Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Book

Pemikiran Soekarno di Salah Satu Pidatonya Tahun 1930 Berdasarkan Buku Herbeth Feith dan Lance Castle

23 November 2023   17:16 Diperbarui: 23 November 2023   17:21 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dalam pemahaman politiknya, Soekarno menegaskan bahwa partainya, yaitu PNI, merupakan partai dengan paham kebangsaan. Menurutnya, paham kebangsaan itu adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan guna mencapai kebahagiaan. Dalam keadaan sosial-budaya masyarakat Hindia-Belanda saat itu, kami pikir, bahwa paham kebangsaan memang sesuatu yang genting. Sebab anak bangsa sudah terlalu lama berada di bawah pengaruh dan kekuasaan kekuatan lain yang berdiri kokoh di atas tanahnya sendiri. Salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu pernah berujar, bahwa Kerajaan Holland telah menanamkan pengaruhnya selama 350 tahun di atas bumi Nusantara. Maka, sudah sepatutnya Kerajaan Holland tetap mempertahankannya hingga 300 tahun ke depan. Dari pernyataan Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu, maka sudah jelas bahwa Belanda memiliki semangat yang besar untuk mempertahankan daerah koloninya yang sangat berharga ini. 

Kami kira, para Belanda yang hidup di Nusantara kala itu hidup dalam kecukupan. Singkatnya, mereka hidup dalam taraf kebahagiaan. Akan tetapi, apa yang terjadi di luar pagar rumah mereka, sepertinya bukan sesuatu yang membuat pusing mereka. Itulah para pribumi. Yang mana, terkadang pribumi ditempatkan lebih rendah daripada anjing. 

Verbonden voor Honden en Inlander

Terlarang bagi Anjing dan Pribumi

Prabowo Subianto, dalam salah satu bukunya berjudul Kepemimpinan Militer, berpandangan bahwa, di era kolonial, nasib pribumi bahkan ditempatkan lebih rendah daripada anjing. Benar, anjing. Hewan yang di masa kemerdekaan dipandang remeh oleh beberapa orang. Anggaplah, bukan anjing ras yang lucu-lucu, melainkan keadaan anjing liar yang selalu diburu, dibunuh, dan di antaranya dikonsumsinya dagingnya. Di era kolonial, pribumi ditempatkan identitasnya setelah anjing. 

Apakah itu murni dikarenakan huruf I lebih akhiran daripada huruf H? Sepertinya, ini pemikiran yang begitu polos, atau anggaplah positif. 

Tapi, sudah rahasia umum bahwa keadaan pribumi tidaklah begitu baik. Banyak penderitaan yang ditanggung. Dalam hal ini, menurut Soekarno, cara untuk mengembalikan kebahagiaan, yang memang sepatutnya menjadi milik masyarakat pribumi, adalah dengan membangkitkan kesadaran mereka tentang paham kebangsaan.

PNI, dalam hal ini, berupaya untuk mendorong paham kebangsaan masyarakat Indonesia, yang awalnya hanya instingtual menuju sesuatu yang penuh-kesadaran. Kami pahami, bahwa secara alamiah, paham kebangsaan ada di dalam pikiran masing-masing orang. Bisa jadi, rasa sepenanggungan menjadi pendorong utama bagi munculnya rasa kebangsaan yang alamiah tersebut. Akan tetapi, sesuatu yang bersifat insting (Dalam pandangan kami) baru akan muncul dan menguat perannya ketika individu dihadapkan dengan keadaan yang sulit dan genting. 

Seperti antara pemangsa dan buruan. Secara alamiah, antara pemangsa dan buruan sama-sama memiliki insting. Akan tetapi, bagaimana mereka akan memanfaatkan insting, itu tergantung dari acar untuk mencapai tujuan masing-masing. Secara sederhana, makhluk hidup berupaya untuk bertahan hidup selama yang dia bisa. Dalam kasus antara pemangsa dan buruan, terdapat perbedaan tafsiran tentang cara menggunakan insting agar tetap bertahan hidup. Bagi pemangsa, insting akan digunakan untuk mendorong mereka menyerang, melukai, membunuh, lalu memakan buruan akan perutnya berisi. Sementara itu, bagi buruan, insting akan dimanfaatkan agar dirinya bisa menghindar dari pemangsa. Mereka akan berlari sekuat tenaga. Semua dilakukan agar buruan ini bisa hidup lebih lama. 

Dalam konteks sosial, kami kira hal yang mendorong paham kebangsaan untuk muncul secara alamiah (Dalam kerangka insting) adalah ketika ada marabahaya yang mengancam individu, tapi dirinya tidak kuat menghadapinya sendiri, sehingga diperlukan bantuan dari sejawat yang sepenanggungan. Kami kira, dalam hal ini perwujudan dari paham kebangsaan yang alamiah bisa dalam bentuk protes. Ketika suatu kebijakan dianggap merugikan, bahkan mengancam kelangsungan hidup kelompok, maka berdasarkan nilai-nilai yang dianut bersama, kelompok tersebut akan melawan secara alamiah. Bisa dalam bentuk protes, atau bahkan berperang. 

Dalam hal ini, Soekarno menegaskan bahwa diperlukan adanya paham kebangsaan yang bersifat penuh-kesadaran. Kami pikir, bahwa kelompok yang merasa sepenanggungan perlu memelihara dan memupuk paham kebangsaan itu secara kontinyu. Bukan hanya dikarenakan adanya ancaman semata. Dengan kata lain, perlu ada suatu kampanye akbar yang memaksa setiap individu untuk tau dan paham, siapa dirinya, kenapa dengan dirinya, dan apa yang harus dicapainya. 

Dalam hal ini, Soekarno memberikan garis tebal yang jelas terhadap karakteristik paham kebangsaan yang asli, sesuatu yang memang dimiliki oleh masyarakat di Nusantara. Bahwa, paham kebangsaan kita adalah sesuatu yang bersifat positif. Sebagai penjelasan lebih lanjutnya, paham kebangsaan yang murni dari kemasyarakatan Nusantara bersifat membangun, membuat, dan mengorbankan sesuatu demi maslahat orang banyak. Dengan karakteristik dari paham kebangsaan murni di Nusantara ini, maka tidak sepenuhnya benar bahwa bentuk protes bukan satu-satunya jalan untuk mewujudkan paham kebangsaan bangsa. Dengan kata lain, paham kebangsaan yang instingtual bukan satu-satunya jalan. Juga, akan perlu adanya kesetaraan di dalam kemasyarakatan Nusantara. Bukan sistem masyarakat tiga tingkatan, seperti yang dipahami dan dipraktekkan di era kolonial. Apalagi, menyandingkan pada pribumi dengan anjing. Karena itulah, paham kebangsaan kita sepatutnya membangun kemasyarakatan yang lebih baik, dengan menciptakan sistem yang mampu mengarahkan para penduduknya menuju ke arah kebahagiaan. 

Adapun cara-cara untuk membangkitkan paham kebangsaan anak bangsa, di antaranya:

Menjelaskan kepada masyarakat, bahwa kehidupan terdahulu adalah kehidupan yang lebih baik, lebih mulia, dan lebih terhormat kedudukannya. Hal ini dicerminkan dengan fakta, bahwa pernah berdiri Kerajaan-kerajaan hebat di bumi Nusantara. Bahkan, kerajaan-kerajaan hebat itu tidak eksklusif di salah satu periodisasi saja. Melainkan, ada di setiap periodisasi, baik di era Hindu-Budha, maupun era Islam;

Menegaskan kepada masyarakat, bahwa kehidupan mereka saat ini adalah kehidupan yang lebih buruk, lebih sengsara, lebih hina. Dapat dipahami dengan mudah, bahaa di era kolonial itu, plakat Verboden voor Honden en Inlander bertebaran di banyak tempat. Pribumi yang secara turun-temurun mendiami tanah, mereka malah dibatasi aksesnya ke beberapa fasilitas. Itupun hanya salah satu dari beberapa contoh ketidakadilan perlakuan terhadap para pribumi;

Menyadarkan masyarakat, bahwa sejatinya masih ada jalan keluar dari kegelapan tersebut. Jalan yang mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik. 

Disarikan dan dikembangkan ide-idenya dari Buku Indonesian Political Thinking 1945-1965, karya Herberth Feith dan Lance Castle. Pemikiran Soekarno ini dapat dilihat secara lengkap di halaman 29-32.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun