“Dia yang tahu bagaimana menenangkan hati ibunya. Dia yang memberi kekuatan untuk ibunya agar tidak memikirkan biaya yang sudah dikeluarkan, dia yang rela memanfaatkan waktu saat mengunjungi ibunya di pagi dan sore hari dengan mendaftar ke taksi online bersama mobil yang dipinjamkan oleh kerabatnya. Dia luar biasa!” Saya bisa merasakan getaran itu, merasakan bahwa harapan seorang ibu mengiringi dalam doanya setiap waktu agar sang anak bisa diberi kekuatan, kesehatan dan rejeki bukan untuk diri sang ibu tetapi untuk kebaikan sang anak itu sendiri.
“Kalian berdua diciptakan Allah untuk menjadi satu team yang hebat. Team yang diuji oleh sebuah kegagalan yang tidak dikehendaki yaitu penyakit, kegagalan yang kadang bukan dari diri kita sendiri tetapi karena faktor yang diciptakan oleh hal lain. Allah akan membawa kalian berdua menuju Surga yang dijanjikan, Surga yang harus dibayar dengan cobaan. Saya berdoa agar kalian berdua bisa melalui semua ini dengan baik sampai Allah memberi putusan yang terbaik,” Saya menatap sahabat saya sejak SMA itu dengan erat dan mencoba memberinya harapan.
“Terima kasih doanya!” matanya berkaca-kaca.
Siang itu sesungguhnya saya bukan sedang mengunjungi sahabat yang tengah sakit, tetapi saya sedang mengunjungi seorang penyembuh yang bisa menghilangkan kegundahan saya pada apa yang disebut Kegagalan. Apa yang saya hadapi di pagi hari sebelum bertemu dengannya adalah tak seberapa dibandingkan dengan apa yang dialami olehnya.
Kanker adalah sesuatu yang tidak diketahui asal usul pastinya. Ia datang begitu saja tanpa memberikan kesempatan kita untuk berdebat mengapa ia harus datang. Dari kanker saya menemui sekian banyak sahabat yang sabar menerimanya, sabar melawannya dan mendapatkan sekian banyak support dari orang-orang di sekelilingnya.
Hari-hari selanjutnya, Allah akan terus menempa seorang anak lelaki dengan berbagai cobaan yang dititipkan lewat penyakit ibunya. Keduanya membentuk satu team yang hebat karena merujuk pada ayat-ayat Allah yang tak lagi mesti ditafsirkan berdasarkan kepentingan.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya,sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil,.”
Sesungguhnya jawaban persoalan tak perlu dicari sampai jauh, cukup menyeberangi dua gedung yang saling berhadapan. Terima kasih buat sahabat saya Sri Prasanti Saptorini atas pelajaran ini. Semoga Allah segera mengangkat penyakitmu, memberi yang terbaik pada dirimu dan keturunanmu di dunia dan diakhirat.
From the desk of Aryadi Noersaid