Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pertarungan Sumur "70 Triliun" di Jakarta

29 Maret 2017   12:48 Diperbarui: 29 Maret 2017   23:00 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pompa Air merk Ahok ini kinerjanya konon luar biasa tetapi ada hal yang tak biasa dan menjadi kelemahannya. Pompa air bermerk Ahok itu suaranya keras, mendengung, meraung-raung apalagi jika dinyalakan di malam hari yang sepi, ditengah riuh rendah siang hari saja suaranya lantang. Pompa ini bekerja dengan kerasnya sehingga banyak orang yang tak mendapatkan kekhususan pada akses ke mukut sumur APBD merasa kebisingan ini telah mengganggu harmoni kehidupan mereka.

Raungan mesin Ahok menggema keseantero Indonesia bahkan dunia, dan sebagian orang menganggap raungan itu telah membuat Jakarta berubah atau setidaknya menuju sesuatu kebaikan yang tidak biasa. Karena kekuatan mesin itu maka jumlah air yang mengalir menjadi optimum namun dengan segala cara bagi orang-orang yang terbiasa mendapatkan akses kesumur APBD lewat lubang dan pintu lain berusaha menghentikan raungan mesin Ahok yang membuat mereka selama ini kehilangan isi air dalam tangki penampungan yang sejak lama mereka siapkan. Kekeringan terjadi di satu sisi ketika Pompa bermerk Ahok memacu mesin pompanya.

Lalu bagaimana menghentikannya?. Tak lain tak bukan hanya dengan memutus segala hal yang menunjang kinerja Pompa bermerk Ahok untuk akhirnya bisa tampak tak lagi berkinerja baik dimata semua rakyat Jakarta. Pompa bermerk Ahok diklaim memberikan efek tak baik bagi kehidupan karena keberisikannya akan mengganggu kekhusukan yang selama ini ada, Satu persatu pipa digembosi sehingga penyerapan anggaran menjadi jatuh dibawah penilaian yang wajar.Air berwujud anggaran tak bisa terserap karena keranga/Katup pipa hisap berusaha dikunci oleh sebagian DPRD dan kawan-kawannya.

Meski begitu Pompa bermerk Ahok tetap meraung-raung diatas sumur APBD yang bisa ia hisap lalu mengalirkannya ke tempat yang membutuhkan. Ia seperti tak peduli hisapannya kian menguat sehingga akhirnya kerangan/katup yang tertutup pun jebol lalu kembali mengalirkan air sesuai jumlah kapasitasnya.

Kali ini Demokrasi telah menawarkan Pompa lain bermerk Anies. Yang dalam raungannya ditempat lain ketika digunakan dulu memiliki tingkat desible yang sepertinya jauh lebih rendah dari Pompa bermerk Ahok. Pompa ini memang belum pernah diuji dalam sumur APBD sebesar itu apalagi menghisap dan mengalirkan airnya, jadi apa yang ia bisa adalah membandingkan kinerja hisap dan dorongnya di tempat lain yang semua bisa tahu harus mengacu pada jabatan apa saat ia memberikan contohnya.

Pompa bermerk Ahok memang sudah terkenal berisik, sehingga beramai-ramai para penyokongnya sibuk menempatkan peredam bahkan memasang modifikasi tertentu agar suara Pompa pilihan merek ahok tidak lagi bersuara mendengung keras. Kalau makin banyak yang meras terganggu maka pompa ini bukan mustahil akan dicopt dari tempatnya.

Tugas rakyat DKI sebetulnya sederhana, mereka hanya perlu menelaah apakah perlu mengganti pompa air yang berisik ini yang konon sudah mulai mengurangi kebisingannya dengan berbagai cara termasuk mengklaim sudah lebih ‘njawani’ dan bertransformasi menjadi ‘Basuki’. Pompa lain kini tengah duduk anggun dengan raungan halus mesin pompanya, mencoba menggoda rakyat Jakarta dengan putaran irama pompa yang begitu tenang tanpa tahu apakah “Impeller’ didalamnya kuat teruji atau tidak.

Ibarat pertaruhan, ini semua terserah rakyat Jakarta. Yang pasti yang kita cari bukan lagi merknya Anies atau Merk Ahok. Yang kita cari selayaknya adalah Pompa air yang mampu, mau dan mumpuni mengalirkan air sumur tujuh puluh triliun kepada tempat-tempat yang bisa dinikmati oleh rakyat Jakarta sebagai kemajuan jangka pendek. Dan mohon maaf karena terlanjur menganggap gubernur hanya sebagai Pompa Air maka tak perlu kita berkutat pada Dalil Naqli sepenuhnya.

Silahkan memilih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun