Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Mana Bahagia?

9 Januari 2017   18:51 Diperbarui: 9 Januari 2017   18:59 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan saya seorang Bankir bercerita bahwa hidupnya tak begitu bahagia, padahal setiap hari ia berkutat dengan apa yang menjadi buruan orang untuk bahagia yaitu UANG. Bukan karena tak bisa memilikinya, tetapi bahkan begitu banyak nasabahnya yang memiliki banyak uang direkening mengeluh padanya bahwa mereka tak merasa bahagia.

Beberapa kawan pekerja Perusahan International mengeluh bahwa hidupnya monoton dan tak berenergi padahal setiap hari ia berkutat dengan sumber energi yaitu MINYAK dan GAS. Bukan Karena tak merasakan panasnya jika minyak dibakar tetapi begitu banyak koleganya terlena pada gaya hidup sebagai pegawai berstandard bayaran tinggi dan sibuk merancang rencananya sendiri-sendiri.

Satu dua kawan tak merasa beruntung bisa menjelajah sudut sudut dunia yang indah padahal setiap hari ia menerbangkan pesawat jumbo jet membelah samudera sebagai PILOT. Bukan Karena ia tak mampu melihat cantiknya alam negeri yang dikunjunginya tetapi waktu istirahatnya harus ia gunakan betul-betul di hotel agar bisa membawa penumpangnya kembali dengan selamat.

Begitu banyak artis-artis yang mengakhiri hidupnya padahal setiap hari tugasnya mengundang orang untuk BAHAGIA dan TERTAWA. Bukan ia tak mampu memahami kelucuan bahan pertunjukannya tetapi kadang ia harus menyampaikannya ketika hatinya tengah berduka.

Begitu banyak teman-teman senior yang merasa tak berguna padahal ia telah memiliki anak dan Menantu yang hidup dalam PENDIDIKAN dan HARTA yang diwariskannya. Bukan ia iri pada keberhasilan dan kebahagian anak dan menantunya tetapi bahkan ketika hari-hari istimewa yang dimilikinya mereka tak sanggup menghadirkan dirinya.

Begitu banyak kawan yang merasa tak memiliki komunikasi yang baik dengan pasangan-pasangannya padahal mereka setiap hari berkutat dengan teknologi yang dirancangnya dalam perusahaan TELEKOMUNIKASI. Bukan karena ia tak sanggup untuk men-dial nomor pasangannya, tetapi tak ada waktu disela kesibukannya untuk sekedar mengucapkan “Apa kabar sore ini?”. 

Begitu sering kita membayangkan ingin menjadi ini dan itu dan berkhayal akan merasa bahagia jika bisa mewujudkannya. Masa depan dirancang akan bahagia jika kita nantinya menjadi ini dan itu tanpa tahu bahwa sesungguhnya bukan itu peran yang sesungguhnya sesuai untuk kita saat didepan nanti.

Ketika menulis ini sayapun tak tahu akankah saya bahagia jika saya merancang akan jadi apa saya nanti dalam cara pandang saya dihari dan saat ini? akankah anak-anak saya bahagia jika saya memintanya menjadi ini dan itu jika usai sekolahnya?

Mungkin Bahagia itu bukan saat kita ada dimana, tetapi bahagia itu ada dimana-mana. Hanya waktu dan kejujuran pada diri sendiri yang akan membuktikannya. Dan kita harus menyadarinya seawal mungkin dihari ini.

-From the desk of Aryadi Noersaid-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun