Mohon tunggu...
Ary Adianto
Ary Adianto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Great Communicators

Let's talk about economics, history and geography.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Akankah Perdamaian Antara Israel dan Palestina Terjadi?

3 November 2020   14:28 Diperbarui: 4 November 2020   14:10 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rencana Pembentukan Wilayah Palestina ditentang Banyak Pemimpin Pelestina, Karena dianggap merugikan pihak Palestina yang Harus Mengakui Yerusalem ke Pihak Israel dan Penyemoitan Wilayah Palestina. (Source : Aljazeera.com)

Konflik Israel-Palestina merupakan salah satu konflik yang tidak pernah usai dan paling tragis di dunia. Tetapi bagaimana konflik tersebut dimulai, dan apa yang akan terjadi di masa depan? Berikut pemaparan mengenai sejarah konflik Israel-Palestina, mengapa perdamaian belum tercapai, dan bagaimana prospek konflik ini di masa yang akan datang?

Sejarah konflik Israel-Palestina

Setelah Perang Dunia II berakhir, perang antara Israel dan Palestina telah menjadi salah satu konflik paling tragis dan tak terselesaikan di dunia, hingga saat ini.

Pakar keamanan internasional dari University of Sydney, Dr. Gil Merom kepada SBS News memberikan penjelasan bagaimana konflik yang ia sebut sebagai “konflik tentang wilayah ini” bisa terjadi. 

Gerakan Aliyah, gerakan yang di prkarsai oleh kelompok Yahudi dari seluruh dunia untuk kembali mendudukin kawasan yang selama ini dianggap sebagai tanah air mereka yaitu wilayah modern Palestina. 

Pada 1917, Inggris yang pada saat ini mengkoloni Palestina, mengeluarkan Deklarasi Balfour yang menyatakan, “Pemerintah Yang Mulia mendukung pendirian rumah nasional untuk rakyat Yahudi di Palestina, dan akan melakukan upaya terbaik mereka untuk memfasilitasi pencapaian tujuan ini.”

Jelas, masyarakat Palestina yang sejak lama mendiami wilayah tersebut dan merasa sebagai penduduk asli, menolak langkah tersebut. 

Serangan Negara-Negara Arab ke Wilayah Palestina yang diduduki Israel Pada Tahun 1948. (Source : Wikipedia)
Serangan Negara-Negara Arab ke Wilayah Palestina yang diduduki Israel Pada Tahun 1948. (Source : Wikipedia)
Alhasil, dorongan untuk mendirkan negara Yahudi sebagai “rumah”, menjadi semakin kuat. Pada tahun 1947, dunia internasional menyikapi situasi yang tengah terjadi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil jalan tengah dengan memilih untuk membagi wilayah yang diperebutkan menjadi tiga bagian: satu untuk orang Yahudi, satu untuk orang Arab, dan rezim perwalian internasional di Yerusalem.

Orang-orang Arab tidak menerima kesepakatan tersebut, dan mengatakan bahwa PBB tidak punya hak untuk mengambil tanah mereka. Konflik pun tak bisa dihindarkan dan lahirlah “Perang Arab-Israel”

Setelah bertahun-tahun konflik yang diwarnai kekerasan, kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada 1993. Palestina akan mengakui negara Israel dan Israel akan mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Sebagai perwakilan sah rakyat Palestina. Disebut Perjanjian Oslo, kesepakatan itu juga menciptakan Otoritas Palestina. Yang memiliki beberapa kekuasaan pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Melunaknya negara-negara Arab terhadap Israel

Bahrain-Israel-Amerika-UEA, Tekan Normalisasi Hubungan Bilateral Hubungan (Source : DW.com)
Bahrain-Israel-Amerika-UEA, Tekan Normalisasi Hubungan Bilateral Hubungan (Source : DW.com)
Dalam minggu-minggu setelah penandatanganan perjanjian antara Israel, UEA dan Bahrain, Israel sibuk mencoba meyakinkan diri mereka sendiri bahwa ini menandai "awal dari akhir konflik Israel-Arab" atau awal dari "gelombang dukungan Arab yang akan mengubur masalah Palestina, untuk selamanya, Sehingga mengamankan peran Israel di Timur Tengah.

Mungkin benar bahwa orang Israel dapat menemukan alasan untuk merasa optimis tentang fakta bahwa dua negara Arab yang tidak pernah berperang dengan mereka, sekarang akan bekerja untuk mengembangkan hubungan terbuka.

Sebaliknya, rakyat Palestina memiliki hak untuk merasa sangat terganggu oleh fakta bahwa ketidakadilan historis yang mereka derita, terus mereka alami, tampaknya diabaikan oleh dua negara persaudaraan Arab.

Pertama-tama, seperti yang telah dicatat sebelumnya, masalah Palestina akan tetap hidup selama mayoritas orang yang tinggal di antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania adalah orang Arab Palestina; mereka hidup sebagai warga negara kelas dua dalam di dalam Israel atau di bawah kondisi “Apartheid” di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.

Selain itu, jutaan orang Palestina tinggal di pengasingan, karena telah ditolak hak mereka yang sah atas rumah dan properti leluhur mereka. Realitas yang meresahkan ini tidak dapat diabaikan selamanya dan menghadirkan tantangan yang tidak dapat dihapus.

Palestina di bawah kendali Israel

Peta Tepi Barat, Palestina. Oranye : Wilayah yang diduduki Palestina, Biru : Wilayah yang diduduki Israel, Hijau : Wilayah Pemukiman Ilegal Yahudi Israel. (Source : BBC
Peta Tepi Barat, Palestina. Oranye : Wilayah yang diduduki Palestina, Biru : Wilayah yang diduduki Israel, Hijau : Wilayah Pemukiman Ilegal Yahudi Israel. (Source : BBC

Di Tepi Barat, Israel menerapkan praktik yang sama yang mereka gunakan untuk mengontrol warga Palestina mereka sendiri. Mereka menguasai tanah di sekitar wilayah berpenduduk Arab. Beberapa daerah dicadangkan sebagai 'Ruang Hijau' atau sebagai 'Zona Militer' hanya untuk diserahkan kepada pemukim dalam upaya untuk menguduskan wilayah tersebut.

Hal ini sangat mempengaruhi kemampuan orang-orang Palestina untuk mengembangkan ekonomi mereka, memaksa mereka untuk tinggal di desa-desa yang semakin padat dan miskin, dan rentan terhadap keputusan militer yang sewenang-wenang atau pelecehan oleh pejabat atau kekerasan pemukim.

Saat ini, Israel memiliki kendali penuh atas lebih dari 60% tanah Tepi Barat dan ada lebih dari enam ratus lima puluh ribu pemukim yang tinggal di koloni di wilayah yang dihubungkan oleh jalan yang aman satu sama lain dan Israel sebelum tahun 1967.

Israel tidak menunjukkan minat untuk menyerahkan kendali ini. Mereka mungkin berpura-pura tertarik pada solusi dua negara, tetapi retorika dan perilaku mereka mengatakan sebaliknya.

Meskipun ada pernyataan yang bertentangan, kepemimpinan Israel tidak pernah menerima hak Palestina untuk mendirikan negara berdaulat yang benar-benar merdeka. Bahkan selama periode Oslo, populasi pemukiman di Tepi Barat berlipat ganda, begitu pula perampasan tanah.

Masa depan Israel–Palestina

Rencana Peta : Kiri : Rancangan Wilayah Palestina Oleh Amerika Serikat 2020, Kanan : Rancangan Wilayah Palestina oleh UN 1947. (Source : https://www.diis.dk/en/research/future-of-palestine)
Rencana Peta : Kiri : Rancangan Wilayah Palestina Oleh Amerika Serikat 2020, Kanan : Rancangan Wilayah Palestina oleh UN 1947. (Source : https://www.diis.dk/en/research/future-of-palestine)
Cetak biru perdamaian Timur Tengah yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) masih belum selesai setelah hampir dua tahun dirancang.

Draf perdamaian ini merupakan rencana besar AS untuk mengakhiri konflik antara Palestina dan Israel. Inisiasi tersebut didorong oleh penasihat Gedung Putih sekaligus menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner.

Sumber-sumber di Palestina dan Arab Saudi disebut telah diberikan pengarahan tentang rancangan rencana perdamaian tersebut. Dalam rancangan itu, Kushner tidak mengedepankan solusi dua negara.

Solusi ini merupakan formula AS dan internasional agar Palestina mendapatkan kemerdekaan dan hidup berdampingan bersama Israel.

Para pejabat Palestina mengatakan kepada Reuters, secara politis kesepakatan perdamaian itu akan memperluas wilayah Gaza ke bagian utara Mesir. Nantinya wilayah tersebut akan berada di bawah kendali Mesir.

Palestina akan mendapatkan bagian yang lebih kecil di Tepi Barat dan beberapa daerah di pinggiran Yerusalem serta tidak ada kontrol atas perbatasan mereka. Beberapa sumber di negara Barat dan Arab telah mengonfirmasi garis besar rencana tersebut.

Desas-desus mengenai ekspansi wilayah Palestina ke Gurun Sinai Mesir telah ditepis oleh utusan Trump di Timur Tengah, Jason Greenblatt. Dia mengatakan, dalam rancangan perdamaian tersebut tidak digunakan istilah solusi dua negara.

"Kami percaya bahwa menggunakan frasa dan label tertentu tidak membantu karena mereka kurang detail. Mereka memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda. Setelah dirilis, rencana tersebut akan menunjukkan apa yang kami pikir mungkin solusi terbaik untuk kedua belah pihak," ujar Greenblatt.

Kushner dan Trump tampaknya memanfaatkan konflik Palestina dan Israel sebagai sebuah transaksi. Washington menginisiasi konferensi ekonomi dengan negara-negara Timur Tengah di Bahrain pada Juni ini.

Namun, rencana tersebut kemungkinan akan ditunda karena terjadi pergolakan politik di Israel, di mana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu harus bertarung dalam pemilihan umum kedua setelah gagal membentuk pemerintahan. Adapun konferensi ekonomi tersebut diboikot oleh para pengusaha dan pejabat Palestina.

"Kami tidak mengusulkan perdamaian ekonomi. Kami tahu itu tidak dapat diterima oleh Palestina. Kami sudah sangat jelas bahwa rencana perdamaian tersebut sudah lengkap, termasuk komponen politik juga. Namun, rencana ekonomi adalah komponen penting untuk rencana penuh," kata Greenblatt.

Penolakan keras pihak Palestina terhadap usulan 2 negara oleh Amerika Serikat

Rencana Pembentukan Wilayah Palestina ditentang Banyak Pemimpin Pelestina, Karena dianggap merugikan pihak Palestina yang Harus Mengakui Yerusalem ke Pihak Israel dan Penyemoitan Wilayah Palestina. (Source : Aljazeera.com)
Rencana Pembentukan Wilayah Palestina ditentang Banyak Pemimpin Pelestina, Karena dianggap merugikan pihak Palestina yang Harus Mengakui Yerusalem ke Pihak Israel dan Penyemoitan Wilayah Palestina. (Source : Aljazeera.com)
Perjanjian perdamaian yang diinisiasi oleh AS ditolak oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan kelompok Hamas. Abbas telah memboikot hubungan politik dengan pemerintahan Trump selama 18 bulan.

Hal ini menyusul sejumlah kebijakan Trump yang dinilai merugikan Palestina, mulai dari mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel hingga memindahkan kedutaan AS ke wilayah tersebut. Kebijakan lain yang membuat Palestina geram, yakni Washington mendukung kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Sejak saat itu, pemerintahan Trump membatasi bantuan kepada Otoritas Palestina dan menutup perwakilan Palestine Liberation Organisation (PLO) di Washington. Selain itu, AS juga memotong dana bantuan kepada UNRWA, yakni sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memberikan batuan kepada pengungsi Palestina.

"Hari ini, solusi dua negara telah dibatalkan," ujar pemimpin senior Palestina.

PLO telah menolak upaya Kushner yang merayu warga Palestina agar menerima pendudukan Israel di Tepi Barat. Seorang anggota senior PLO, Hanan Ashrawi, dalam Twitter-nya menyatakan, inisiasi AS mengadakan konferensi ekonomi di Bahrain hanya sebuah upaya untuk merayu Palestina.

Tak hanya itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam keras badan internasional yang mendukung pendudukan berkepanjangan di Palestina, termasuk keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pertemuan puncak OKI di Makkah, Arab Saudi, menyebutkan dalam pernyataan akhirnya, Sabtu (1/6), yang menentang semua tindakan tidak sah Israel untuk mengubah fakta di Palestina, termasuk penyelesaian dua negara.

Karena itu, OKI mendesak negara anggotanya agar bertindak terhadap upaya pemindahan kedutaan besar ke Yerusalem. OKI juga menolak menerima setiap usul penyelesaian damai yang tidak sejalan dengan hak sah rakyat Palestina yang tak dapat ditolak.

Kesimpulan: Dalam waktu dekat konflik Israel-Palestina tidak akan selesai

Ada terlalu banyak kepentingan yang menunggangi konflik tersebut. Salah satunya kepentingan Amerika Serikat, yang ingin menjadikan Israel sebagai benteng pertahanan untuk mengontrol Timur Tengah. Israel yang merasa punya banyak dukungan juga sering dengan seenaknya melanggar resolusi PBB dan tidak memedulikan sanksi yang dijatuhkan.

Dari sisi Palestina, banyak negara Arab yang terkekang atas perjanjian yang dibuat oleh Amerika untuk melakukan kegiatan ekonomi, militer dan memastikan keamanan kawasan terhadap ancaman Iran. Maka dari itu amat sangat tidak mungkin terjadi perdamaian dari kedua belah pihak untuk saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun