Kebosanan merupakan penyakit kambuhan yang sering dialami oleh manusia. Bukan penyakit fisik, tetapi kondisi dimana kita benar-benar jenuh terhadap aktivitas maupun rutinitas yang kita kerjakan. Bahkan, kebosanan tidak memandang usia atau latar belakang seseorang.
Kebosanan juga dapat menyerang seseorang yang berada di berbagai status ekonomi. Misalkan orang yang berada pada tingkat ekonomi yang rendah, bosan dengan kehidupannya lantaran mungkin banyak memiliki utang yang harus dibayarkan. Orang kaya bisa menjadi bosan karena berbagai kesibukkan yang dialaminya untuk mencari pundi-pundi uang, tetapi mereka lebih beruntung karena bisa menyalurkan kebosanannya ke berbagai hal.
Saya sering merasakan bosan dalam kehidupan saya. Datangnya pun tiba-tiba seperti misalkan ketika bekerja di kantor, saat sedang mengajar atau terkadang dalam menulis artikel juga mengalami kebosanan. Saya hanya ingin menjalankan aktivitas yang baru, bukan sebuah rutinitas yang saya kerjakan tiap harinya.
Saya sering curhat dengan orang lain terkait dengan kebosanan yang saya rasakan. Tidak sedikit yang merespon "Sudah dijalani saja, hidup harus disyukuri.". Mengapa kita seakan-akan dipaksa untuk menikmati setiap rasa bosan yang mengalir di sekujur tubuh kita?
Ada juga teman yang mengalami hal  yang sama dengan saya. Beberapa teman menceritakan bahwa kebosanan sering menghinggapi diri mereka.
Kebosanan dalam Filsafat
Kebosanan menjadi musuh terbesar bagi manusia. Dimana setiap manusia ingin menghindarinya dan tidak mau bertarung melawannya. Orang akan seperti dalam keadaan mati bila merasa bosan (Anthony, 2011).
Suasana hati berupa kebosanan ini pernah dibahas oleh Heidegger dalam kuliahnya pada tahun 1929 dan 1930 yang berjudul The Fundamental Concepts of Metaphysics. Kebosanan membawa kita ke dalam perasaan hampa dimana kita sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang kita lihat atau apa yang kita lakukan. Waktu yang kita jalani juga semakin terasa melar dan ada rasa dahaga di tubuh kita yang menuntut kita untuk mencari sumber energi baru.
Menurut Martin Doehlmann seorang pemikir yang berasal dari Jerman, kebosanan dibedakan menjadi dua bentuk yakni kebosanan situasional dan kebosanan eksistensial.Â
Yang pertama adalah kebosanan situasional. Kebosanan ini lahir dari segala rutinitas yang selalu kita lakukan. Saya berikan contoh yang paling sederhana misalkan kita bekerja setiap harinya dari jam 07.00 hingga 16.00, sepulang kerja kita membereskan rumah dan lanjut beristirahat.
Mungkin hal tersebut bisa kita lakukan dalam beberapa bulan dengan penuh semangat. Akan tetapi seperti layaknya ban motor, lama kelamaan akan kekurangan angin dan mengalami kebocoran. Kita juga akan merasa bosan dan jenuh sewaktu-waktu.