Mohon tunggu...
Arya Adi Seputro
Arya Adi Seputro Mohon Tunggu... Guru - Manusia biasa yang ingin menjadi manusia seutuhnya

It’s just myself talking to myself about myself.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hidup Terkadang Membosankan dan Kita Dipaksa Untuk Menikmatinya

6 April 2022   10:38 Diperbarui: 6 April 2022   10:43 2081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perasaan bosan.| Sumber: headline.co.id

Kebosanan merupakan penyakit kambuhan yang sering dialami oleh manusia. Bukan penyakit fisik, tetapi kondisi dimana kita benar-benar jenuh terhadap aktivitas maupun rutinitas yang kita kerjakan. Bahkan, kebosanan tidak memandang usia atau latar belakang seseorang.

Kebosanan juga dapat menyerang seseorang yang berada di berbagai status ekonomi. Misalkan orang yang berada pada tingkat ekonomi yang rendah, bosan dengan kehidupannya lantaran mungkin banyak memiliki utang yang harus dibayarkan. Orang kaya bisa menjadi bosan karena berbagai kesibukkan yang dialaminya untuk mencari pundi-pundi uang, tetapi mereka lebih beruntung karena bisa menyalurkan kebosanannya ke berbagai hal.

Saya sering merasakan bosan dalam kehidupan saya. Datangnya pun tiba-tiba seperti misalkan ketika bekerja di kantor, saat sedang mengajar atau terkadang dalam menulis artikel juga mengalami kebosanan. Saya hanya ingin menjalankan aktivitas yang baru, bukan sebuah rutinitas yang saya kerjakan tiap harinya.

Saya sering curhat dengan orang lain terkait dengan kebosanan yang saya rasakan. Tidak sedikit yang merespon "Sudah dijalani saja, hidup harus disyukuri.". Mengapa kita seakan-akan dipaksa untuk menikmati setiap rasa bosan yang mengalir di sekujur tubuh kita?

Ada juga teman yang mengalami hal  yang sama dengan saya. Beberapa teman menceritakan bahwa kebosanan sering menghinggapi diri mereka.

Kebosanan dalam Filsafat

Kebosanan menjadi musuh terbesar bagi manusia. Dimana setiap manusia ingin menghindarinya dan tidak mau bertarung melawannya. Orang akan seperti dalam keadaan mati bila merasa bosan (Anthony, 2011).

Suasana hati berupa kebosanan ini pernah dibahas oleh Heidegger dalam kuliahnya pada tahun 1929 dan 1930 yang berjudul The Fundamental Concepts of Metaphysics. Kebosanan membawa kita ke dalam perasaan hampa dimana kita sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang kita lihat atau apa yang kita lakukan. Waktu yang kita jalani juga semakin terasa melar dan ada rasa dahaga di tubuh kita yang menuntut kita untuk mencari sumber energi baru.

Menurut Martin Doehlmann seorang pemikir yang berasal dari Jerman, kebosanan dibedakan menjadi dua bentuk yakni kebosanan situasional dan kebosanan eksistensial. 

Yang pertama adalah kebosanan situasional. Kebosanan ini lahir dari segala rutinitas yang selalu kita lakukan. Saya berikan contoh yang paling sederhana misalkan kita bekerja setiap harinya dari jam 07.00 hingga 16.00, sepulang kerja kita membereskan rumah dan lanjut beristirahat.

Mungkin hal tersebut bisa kita lakukan dalam beberapa bulan dengan penuh semangat. Akan tetapi seperti layaknya ban motor, lama kelamaan akan kekurangan angin dan mengalami kebocoran. Kita juga akan merasa bosan dan jenuh sewaktu-waktu.

Bentuk kebosanan yang kedua adalah kebosanan eksistensial. Kebosanan ini disebabkan oleh kecemasan yang dialami oleh seseorang akibat dari adanya krisis eksistensial dan ketidakpastian hidup. Seseorang akan merasa apa yang dilakukan dalam hidupnya hampa dan tanpa makna.

Menyikapi Kebosanan

Seseorang yang terserang kebosanan juga akan merasa tercekik. Jika tidak berhati-hati, orang akan terjebak seperti berada dalam sebuah penjara yang sesak di hati. Setelah itu, orang tersebut akan mudah jatuh ke dalam lubang stress dan depresi. Ia tidak akan lagi memikirkan ideologi-ideologi yang ia miliki sebelumnya. Ia akan terus mencari kepuasan dan kesenangan yang meskipun bersifat sementara dan mungkin bisa menghancurkan hidupnya.

Selain itu menurut Anthony, yang paling berbahaya adalah kebosanan dapat menuntun kita untuk melakukan tindakan yang berujung pada ekstremisme.

Akar dari segala kebosanan adalah ego. Ketika ego muncul, maka kebosanan juga akan muncul setelahnya. Ego adalah sebuah ilusi yang bisa datang dan pergi tanpa berucap. Dengan adanya ego, kita didorong untuk mendapatkan sebuah sensasi baru meskipun bersifat tidak nyata. Semakin kita menuruti ego, semakin pula kita akan merasa bosan.

Kebosanan juga tidaklah sama dengan rasa malas. Jika rasa malas menuntut kita untuk berhenti melakukan apapun, rasa bosan menuntut kita untuk melakukan sesuatu dengan cara yang baru. Dalam kebosanan kita juga akan menemukan kreativitas yang turun bagaikan ilham yang jatuh dari langit selagi kita dapat menempatkan kebosanan dalam hidup kita dengan tepat.

Rasa bosan datang untuk kita atasi. Bagaimana cara mengatasinya? Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengatasi kebosanan, karena itu merupakan seni dalam menjalani hidup. 

Yang jelas, kita sebagai manusia tidak dapat menghindari rasa bosan. Kebosanan akan terus muncul dalam hidup kita. Tetapi inilah hidup, bahwa kita harus terus menjalani kehidupan dan berproses menjadi manusia yang seutuhnya..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun