Sebagian besar orang menganggap bahwa jika penghasilan atau gaji yang kita dapatkan tidak digunakan untuk berbelanja sesuai dengan keinginan hati, akan terkesan percuma kerja capek-capek tapi tidak menikmati hasilnya. Sedangkan sebagian orang yang lainnya memilih untuk hidup apa adanya dan seminimalis mungkin.
Saya teringat akan awal saya memulai sebuah pekerjaan. Ya, pekerjaan saya sampai saat ini adalah seorang pengajar atau guru BK di sebuah SMP swasta di kota Salatiga, provinsi Jawa Tengah. Selain menjadi guru di sekolah, saya mencoba membuka pekerjaan sampingan yaitu menjadi guru les privat anak SD.
Penghasilan yang saya dapatkan selama bekerja sebenarnya tidaklah banyak, ya karena saya masih berstatus pegawai kontrak sih. Meskipun penghasilan saya tidak banyak, saya merasa sangat senang karena bisa mendapatkan penghasilan melalui jerih payah yang telah saya lakukan. Dan semenjak itu, bahaya mengintai isi rekening tabungan saya.
Singkat cerita, saya mencoba mendapatkan keinginan saya. Salah satunya adalah PC (Personal Computer). Alasan saya membeli PC sebenarnya sangat simple, hanya ingin untuk bermain games saja.
Saya mulai memborong satu per satu komponen PC yang saya idamkan, mulai dari memilih chasing yang cakep hingga hardware yang spesifikasinya cukup tinggi. Dan celakanya, saya membeli hampir seluruh komponen tersebut dengan menggunakan sistem Pay Later. Dan setelah PC saya selesai dirakit, saya harus menghabiskan gaji saya hampir selama enam bulan untuk membayar tagihan.
Bersyukur, pada akhirnya saya mulai selesai membayar tagihan-tagihan yang ada dan perlahan keuangan saya kembali normal. Saya mulai berpikir kembali, kenapa saya tidak mencoba hidup apa adanya dan tidak memaksakan ego untuk membeli sesuatu yang tidak terlalu penting? Mengapa saya tidak menjadi kaum minimalism saja?Â
Setelah membaca berbagai bacaan tentang filosofi hidup minimalism dari berbagai sumber, saya mulai ingin menerapkan hidup yang minimalis.
FILOSOFI MINIMALISM
Pemikiran atau pandangan hidup minimalism sangat cepat berkembang pesat di kalangan remaja hingga dewasa, mulai dari kehidupan di negara barat sampai kehidupan di Asia.
Menurut Fumio Sasaki dalam buku yang berjudul "Goodbye, Things - Hidup Minimalis ala Orang Jepang" (2015), minimalism merupakan seseorang yang sungguh-sungguh mengetahui apa yang sangat penting bagi dirinya dan tetap mempertahankan hal-hal yang masih bisa digunakan untuk dirinya sendiri.Â
Selain itu, Millburn dan Nicodemus menganggap bahwa memiliki benda-benda yang banyak dan tidak terlalu penting fungsinya tidak dapat membuat kita bahagia. Seorang minimalism secara sadar harus fokus dengan apa yang benar-benar penting untuk dicapai.Â