Kita seringkali merasa kesal dan kecewa bila banyak hal yang sudah direncakan tiba-tiba gagal begitu saja, bukan? Atau misalnya kita menjadi kecewa terhadap diri kita sendiri dan orang lain ketika kita mendapatkan komentar negatif. Akui saja respon itulah yang sering kita tampakkan.
Kebetulan dulu saya merupakan orang yang suka overthinking bila akan melakukan suatu pekerjaan dan takut akan mendapatkan kritik maupun respon yang tidak menyenangkan dari orang lain.Â
Ketika saya mendapatkan komentar negatif dari orang lain, saya merasa kecewa dengan orang tersebut dan tentunya juga dengan diri saya sendiri.Â
Saya menjadi lesu dan merasa percuma mengusahakan dengan maksimal apa yang selama ini saya lakukan, yang pada akhirnya dinilai negatif oleh orang lain.
Tetapi makin saya beranjak dewasa, saya semakin lelah dengan pola pikir dan perasaan saya tersebut. Saya merasa untuk apa menyenangkan hati orang lain yang jelas-jelas orang tersebut tidak menyukai saya? Dan pada akhirnya saya menemukan sebuah aliran filsafat kuno yang mengubah pola pikir saya saat ini, yaa Stoikisme!
Mengenal Stoikisme
Stoikisme merupakan sebuah aliran atau mazhab filsafat Yunani kuno yang sudah ada sejak awal abad ke-3 Â sebelum masehi yang dicetuskan oleh Zeno dari Citium. Kemudian aliran filsafat stoa ini terus dikembangkan oleh Epictetus (55-135 SM) serta kemudian dilanjutkan oleh Marcus Aurelius (121-180 SM).
Filosofi stoikisme menekankan bahwa semua hal dalam hidup bersifat netral, baik atau buruknya suatu hal itu tercipta dari interpretasi pikiran kita sendiri. Misalkan kita terpaksa menjual motor kesayangan kita karena harus membayar biaya kuliah di akhir semester.Â
Jika kita menginterpretasikan secara negatif maka kita akan menyalahkan keadaan ekonomi kita saat ini, akan tetapi bila kita menginterpretasikan secara positif maka kita akan berfikir bahwa hal tersebut tepat untuk dilakukan karena kita akan bisa melanjutkan kuliah kita. Toh soal motor kita bisa beli lagi saat sudah bekerja nanti.