Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pendekar Pedang Sunyi (4)

29 Maret 2020   00:36 Diperbarui: 29 Maret 2020   00:38 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelabuhan Bantam begitu terik menjelang siang hari itu. Sebuah Pelabuhan yang saat itu terkenal karena menjadi persinggahan saudagar-saudagar Eropa dalam berniaga rempah menampakkan limpahan orang-orang yang tengah menyambut dua kapal dari arah utara laut jawa.

Bunyi terompet membahana memberitahu penduduk disana akan kedatangan kapal-kapal kesultanan yang kembali setelah pergi beberapa bulan lalu.

Kapal kian mendekat, tak ada lambaian tangan kemenangan seperti biasa ketika kapal kesultanan mendarat dari sebuah ekspedisi. Kali ini ekspedisi ke Palembang terlihat hanya menyisakan dua kapal yang semula berpuluh kapal saat berangkat. Pelabuhan dipenuhi tanda tanya, para penjaga istana nampak bersiap menyambut.

"Mana sultan..mana sultan?" orang-orang berteriak bertanya ketika lambung kapal mendekat ke pelabuhan hingga sampai benar-benar terikat pada boulder tambatan pelabuhan yang kokoh.

Dari kejauhan, Mahesa melihat ayahnya terduduk di geladak kapal dengan wajah lesu. Ia memanggil-manggil dengan keras namun riuh orang-orang disana menenggelamkan suaranya. Tubuhnya yang lincah menyeruak diantara kerumunan hingga mendekati tangga kapal.

"Apa....Sultan gugur..ya Allah, Sultan gugur. Di Palembang?" teriak beberapa orang ketika kapal mulai menurunkan para awak dan penumpang yang kembali.

"Pangeran Mas..pangeran mas..benarkah itu terjadi?" seorang perempuan muda ningrat berteriak bertanya kepada seorang lelaki gagah yang geriknya menandakan kekalahan seorang ksatria. Lelaki itu mengangguk dan berlalu menuju sisi barat pelabuhan.Wajahnya muram dan sepanjang jalan tak ada lagi yang berani menyapanya.

Hari itu kekalahan mendera kesultanan bantam pada penyerangan terhadap dinasti Palembang. Meriam pasukan Kiai gedeng Sura mengakhiri riwayat Sutan Muda yang begitu diagungkan keberaniannya.

Mahesa dan ibunya menghampiri ayahnya yang tengah terpekur memandang kosong ke arah lautan lepas.

"Ini bukan kekalahan...Ini pengkhianatan!" dengus ayah Mahesa.

Menjelang siang hari itu, Mahesa melihat seorang ksatria, ayahnya tertunduk penuh kemarahan dan kegundahan. Beberapa luka ditubuh ayahnya terlihat membekas dengan tegas memperlihatkan betapa pertempuran gigih telah ia lalui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun