Mohon tunggu...
Ary Adianto
Ary Adianto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Great Communicators

Let's talk about economics, history and geography.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Masa Depan Suram Generasi Milenial?

28 Desember 2020   22:45 Diperbarui: 28 Desember 2020   22:55 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkembangan Kegiatan Ekonomi Manusia (Source : https://christianmanrique.com/)

Mengenal Siapa Generasi Millenial?

Generasi Millenial merupakan kelompok usia yang saat ini sedang memasuki periode puncak dalam kehidupan mereka. Generasi Millenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 – 2000.

Jumlah mereka banyak dan merupakan bagian yang besar dari keseluruhan populasi manusia. Generasi Millenial terlahir dan tumbuh di awal-awal berkembangnya teknologi informasi. Mereka masih sempat mengalami masa keemasan teknologi offline seperti kaset pita, walkman, CD dan DVD.

Di sisi lain, Generasi Millenial terlahir pada zaman ketika teknologi informasi sudah sedemikian maju. Sedari kecil mereka sudah familiar dengan laptop, internet, wifi, dan ponsel pintar. Sebuah riset menemukan beberapa fakta, bahwa Generasi Millenial adalah generasi yang paling banyak mengidap gangguan kesehatan mental, terutama terkait media sosial. Selain itu, para ahli juga menyebut Generasi Millenial sebagai “generasi yang paling kesepian”, meskipun mereka terlahir di era internet.

Dibidang keuangan Generasi Millenial cenderung mengalokasikan uang mereka untuk berbelanja hal-hal yang menarik dan memberikan pengalaman.

Pandemik Covid 19 dan Millenial

(Source : https://www.thebalance.com/ )
(Source : https://www.thebalance.com/ )

Korban ekonomi dari pandemi virus korona sangat besar, dengan puluhan juta pengangguran dan ekonomi di Indonesia menyusut pada tingkat yang tidak terlihat dalam lebih dari satu dekade. Lembaga keuangan global seperti Dana Moneter Internasional memperingatkan bahwa Covid-19 dapat memicu perlambatan ekonomi global yang hanya sebanding dengan depresi ekonomi hebat.

Pandemi virus corona telah membuat ekonomi dan pasar kerja berantakan, karena seluruh industri tiba-tiba terhenti sejak Maret. Sekitar 9,77 juta orang menggagur.

Apabila ditambah dengan pekerja paruh waktu sejumlah 33,34 juta dan setengah penganggur sebanyak 13,09 juta, maka terdapat 56,2 juta orang yang bekerja tidak penuh. Adapun yang mengalami dampak penurunan pendapatan akibat COVID-19 adalah masyarakat berpenghasilan rendah di bawah Rp 1,8 juta sebesar 70,5%.

Tetapi laporan baru oleh Economic Policy Institute memberi kita pandangan lebih dekat pada seberapa banyak kekacauan yang terjadi pada Millenial khususnya. Untuk orang-orang yang berusia antara 16 hingga 24 tahun, pengangguran sekitar 24,4%, mencapai tertinggi 26,9% di bulan April.

Sampai September, pengangguran kaum muda tetap tinggi jauh di atas angka populasi umum. Untuk mereka yang berusia antara 16 hingga 19 tahun, itu 15,9% dan untuk mereka yang berusia antara 20 hingga 24 tahun, itu adalah 12,5%.

Sebagian, tingkat pengangguran yang tinggi disebabkan oleh fakta bahwa pekerja muda cenderung terkonsentrasi di industri ritel, perhotelan, dan rekreasi, yang mengalami pukulan terberat dari penguncian COVID-19.

Terkadang, pengangguran pemuda diabaikan seolah-olah itu bukan masalah besar - ada persepsi bahwa mereka akan baik-baik saja karena mereka masih muda. Tidak apa-apa menjadi melarat saat Anda berusia akhir belasan atau awal 20-an, mengerjakan pekerjaan buruk dengan bayaran kecil, karena suatu hari Anda akan berhasil.

Bahkan ada perasaan bahwa memang seharusnya demikian; kaum muda hidup dengan makan indomie dan hidup dengan sepuluh teman sekamar, karena inilah jenis perjuangan pembentukan karakter yang Anda perlukan sebagai orang dewasa yang lebih dewasa.

Saatnya melepaskan mitos-mitos ini. Krisis setengah pengangguran akan memiliki efek jangka panjang pada kaum muda yang terpengaruh secara tidak proporsional bahkan setelah mereka mendapatkan pekerjaan. Mereka yang harus membangun resume mereka dengan pengalaman kerja yang berharga dan relevan malah memulai karir mereka dalam pekerjaan berkualitas rendah yang tidak akan membawa mereka ke peluang dengan gaji lebih tinggi.

Skill Tak Sesuai, Suplai Tenaga Kerja Tak Terserap

(Source : https://minutes.co/)
(Source : https://minutes.co/)

Kenaikan jumlah penganggur lulusan SMK dan Perguruan Tinggi dianggap sebagai buah dari belum terbentuknya keserasian antara sisi suplai dan permintaan tenaga kerja di Indonesia.

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menduga setidaknya ada dua sebab utama naiknya penganggur terdidik dan terampil. Pertama, bisa jadi para lulusan Perhuruan Tinggi terlalu memilih pekerjaan yang hendak dijalani selepas dunia pendidikan lantaran gengsi.

Kedua, ada kemungkinan kemampuan atau skill yang dimiliki lulusan SMK dan Perguruan Tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Hal ini diharapkan bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah.

“Ini menunjukkan bahwa semakin besar tantangannya. Mulai dari kecocokan skill yang diperoleh, permintaan dunia kerja, nah ini link and match-nya belum terbangun. Banyak mungkin institusi pendidikan masih menggunakan kurikulum yang mungkin nanti tak lagi digunakan industri,” tuturnya.

Penggaguran Menurut Tingkat Pendidikan dan Provinsi di Indonesia 2019 ( Source : Lokadata)
Penggaguran Menurut Tingkat Pendidikan dan Provinsi di Indonesia 2019 ( Source : Lokadata)
“Laju industri pengolahan tak mampu mengimbangi relatif tingginya porsi pengangguran lulusan SMK dan universitas. Apabila kita membayangkan pendidikan vokasi yang ideal, itu kan salah satunya di Jerman. Sebagai negara industri, di sana industrinya tumbuh sehingga lulusan SMK-nya selalu diserap. Sementara itu, di Indonesia industrinya tidak tumbuh-tumbuh,” tambahnya.

Sementara itu Bank Dunia menyatakan, negara harus segera menempatkan investasi pada sumber daya manusia, yakni di sektor pendidikan dan kesehatan. Ini untuk menyikapi perkembangan teknologi yang kian pesat dan memengaruhi pasar tenaga kerja.

Hal tersebut diungkapkan Bank Dunia dalam World Development Report 2019: The Changing Nature of Work. Laporan ini dirilis pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. “Lingkungan pekerjaan tidak hanya berubah, namun berubah dengan sangat cepat.

Kita tidak tahu pekerjaan seperti apa yang akan diperebutkan siswa SD sekarang di masa mendatang, karena banyak pekerjaan itu belum ada,” kata Presiden Grup Bank Dunia Jim Young Kim dalam laporannya.

Kim menuturkan, tantangan terbesar adalah membekali para generasi masa depan tersebut dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk apapun pekerjaan mereka nanti. Beberapa keterampilan yang dimaksud antara lain pemikiran kritis dan pemecahan masalah, termasuk kemampuan interpersonal.

Dalam laporan tersebut, Bank Dunia menyatakan jumlah robot yang dioperasikan di dunia bertambah sangat cepat. Ini memicu kekhawatiran menyusutnya lapangan pekerjaan. Namun demikian, pada saat bersamaan teknologi juga menawarkan lapangan kerja baru, meningkatkan produktivitas, dan memberikan layanan publik yang lebih baik.

Keadaan Ekonomi di 2021 Belum Pulih Seutuhnya

Keadaan Ekonomi di 2021 Belum Pulih (Source : https://www.shrm.org/):
Keadaan Ekonomi di 2021 Belum Pulih (Source : https://www.shrm.org/):

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengkhawatirkan terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia akibat pandemi COVID-19. Dia bilang tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional berpotensi mencapai 10,7 juta sampai 12,7 juta orang di tahun 2021.

Ekonom memproyeksi kinerja perekonomian pada tahun 2021 mendatang belum sepenuhnya pulih. Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memang memberikan dampak positif ke perekonomian.

Namun, hal itu hanya berlangsung dalam jangka waktu pendek. Perbaikan kinerja secara sementara itu terlihat dari indeks manufaktur Indonesia (PMI) yang sempat naik ke level 50,8 pada Agustus 2020, namun pada September 2020 kembali turun ke 47,2.

Fokus Pada Pengembangan Diri Dan Sadar Dunia Telah Berubah

Perkembangan Kegiatan Ekonomi Manusia (Source : https://christianmanrique.com/)
Perkembangan Kegiatan Ekonomi Manusia (Source : https://christianmanrique.com/)

Pandemi  COVID-19 menjadi tantangan baru dalam dunia kerja. Perusahaan dituntut untuk terus melakukan efisiensi dalam menyeimbangkan antara perekonomian perusahaan dengan kesehatan karyawan. Adanya keseimbangan itu dalam jangka panjang mampu bertahan dalam krisis saat pandemi COVID-19.

Selain covid 19, Milenial juga dihadapi fakta bahwa kita dihadapkan pada Revolusi industri 4.0 akan membuat 75 juta hingga 375 juta pekerjaan hilang akibat rontoknya berbagai perusahaan sebagai dampak otomatisasi dan digitalisasi, namun juga membuka berbagai lapangan pekerjaan baru.

Hal ini harus menjadi fokus utama generasi Millenial untuk menyeimbangkan antara skill yang dibutuhkan pasar dengan pekerjaan yang dibutuhkan dimasa yang akan datang, Apabila kita tidak mampu beradaptasi maka yang terjadi adalah tingkat pengguran yang tinggi dan masa depan yang suram bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun