Mohon tunggu...
Muhammad AryaDika
Muhammad AryaDika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pesan dari langit (Tetaplah sholat, meski hidup sedang hancur-hancurnya)

Mahasiswa Administrasi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Multikultural dalam Dunia Pendidikan Sangat Penting untuk Menghargai Perbedaan

2 Juni 2022   19:34 Diperbarui: 2 Juni 2022   19:40 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks ini, tujuan utama pendidikan multikultural adalah menciptakan simpati, rasa hormat, penghargaan, dan empati bagi umat yang berbeda agama dan budaya. 

Selain itu, pemeluk berbagai agama dan budaya dapat belajar untuk memerangi atau setidaknya tidak setuju dengan intoleransi di Indonesia, seperti inkuisisi (pengadilan negara memutuskan legitimasi teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya. antara keseragaman global dan budaya monolitik. Pendidikan multikultural adalah pendekatan progresif untuk reformasi pendidikan yang mengkritik keras dan menyoroti kekurangan, kegagalan, dan praktik diskriminatif pendidikan. 

Hal ini didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan pemerataan pendidikan, serta komitmen untuk mendukung pengalaman pendidikan yang memungkinkan setiap siswa untuk memenuhi potensi penuhnya sebagai siswa dan sebagai manusia yang aktif dan sadar sosial di tingkat lokal, nasional, dan tingkat global. Pendidikan multikultural mengakui pentingnya sekolah dalam menciptakan landasan bagi perubahan masyarakat dan mengurangi tekanan dan ketidakadilan. 

Tujuan utama pendidikan multikultural adalah membawa perubahan sosial. Untuk mencapai tujuan ini, tiga perubahan harus dilakukan: perubahan dalam diri seseorang, perubahan dalam sekolah dan pendidikan, dan perubahan dalam masyarakat.

Menyusul runtuhnya rezim otoriter-militer Orde Baru akibat badai reformasi di Indonesia, isu pendidikan multikultural semakin mengemuka. Era Reformasi tidak hanya membawa hadiah bagi negara kita, tetapi juga memberikan kesempatan untuk memperluas kecenderungan primordialisme. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk menggunakan paradigma pendidikan multikultural untuk memerangi semangat primordialisme.

Pendidikan multikultural secara umum merupakan konsep yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pendidikan yang adil kepada siswa dari berbagai ras, etnis, kelas sosial, dan kelompok budaya. Salah satu tujuan utama pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa dalam memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan peran seefektif mungkin 

dalam masyarakat demokratis-pluralis, serta untuk berinteraksi, bernegosiasi, dan berkomunikasi dengan warga negara dari berbagai kelompok untuk menciptakan masyarakat bermoral yang melayani kebaikan bersama. Individu didorong untuk mempertahankan dan meningkatkan cakrawala budaya dan budaya mereka sendiri melalui pendidikan multikultural, yang menyeimbangkan antara mengetahui persamaan dan perbedaan budaya.

Multikulturalisme adalah filosofi sekaligus teknik untuk meningkatkan derajat kemanusiaan manusia. Mengingat perlunya pemahaman multikulturalisme dalam pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia yang memiliki keragaman budaya masyarakat, pendidikan multikulturalisme ini harus diciptakan. Hal ini dimaksudkan agar melalui pendidikan multikultural dapat terwujud

kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, serta tegaknya nilai-nilai kemanusiaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar. Indonesia sebagai negara yang dibangun di atas keragaman budaya, menyadari relevansi multikulturalisme dalam pembangunan negara. 

Prinsip "Bhinneka Tunggal Ika" harus dipenuhi melalui keragaman. Pendidikan multikultural merupakan upaya yang disengaja untuk mewujudkan pemahaman multikulturalisme. Pendidikan multikultural diperkirakan akan membantu negara Indonesia mencapai keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan sosial.

Pendidikan multikultural merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan lembaga lainnya, dan bukan semata-mata tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan formal. 

Pendidikan multikultural merupakan strategi progresif menuju transformasi pendidikan yang secara sistematis mengekspos kelemahan, kegagalan, dan praktik diskriminatif pendidikan. Pendidikan multikultural didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan kesetaraan pendidikan. Pendidikan multikultural harus membantu proses belajar mengajar yang bergeser dari sikap monokultural, berprasangka buruk, dan diskriminatif ke perspektif multikultural, toleran, 

dan terbuka yang menghargai keragaman dan perbedaan. Jenis pergeseran paradigma ini memerlukan transformasi yang melampaui kognitif.Tumbuhnya pendidikan multikultural di Indonesia sejalan dengan perkembangan demokrasi yang dilaksanakan bertentangan dengan program desentralisasi dan otonomi daerah. Jika hal ini dilakukan secara asal-asalan, akan menyebabkan kita terpecah belah dalam upaya mencapai tujuan nasional yang digariskan dalam strategi nasional.

Bidang pendidikan tidak boleh lepas dari perbincangan tentang multikulturalisme. Jika tidak disadari, dunia pendidikan turut andil dalam menimbulkan ketegangan sosial. Di tengah perubahan kurikulum yang begitu pesat, harus diingat bahwa pendidikan lebih dari sekedar mengajarkan "ini" dan "itu", tetapi juga tentang mendidik generasi muda bangsa menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.

 Akibatnya, tidak dapat diterima lagi bagi pendidikan untuk mengabaikan realitas berbagai budaya yang ada. Ketiadaan peraturan yang membatasi toleransi, seperti penghinaan terhadap ras, suku, dan gender, merupakan salah satu bagian terpenting dalam mengadopsi pendidikan multikultural dalam struktur sekolah. Selain itu, kepekaan terhadap perbedaan budaya, seperti pakaian, musik, dan masakan yang disukai, harus dikembangkan. 

Hal ini juga memberikan kebebasan bagi kaum muda untuk merayakan hari besar keagamaan dan meningkatkan pandangan mereka sehingga mereka merasa terdorong untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun