Mohon tunggu...
arya astina
arya astina Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi pendidikan, Trainer, Penulis

“Mendedikasikan diri di dunia pendidikan dan pelatihan untuk mewujudkan generasi yang berkualitas”

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Umpan Balik dalam Pembelajaran: Hal kecil yang Tidak Boleh Diabaikan

18 Desember 2024   18:08 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:08 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengajar, ada kebanggaan tersendiri ketika melihat peserta didik kita meraih skor tinggi. Angka atau skor tersebut sering dianggap sebagai bukti keberhasilan belajar sekaligus validasi atas metode yang kita gunakan. Tak dapat dimungkiri, skor tinggi dapat menjadi pemicu motivasi. Ketika siswa melihat kerja keras mereka berbuah manis, rasa percaya diri dan semangat belajar meningkat.

Namun, pernahkah kita merenung lebih dalam? Apakah angka-angka tersebut benar-benar mencerminkan penguasaan kompetensi secara utuh? Apakah siswa yang meraih skor tinggi itu benar-benar siap menghadapi tantangan nyata di dunia kerja? Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, skor tinggi hanyalah puncak gunung es. Di balik angka-angka tersebut, sering tersembunyi kekurangan kecil yang, jika diabaikan, bisa berdampak besar di masa depan.

Bayangkan seorang siswa yang meraih nilai 90 dalam ujian. Nilai itu tentu membanggakan, tetapi bagaimana dengan 10% yang belum ia kuasai? Apakah celah itu tidak akan mengganggu performanya di dunia kerja nanti? Jika kita sebagai pengajar tidak berupaya mengidentifikasi dan membantu siswa memperbaiki kekurangan tersebut melalui umpan balik yang konstruktif, maka sejatinya kita hanya bergantung pada keberuntungan dalam meluluskannya.

Contohnya dalam bidang tata boga, seorang siswa mungkin mendapat skor tinggi dalam ujian teknik memasak. Hampir semua teknik dasar telah ia kuasai dengan baik, tetapi ia masih sedikit kesulitan menentukan tingkat kematangan daging secara konsisten. Kekurangan ini tampak kecil, tetapi di dunia nyata (dapur restoran sebenarnya) kekurangan semacam ini bisa menyebabkan keluhan pelanggan.

Inilah alasan mengapa umpan balik terhadap hal-hal kecil yang belum dikuasai menjadi sangat penting. Angka bisa memotivasi, tetapi sebagai pengajar, tugas kita adalah melihat lebih jauh. Apakah kita puas hanya dengan skor tinggi? Atau sudahkah kita cukup teliti untuk mengidentifikasi dan memahami area yang masih memerlukan perbaikan? Karena pada akhirnya, pembelajaran bukan soal seberapa banyak jawaban benar yang diberikan, melainkan seberapa siap mereka menguasai aspek kritis di dunia kerja nyata.

Memberikan umpan balik yang konkret atas kekurangan bukanlah tanda kegagalan, melainkan wujud kepedulian seorang pengajar. Tidak cukup hanya menyampaikan komentar umum seperti "tingkatkan prestasi ya" atau "lebih semangat untuk berlatih." Umpan balik yang baik harus spesifik dan dapat ditindaklanjuti, misalnya: "Kamu sudah cukup baik dalam menerapkan beberapa metode ini, tetapi cobalah pelajari modul praktik halaman 54 sampai 56, setelah itu coba latihkan kembali". Umpan balik seperti ini adalah sebuah investasi untuk memastikan penguasaan kompetensi yang lebih baik.

Umpan balik yang konkret dan tepat sasaran memungkinkan peserta didik menutup celah kekurangannya. Mungkin celah itu tampak kecil, tetapi jika diabaikan, ia dapat tumbuh menjadi hambatan besar di kemudian hari. Skor tinggi hanya menjadi bermakna jika didukung oleh penguasaan kompetensi yang menyeluruh. Tugas kita adalah memastikan tidak ada aspek kritis atau poin penting yang terlewat.

Pembelajaran berbasis kompetensi menekankan penguasaan kompetensi secara mendalam sesuai dengan kebutuhan dunia nyata. Dalam pendekatan ini, keberhasilan tidak hanya diukur melalui skor atau angka, tetapi juga melalui sejauh mana siswa mampu menerapkan apa yang telah dipelajari dalam konteks yang relevan. Tujuan utamanya adalah membekali peserta didik dengan kompetensi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan nyata di masa depan.

Mari kita renungkan, sudahkah kita memberi umpan balik yang benar-benar berarti, atau masih terpaku hanya pada skor dan angka? Setiap umpan balik yang konkrit dan konstruktif adalah pijakan penting menuju kompetensi sejati.

Oleh: Arya Astina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun