak kami bertiga Menguak Tabir.

Kini bulan keempat perjalanaan pandemik Covid-19 meluluh lantakkan tatanan lama dalam pola belajar dan bekerja. Selama itu pula satu persatu disadari bahwa teknologi software maupun aplikasi ternyata memiliki kegunaan lebih selama manusia tak bisa pergi ke sembarang tempat. Awalnya saya mengira bahwa keperluan penyediaan data akan mengalami chaos bagi perusahaan yang bergerak dibidang ini tetapi ternyata pengalaman masa pandemi covid-19  berhasil mengenalkan kami kepada produk layanan Tri sehingga  tergambar jelas bahwa Dunia dan Indonesia khususnya telah cukup kuat menghadapi tantangan mengecilkan atau bahkan menghilangkan jarak dengan internet tanpa ada batas.

Hari-hari kedepan adalah menunggu bagaimana hasil perkuliahan jarak jauh berkorelasi lewat Pencapaian nilai IPK para Mahasiswa. Semoga perkuliahan mereka yang tanpa interupsi buffering atau reconnecting tetap menghasilkan kemajuan bagi negeri ini.

Mari #KalahkanJarak dengan tetap bekerja dan belajar dimana saja!

Waspada Covid-19!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun