Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

12 Oktober 2022

13 Oktober 2022   04:45 Diperbarui: 13 Oktober 2022   04:47 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari Pekanbaru masih menyengat. Tapi, sengatannya tidak seperih hari kemarin. Hanya bayang-bayang ketakutan akan datangnya awam hitam masih mengikuti. Diiringi ikhtiar segenap makhluk, untuk mengamati penjuru mata angin. 

Kota ini dikepung oleh awan-awan. Ada yang hitam. Ada yang putih. Letaknya jauh di ufuk Barat. Ada juga yang mengintip dari ufuk Timur. 

Beruntung, ingatan negeri masih panjang. Kondisi hari kemarin tidak berlaku hari ini. Walau insting telah berkata, bahwa hari tetap akan hujan, tapi diri meyakini bahwa berkah langit turun lebih larut. Kali ini. 

Lihatlah!! 

Awan berpecah belah di angkasa. Di atas pandangan para pembaca. Awan-awan itu berusaha menutupi birunya langit. Jadilah, kota bertuah ini gagal menjadi kota biru langit. Sebagaimana Daratan Mongol yang melegend mendapatkan namanya. 

Kembali lagi, ufuk Barat selalu menyimpan misteri. Awan-awan selalu datang darinya. Seharusnya mata mengarah ke ufuk Barat saja. Begitu pula hari ini. Begitu pula hari esok. Dan seterusnya. 

Dari ufuk Barat, menengok ke arah kiri sedikit sudah terlihat gumpalan awan tebal. Hanya saja, warnanya masih terlihat putih dari batas kota ini. Apakah itu pertanda yang bagus? 

Perlahan-lahan, gumpalan awan putih itu pasti akan mengarah ke kota. Beserta cadangan air langit yang dibawanya dengan enteng. Angin yang selalu menajamkan indera masih urung dirasa. Apakah ini sebuah intrik dari alam?

Hingga menjelang tidurnya matahari, gumpalan awan putih masih berjalan terlalu perlahan-lahan. Seakan-akan dia menggantung di atas langit daratan Kampar. Tapi, jangan teralihkan olehnya. 

Baca juga: Tribun IV

Di atas kota ini juga sudah menggantung awan-awan yang lain. Cuma perawakannya kurang meyakinkan. Tidak pula didukung oleh angin. 

Maka terbenam lah matahari. Berganti iringan pesta malam yang menerangi kota. Mengganggu hukum alam tentang zona gelap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun