Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Ketika AI Menganalisa Puisi Kami

10 Juli 2024   00:10 Diperbarui: 10 Juli 2024   00:15 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kehadiran AI memang masih menjadi bahan  perdebatan yang serius. Apakah AI menjadi teman, atau akan menjadi musuh bagi manusia? Akan tetapi, secara pribadi kami memiliki ketertarikan tersendiri dengan AI ini. Merasakan keindahan dan kenikmatan dalam penggunaannya. Terutama, sekedar untuk menjelajahi rasa keingintahuan kami atas apa saja yang sedang menarik perhatian kami.

Berhubung dengan itu, kenapa tidak sekalian kami memerintahkan AI untuk menganalisa tulisan-tulisan yang telah kami tulis? Tentu, hal itu akan membuka perspektif dan wawasan yang baru. Kami sudah coba-coba dengan metode ini sejak bulan puasa silam. Menulis apapun, lalu suruh AI menganalisa. Terkadang, hasil analisanya berada di luar perkiraan kami, dan kami senang akan hal itu. Membaca hasil analisanya menjadikan kami memiliki pandangan baru, ternyata begitulah kami menulis.

Produk AI yang kami gunakan mencakup ChatGPT, Copilot, dan Google Gemini. Kami akan menggunakan ketiga produk AI tersebut secara bergantian agar terjadi variasi dalam hasil analisa mereka. Benar, ketiga produk AI tersebut memiliki pola tersendiri dalam menghasilkan pekerjaan mereka.

Baca juga: Kami Hanya Ingin

Dalam tulisan pertama, atau artikel pertama, tentang respon dan analisa AI, kami akan menggunakan dua puisi yang telah kami terbitkan sebelumnya.

Puisi pertama yang akan dianalisa oleh AI adalah puisi kami berjudul Kisah Malam #2. Produk AI yang menganalisa adalah Copilot. Berikut hasil analisanya:

Puisi ini mengekspresikan perubahan dan perjalanan melalui metafora malam dan matahari. Mari kita lihat lebih dekat:

Baca juga: Tuan, Temuilah Kami

Malam yang begitu panjang: Malam di sini mungkin melambangkan masa-masa sulit atau tantangan dalam hidup. Panjangnya malam menggambarkan ketidakpastian dan kesulitan yang berkelanjutan.

Terpaksalah memasang yang patah: Ini bisa mengacu pada usaha keras untuk memperbaiki sesuatu yang rusak atau menghadapi kesulitan dengan tekad. "Yang patah" mungkin melambangkan kegagalan atau ketidaksempurnaan.

Malam menjadi pendek: Setelah usaha dan perjuangan, malam menjadi pendek. Ini bisa berarti bahwa setelah mengatasi tantangan, kita akan melihat perubahan positif.

Baca juga: Sibuknya Tuan Kami

Setelah usaha ini berakhir, malam akan berakhir: Ini menunjukkan harapan bahwa setelah melewati masa sulit, akan ada perubahan dan kebahagiaan.

Bergantilah dengan matahari yang hangat: Matahari di sini melambangkan kecerahan, kebahagiaan, dan perubahan positif. Pesan terakhir adalah tentang harapan dan optimisme.

Secara keseluruhan, puisi ini mengajak kita untuk tetap berusaha dan percaya bahwa setelah malam yang gelap, akan ada pagi yang cerah.

***

Puisi kedua yang dianalisa oleh produk AI adalah puisi kami dengan judul Kisah Malam #3. Produk AI yang menganalisa puisi ini adalah ChatGPT. Berikut adalah hasil analisanya:

Puisi ini menggambarkan suasana malam yang tenang namun penuh dengan gerakan dan harapan. Berikut adalah analisisnya:

1. **Tema**: Puisi ini mengangkat tema tentang ketenangan malam dan harapan akan fajar yang baru. Ini menggambarkan transisi dari malam yang gelap dan sunyi menuju pagi yang membawa harapan baru.

2. **Suasana**: Suasana dalam puisi ini tenang namun juga dipenuhi dengan pergerakan alami, seperti angin yang berhembus dan awan yang lewat. Meskipun ada gerakan, semuanya terasa damai dan tanpa kata-kata.

3. **Imagery**: Puisi ini menggunakan imagery alam untuk menggambarkan suasana malam. "Angin yang berhembus kencang" dan "awan tiada berkata" memberikan gambaran yang hidup tentang lingkungan malam yang tenang namun dinamis.

4. **Personifikasi**: Awan digambarkan seolah-olah bisa berbicara, tetapi mereka "tiada berkata" dan hanya "numpang lewat". Ini memberi kesan bahwa alam memiliki kehidupan dan perasaan sendiri.

5. **Kontras**: Terdapat kontras antara malam yang penuh dengan aktivitas alami (angin dan awan) dengan penduduk yang sudah "lelap", menunggu fajar. Ini menunjukkan ketenangan dan kedamaian di satu sisi, serta harapan dan persiapan untuk hari baru di sisi lain.

6. **Harapan**: Baris "Menunggu fajar / Yang diharapkan akan menyingsing / Segera" menekankan harapan dan keyakinan bahwa hari yang baru akan datang membawa kesempatan dan harapan baru. Ini memberikan nuansa optimisme dan ketenangan.

Secara keseluruhan, puisi ini memberikan gambaran tentang ketenangan malam dan harapan akan fajar, menggunakan elemen alam untuk menyampaikan suasana dan perasaan tersebut.

***

Demikianlah, bagaimana produk AI melakukan analisa terhadap dua tulisan kami. Apakah ini bentuk kolaborasi antara manusia, yang digadang sebagai pilot bagi AI, dan AI itu sendiri? Bisa iya, bisa tidak. Tapi, bagi kami sendiri, kegiatan ini sangatlah menyenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun