Tulisan ini telah ditayangkan di website kecil-kecilan kami, Jurnal Harian
Kami memang masih seumur jagung dalam memahami konteks politik di tanah air ini. Belajar di kampus politik pun hanya mempertebal kami secara teori. Lepas dari Menara Gading itu, semakin bulat keyakinan kami bahwa memahami politik negeri ini harus dilihat secara dekat.Â
Dari bagaimana pengaruh pernyataan seorang politisi ke obrolan warung kopi murah meriah. Hingga bahasan komunikasi politik yang didiskusikan secara serius oleh segerombolan mahasiswa di warung kopi empat puluh ribuan.Â
Kompasiana juga menjadi sarana pemahaman politik "merakyat" yang bagus menurut hemat kami. Walaupun semasa berkuliah situs ini seperti sangat diharamkan. Tentu saja sebab ini adalah blog keroyokan. Mungkin saja dosennya belum paham kalau di blog keroyokan sendiri tetap ada penulis-penulis berkredibel yang sudah dilabeli centang biru.Â
Dari blog keroyokan Kompasiana ini, kami bisa memahami bagaimana pandangan para penulis yang beragam tentang suatu isu panas. Dulu, dimulai dari awal menyeruaknya kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat, Sekitar tujuh belasan, dan kenaikan harga BBM saat sekarang ini.
Lalu, Prabowo Subianto ternyata sudah melakukan pertemuan dengan Puan Maharani. Sebenarnya, wajar-wajar saja jika kedua tokoh penting partai politik besar Indonesia ini saling berjumpa dan membahas hal-hal berbau politik di dalamnya.Â
Puan Maharani, secara popularitas, sepertinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai putri dari Presiden wanita pertama Indonesia, sekaligus cucu dari Presiden sekaligus Proklamator dari Republik Indonesia.Â
Sulit membayangkan jika ada yang tidak mengenal, siapa Puan Maharani ini. Akhir-akhir ini, Ibu Puan sering disebut-sebut sebagai salah satu kandidat kuat untuk dinominasikan sebagai calon Presiden Republik Indonesia di kontestasi Pemilihan Umum tahun 2024 mendatang.Â
Prabowo Subianto, sama halnya dengan Ibu Puan, secara popularitas tidak perlu dipertanyakan. Bahkan, secara elektabilitas, sejauh yang kami ikuti tren surveinya, menempatkan Prabowo Subianto jauh di atas Ibu Puan. Menurut kami wajar-wajar saja. Toh, sudah berkali-kali mengikuti Pemilihan Umum di ranah kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.Â
Secara riil, kami masih mengingat bahwa Pak Prabowo ini dulu mencalon sebagai Wakil Presiden dari Calon Presiden Buk Megawati Sukarnoputri. Itulah realita politik tahun 2009 silam.Â
Sayangnya, Pak Susilo Bambang Yudhoyono, meskipun sudah pecah kongsi dari Pak Jusuf Kalla, terlalu di atas angin sebagai petahana. Dengan menggandeng mantan Gubernur Bank Indonesia Bapak Boediono, Pak Susilo Bambang Yudhoyono menang telak dari dua pesaingnya kala itu. Ada tiga calon, tapi Pak Susilo Bambang Yudhoyono mengakhirinya dengan satu putaran saja.
Dari era itulah kami sudah mengenal sepak terjang politik Pak Prabowo secara nyata. Masih ingat dulu iklan di televisi tentang partainya, yaitu Partai Gerindra. Menampilkan semacam kebun atau persawahan dengan bayangan burung garuda yang terbang di atasnya. Ah, cuma itu iklan Partai Gerindra yang kami ingat.
Pemilihan Umum tahun 2014 dan 2019, kontestasi sebenarnya hanya pengulangan saja. Calon Presidennya tetap mentok ke Pak Joko Widodo dengan Pak Prabowo.Â
Cuma wakilnya saja yang diganti. Pada 2014, Pak Joko Widodo berpasangan dengan Pak Jusuf Kalla; sedangkan Pak Prabowo berpasangan dengan Pak Hatta Rajasa. Pada 2019, Pak Joko WIdodo berpasangan dengan Kiai Ma'ruf Maamin; sedangkan Pak Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno.Â
Tidak ada kejutan berarti. Pak Prabowo baik di 2014 maupun di 2019 tetap menang di dunia digital atau di beberapa survei. Pada kenyataannya, tetap kalah di perhitungan versi Komisi Pemilihan Umum. Â
Dengan akan berakhirnya masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo, dan kemungkinan ditutupnya peluang tiga periode, maka sudah sewajarnya para elite partai politik bergerak mencari kawan. Bahkan, para elite partai politik juga sudah sibuk memetakan calon lawan yang menggerahkan.Â
Apakah pertemuan antara Pak Prabowo Subianto dengan Bu Puan Maharani adalah sinyal awal suatu persekutuan? Atau, malahan ini sinyal dari babak lain kontestasi antara Pak Prabowo Subianto menghadapi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan?Â
Opsi manapun yang akan terungkap nantinya, itu sah-sah saja. Namanya juga dinamika berpolitik. Sekian banyak pertemuan pun, yang sering dianggap sebagai ikhtiar membangun koalisi, jika tidak menemukan satu kata mufakat pasti akan gagal juga.Â
Kita saat ini masih sibuk menyaksikan safari politik antarelite partai politik. Dalam hitungan beberapa bulan, kita pasti akan menemukan jawaban dari berbagai pertemuan-pertemuan itu.Â
Ditulis di Pekanbaru pada 4 September 2022
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H