Dalam integritas (integrity), harus terkandung makna konsistensi antara tindakan dan nilai, sehingga integritas dari setiap pemimpin menjadi hal yang mutlak sebagai landasan yang profesional dalam melaksanakan tugas organisasi dan melayani masyarakat. Integritas perlu dimiliki oleh setiap pemimpin yang terlibat langsung di dalam organisasi. Tanpa integritas, organisasi tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mewujudkan visi dan misi pelayanannya, hal ini tentunya di dukung oleh seorang pemimpin yang memiliki jiwa integritas, tanpa adanya integritas dari pemimpin sebagai pengendali organisasi atau pengarah, maka pemimpin tersebut cenderung melahirkan proses bisnis yang tidak sehat bahkan menuju perilaku koruptif yang memiliki dampak jangka panjang terhadap performa kinerja organisasi tersebut.
e. Perubahan
Dalam kepemimpinan sangat penting untuk melakukan perubahan (change), pada saat yang tepat karena kondisi yang dihadapi selalu berubah setiap waktu. Sebagai contoh, teknologi yang semakin canggih akan sangat masif digunakan dalam berbagai proses bisnis, maka banyak sektor yang wajib cakap dalam mengelola teknologi informasi demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Apabila tidak melakukan perubahan dengan mengacu pada kondisi sekarang maka kejayaan itu akan tergerus oleh perkembangan zaman seperti bagaimana mengelola sumber daya manusia kaum milenial saat ini.
Seturut hal demikian, Islam kemudian menggariskan enam prinsip utama sikap teologis terhadap perawatan lingkungan. Pertama, prinsip memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya alias tauhid. Prinsip Agama Hijau ini menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Konsekuensinya, manusia dan alam pada hakikatnya adalah satu dan tidak terpisahkan.
Kedua, melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan (ayat) di mana saja. Singkat kata, prinsip alam sebagai tanda (ayat). Maknanya, alam ini tersedia bagi manusia untuk dijadikan pelajaran dan bahan renungan alih-alih sekadar obyek untuk dieksploitasi. Mempelajari alam adalah sarana bagi kita untuk mensyukuri keindahan anugerah Tuhan.
 Oleh Nanang Qosim
Sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim Abdul-Matin dalam Greendeen: What Islam Teaches about Protecting the Planet (terjemahan, Zaman, 2012), Islam adalah agama komprehensif (kaffah) yang sangat mendetail dalam menggambarkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Bagi Ibrahim, seorang Muslim sejati harusnya seorang Muslim hijau yang mengamalkan Agama Hijau. Yaitu, penganut agama Islam yang sangat peduli atas isu-isu lingkungan seraya mengintegrasikan keimanannya dengan upaya penjagaan bumi ini.
Seturut hal demikian, Islam kemudian menggariskan enam prinsip utama sikap teologis terhadap perawatan lingkungan. Pertama, prinsip memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya alias tauhid. Prinsip Agama Hijau ini menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Konsekuensinya, manusia dan alam pada hakikatnya adalah satu dan tidak terpisahkan.
Kedua, melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan (ayat) di mana saja. Singkat kata, prinsip alam sebagai tanda (ayat). Maknanya, alam ini tersedia bagi manusia untuk dijadikan pelajaran dan bahan renungan alih-alih sekadar obyek untuk dieksploitasi. Mempelajari alam adalah sarana bagi kita untuk mensyukuri keindahan anugerah Tuhan.
Ketiga, prinsip menjadi penjaga (khalifah) di bumi. Ketimbang sebagai penguasa alam semesta, manusia sebenarnya hanyalah wakil Allah (khalifatullah) yang sekadar mendapatkan mandat untuk memanfaatkan lingkungan dengan cara bijaksana.