Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenalan Lama

20 Juni 2019   07:00 Diperbarui: 20 Juni 2019   07:07 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "Aku setuju sekali. Atau kalau tidak kita akan menghajar adik si Brass terlebih dahulu, baru kemudian kita beri pelajaran kepada guru sok pintar itu." "Hahaha, kau tidak sepatutnya membolak-balikkan ideku yang cemerlang. Ayo Kakak Kedua, Kakak Ketiga, kita akan melakukannya. Siapa yang terlebih dahulu tersentuh oleh kita? Kita lihat nanti, dimana keadaan yang lebih memungkinkan."

 *** 

"Hahaha, kau pasti mengingat hal-hal yang telah kau lalui di masa SMP dulu, Is Nyurbat lemah. Memang seharusnya kau pergi tercampakkan dari peradaban kami. Untung sekali, kau memiliki seorang kakak yang begitu pandai dan cakap. Andai Brass tidak ada, mungkin nasib benar-benar menempatkanmu ke dasar terbawah. 

Hahaha, keberuntungan memang tidak mengenal tempat." Perkataan Konstig memang menjengkelkan. Tidak ada yang berubah dari orang itu, walaupun memang dia sudah dikutuk oleh setiap orang yang ia temui. Hidupnya hanya sekedar menunggu waktunya habis. Tidak ada lagi keuntungan ataupun kemalangan yang bisa menghampirinya. Andai ada ungkapan "mayat hidup", tentu dia dapat merepresentasikannya. 

Sayang, Konstig terlalu kejam hanya sekedar digelari mayat hidup. Tidak ada mayat yang masih berpikir untuk melakukan tindakan kejam. "Kau keparat!! Pantasan saja tidak ada seorangpun yang ingin berteman denganmu. Ah iya, bagaimana dengan dua keparat lain yang sering bersama denganmu ketika masih SMP dulu? Mereka sudah..." Belum sempat Brass menyelesaikan pembicaraannya, Konstig menyela dengan nada yang meninggi, "Bangsat!!! Jangan diungkit-ungkit lagi masalah itu." 

Perjalanan pagi mereka, sepertinya tidak berjalan begitu baik. Konversasi yang ada terlalu tensius, tidak ada rona-rona kebahagiaan. Padahal, siswa-siswi lain yang berjalan beriringan tertawa-ketiwi dengan senyuman manis di wajah mereka. Sementara tiga orang ini hanya berjalan cemberut. Siswa-siswi lain sempat memerhatikan mereka, berpikir bahwa telah terjadi suatu pertengkaran di hari pertama sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun