Terhadap China, Napoleon Bonaparte pernah berkata, “Ici repose un géant endormi, laissez le dormir, car quand il s’éveillera, il étonnera le monde” (Disinilah seekor raksasa tertidur, biarkan dia tidur, karena ketika dia terbangun, ia akan mengejutkan dunia). Bagaimanapun, Bonaparte telah secara cermat memprediksikan China di masa depan. Saat ini, meskipun belum dapat disetarakan dengan Amerika, China adalah emerging power yang tak terbantahkan dalam Hubungan Internasional
.
Diberitakan oleh Bloomberg, Washingtonpost, NYTimes, dan The Economist pada Agustus 2010, China akhirnya melampaui Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, dan dengan demikian terbesar di Asia Timur. Jika China mampu melampaui ekonomi Amerika sebagai kekuatan ekonomi terbersar dunia 10 sampai 15 tahun mendatang, maka untuk pertama kalinya, ekonomi dunia akan dipimpin oleh negara non-barat, non-demokrasi, dan negara yang tidak menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa ibu (Johnson, 2014).
china surpassed japan as second largest economy in the worldBangunnya China, seperti yang dikatakan Bonaparte, juga diutarakan oleh Presiden Xi Jinping dalam pidatonya pada peringatan 50 tahun hubungan diplomatik China – Perancis, “China, the (sleeping) lion, has woken up. But this is a peaceful, amiable, and civilized lion.” Hal tersebut diutarakan China untuk menghindari atau mengurangi sedikit kekhawatiran Amerika yang memandang China berpotensi menantang posisinya sebagai negara hegemon.
Mungkin juga untuk menekankan kepada negara-negara tetangga bahwa kebangkitan China tidak dimaksudkan untuk mengintimidasi mereka. Namun yang terjadi di lapangan, perkembangan kekuatan China tersebut telah membuatnya lebih teguh dalam mempertahankan kepentingannya, terutama ketika hal tersebut berkaitan dengan kedaulatan teritori. Sikap agresif China di Laut China Timur dan di Laut China Selatan justru membuat negara-negara yang terlibat perselisihan merasa khawatir. Apalagi ditambah dengan modernisasi militer China yang terus menerus dilakukan tanpa transparansi.
Pertumbuhan ekonomi yang progresif selalu diikuti dengan kebutuhan untuk meningkatkan kekuatan militer. Melalui perbaikan terus menerus, pada tahun 2000 saja, China telah memiliki pesawat terbang, misil, dan kapal selam berteknologi canggih. Serta 17 rudal balistik antarbenua, 70 rudal balistik menengah, dan 12 kapal selam yang mampu meluncurkan rudal. Rudal antarbenua China tersebut mampu menjangkau hingga 8,000 km, atau dengan kata lain, mampu mencapai hingga Moskow dan pantai barat Amerika (Hsu, 2000: 992). Sejak tahun 2010, China juga telah menyebarkan rudal balistik darat yang dapat diluncurkan dengan menggunakan truk dan mampu mencapai jarak hingga 1,500 km.
Kekuatan ekonomi yang diiringi dengan pembangunan kekuatan militer ini kemudian meningkatkan kepercayaan diri dan keinginan China untuk berperan lebih dominan dalam hubungan internasional. China memperluas pengaruh tidak hanya di kawasan Asia, tetapi juga Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Selatan. Hal ini terutama dilakukan untuk menghindari China tergantung hanya pada satu kawasan sumber penyuplai energy. Sehingga, jika salah satu kawasan mengalami instabilitas, pergerakan roda ekonomi China tetap aman. China juga telah lebih banyak terlibat dalam tatanan global yang selama ini didominasi oleh Amerika, sekaligus berupaya membuat sebuah tatanan baru yang sesuai dengan nilai-nilai dan kepentingan China. Salah satu indikasi tersebut terlihat dari sikap China yang menginisiasi AIIB untuk menyaingi World Bank yang nilai-nilai dan aturannya dikomando oleh Amerika.
Akankah china memegang peranan sebagai negara superpower pada abad 21 ini, seperti apa yang pernah diraih inggris (abad 19) dan amerika (abad 20) ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H