Sudah lama sekali saya tidak naik kereta api kelas ekonomi. Seingat saya, terakhir saya naik kereta api ekonomi adalah tahun 1997 jurusan Yogyakarta – Purwokerto. Suatu saat ada teman menceritakan bahwa PT. Kereta Api Indonesia membuka rute yang tergolong baru yaitu rute Semarang – Purwokerto dengan kereta api kelas ekonomi Kamandaka. Teman tersebut juga menceritakan bahwa naik kereta api ekonomi sekarang cukup nyaman karena memakai AC, tidak ada orang lalu lalang menawarkan dagangan, tepat waktu dan yang utama harga tiketnya murah. Sejak lama memang saya mendengar bahwa reputasi PT. Kereta Api Indonesia telah berubah drastis terutama dalam hal pelayanan dan kenyamanan bahkan untuk kereta api kelas ekonomi. Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba naik kereta api Kamandaka ini pada saat cuti.
Dari Stasiun Tawang Semarang, kereta api Kamandaka berangkat pukul 16.15 on time. Saya hampir terlambat karena alpa berhitung waktu tempuh dari Bandara Ahmad Yani ke Stasiun Tawang. Beruntung, saya telah membeli tiket online sebelumnya sehingga tidak perlu lagi membeli tiket di loket (harga tiketnya murah, Rp 70.000. Bandingkan dengan travel minibus yang Rp. 95.000 ). Petugas jaga pintu masuk bahkan menunda sejenak keberangkatan kereta api Kamandaka karena ada beberapa penumpang yang masih berlari larian ke dalam peron karena terlambat (termasuk saya tentu saja hehehe...). Ketika saya memberikan tips untuk kebaikan hati Bapak petugas tersebut, dia menolak dan mengatakan bahwa itu adalah tugasnya (sayangnya saya lupa menanyakan nama Bapak yang baik hati itu). Entah itu karena orangnya yang memang baik atau etos kerja baru PT. Kereta Api, yang jelas menolak tips karena menolong penumpang yang hampir terlambat adalah sebuah sikap mental yang patut diapresiasi
Pukul 16.17 kereta api Kamandaka meninggalkan Stasiun Tawang Semarang menuju ke Purwokerto melalui jalur rel pantai utara Jawa Tengah. Kereta ini melaju cukup kencang karena rel di jalur tersebut telah dibangun menjadi jalur rel ganda (doubel track). Saya lumayan kagum dengan kemajuan kereta api kelas ekonomi ini. Tidak panas, tidak ada orang lalulalang berjualan, lumayan dingin karena AC berfungsi baik dan cepat. Sepanjang perjalanan beberapa kali petugas dari PT. Kereta Api Indonesia menawarkan makanan berupa nasi goreng, mie instan dan beberapa jenis minuman. Saya membeli nasi goreng dan air mineral dan harganya cukup bersahabat, hanya RP. 35.000 saja. Di beberapa area yang dilewati kereta Kamandaka, nampak pemandangan Laut Jawa yang menyegarkan mata. Kereta berhenti di beberapa stasiun, yaitu Weleri, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Slawi dan Bumiayu dengan rata rata waktu berhenti tiap stasiun adalah 5 menit. Pukul 20. 36 kereta api Kamandaka sampai di stasiun Purwokerto sehingga waktu tempuh dari Semarang ke Purwokerto hanya sekitar 4 jam. Ini tentu saja waktu yang amat cepat karena jika menggunakan bus Patas atau travel minibus, waktu tempuhnya bisa 8 bahkan 9 jam.
Setelah mengalami sendiri naik kereta api kelas ekonomi ini, saya sungguh kagum dengan revolusi yang dilakukan jajaran management PT. Kereta Api Indonesia ini. Saya masih ingat sekitar tahun 90an, naik kereta api ekonomi sungguh merupakan sebuah penderitaan sendiri. Panas, pengap, bau, kotor, bolak balik berhenti lama dan banyak orang merokok seenaknya. Bahkan saat itu naik kereta api ekonomi dapat dikatakan merupakan bentuk “anarkisme” dan “intimidasi” orang ke orang lain. Penjual makanan, minuman, cendera mata dan penjual lain mondar mandir dalam jumlah banyak di dalam gerbong dengan suara berisik menawarkan dagangannya. Belum lagi beberapa kali ada orang yang seenaknya menaruh barang dagangan di pangkuan penumpang, tukang ngamen yang suka memaksa penumpang untuk memberikan uang ditambah tukang copet yang berkeliaran.
Apa yang dicapai PT. Kereta Api Indonesia sekarang ini sungguh merupakan revolusi yang bahkan 3 atau 5 tahun lalu tidak pernah dibayangkan akan dapat terwujud. Lebih jauh, semestinya pemerintah memberikan dukungan yang jauh lebih besar kepada perkembangan kereta api ini sehingga frekuensi perjalanan dan rute yang dilayani kereta api bisa semakin banyak. Jika ketersediaan rute semakin banyak, orang akan mulai beralih dari kendaraan pribadi ke kereta api saat bepergian keluar kota. “Anarkisme” kereta api ekonomi masa lalu sekarang berpindah ke jalan raya akibat meledaknya volume penjualan kendaraan bermotor akibat hampir tidak adanya pembatasan penjualan di dekade terakhir ini. Jalan raya padat, semua jenis kendaraan bertumpuk jadi satu dan sikap mental pengemudi yang cenderung tidak sabaran dan ugal ugalan. Bahkan di jalan lintas provinsi Jawa, kecepatan rata rata mobil pribadi paling banter hanya 80 km/jam saat bepergian antar kota. Saya yakin, kereta api adalah salah satu solusi jitu untuk membuat orang berpaling dari aspal ke rel saat melakukan perjalanan luar kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H