Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Tabungan Jamaah Haji Malaysia Dikelola di Pelabuhan

29 Juli 2017   11:47 Diperbarui: 30 Juli 2017   05:46 5071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat memendam pertanyaan ketika dua orang yang menjemput di KLIA Airport Kuala Lumpur Malaysia untuk membawa saya ke Kemaman di Trengganu sekitar lima tahun lalu nampak menggunakan kopiah putih dengan logo huruf arab 'Ta' dan 'Ha' di dada baju seragam mereka.

Perjalanan darat tiga jam dari Kuala Lumpur berakhir di pesisir timur semenanjung Malaysia dan saya langsung dipersilahkan melakukan inspeksi ke sebuah kapal berukuran lima puluh dua meter yang rencananya akan kami sewa sebagai kapal supply untuk 'drilling campaign'.

Sejak dari dek bawah hingga bridge saya selalu disapa dengan ucapan 'assalamualaikum' hingga bertemu Sang Master di anjungan.

"Assalamualaikum. Soleh sekali crew Anda captain!" puji saya
"Begitulah kami di sini, karena kapal ini milik umat Islam," jawabnya
"Milik umat?" tanya saya.
"Ya, milik jamaah haji kami, jamaah haji Malaysia, dari uang merekalah kapal ini dibeli untuk disewakan."
"Jadi yang nanti kami sewa ini milik siapa?" tanya saya penasaran
"Kami serahkan pada agen mengenai sewa menyewa, tetapi kapal ini milik perusahaan kami, Perusahaan 'Tabung Haji'."
"Ooh..itu kenapa saya sejak tadi melihat logo huruf 'Ta' dan 'Ha'.. Itu kependekan dari tabung haji."
"Betul pak. Itulah kami."
"Jamaah haji yang uangnya dikumpulkan ini tahu uangnya dibelikan kapal?" tanya saya

"Kami memulai usaha dengan niat baik, mengolah uang mereka menghasilkan keuntungan yang halal untuk disimpan kembali daripada hanya diam disimpan di bank yang berpotensi riba," 

"Kan ada potensi rugi, uang umat, bagaimana kalau disalahgunakan?"

"Rugi? Bisa saja. Selama ini kami beroperasi di seluruh Malaysia dan baru tahun ini ekspansi ke South East Asia. Rugi itu hanya kalau customer tak bayar sewa. Selama ini customer kami di Malaysia takut untuk tak bayar, besar dosanya," Sang Captain tertawa.

"Jadi ini pertama kalinya kapal dari tabung haji akan disewa di luar territory Malaysia? Ke tempat kami di Indonesia?" selidik saya

"Insyaa Allah demikian," pungkasnya.

Sayapun berkeliling, memastikan kapal itu sesuai dengan apa yang kami butuhkan dan menemukan di sana-sini logo Tabung Haji seolah mengingatkan untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan umat muslim jemaah haji Malaysia yang memanfaatkan uang mereka demi menggerakkan ekonomi umat dalam cara dan bentuk usaha yang halal dan baik.

Inspeksi kami akhiri dengan shalat Ashar bersama ditutup dengan hidangan makan siang yang semula tak sempat kami sentuh karena kesibukan memeriksa. Saya kala itu berjanji dalam hati jika kapal itu jadi kami sewa saya akan memastikan bahwa kami akan memperlakukan kapal tersebut layaknya milik kami sendiri dan membayarnya dengan tepat waktu daripada nantinya disumpahi ribuan jamaah haji Malaysia yang memberikan ijin pemegang uang mereka untuk tak terjebak dalam pengembangan uang yang terkumpul tanpa bermanfaat untuk umat.

"Kapal ini kondisinya baik sekali, Insyaa Allah kita.. kedua pihak bisa saling amanah. Assalamualaikum!" saya menyalami captain dan crew sebelum berpisah.

-

Bila membandingkan jumlah dana haji mereka dengan dana haji jamaah negeri Indonesia pasti Indonesia punya jumlah yang berlipat-lipat ganda. Dana yang setiap tahun dibiarkan bertambah dalam tumpukan bunga berskema simpanan syariah tanpa bisa menggerakkan sesuatu yang berguna bagi umat.

Malaysia tak ubahnya seperti ruang kelas sebelah di mana kita bisa belajar melihat apa yang buruk dan apa yang baik dari sana. Sayangnya... negeri ini selalu penuh saya wasangka, tak memupuk prasangka baik, sehingga kita sebagai umat tak pernah belajar ke negeri seberang bagaimana mengelola dana umat dengan amanat.

Mungkin kelak saya bisa melihat logo 'Ta' dan 'Ha' di lambung kapal di perairan Tanjung Perak tanpa harus ke Kemaman. Dan itu bukan milik umat di Malaysia melainkan milik umat di Indonesia.

Entah kapan? karena kita selalu ketinggalan dan kerap tenggelam dalam perdebatan!!

-From the desk of Aryadi Noersaid-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun