Tidak ada yang bisa disaksikan lagi. Hanya bayang-bayang kelam yang selalu mengintip di balik tirai-tirai lusuh itu. Bahkan tidak ada satupun makluk hidup yang memiliki niatan untuk masuk ke tempat ini.Â
Entah apa yang salah, tidak ada yang tahu. Keadaan yang terjadi di tempat ini semakin suram semenjak kedatangan pemuda yang mengaku berasal dari desa.
"Mengapa dia bisa terdampar ke tempat ini??" Pertanyaan itu seakan-akan menjadi tren yang meningkat seminggu belakangan. Tidak ada yang bisa menyangka bahwa perubahan bisa terjadi dengan begitu cepat. "Entahlah. Awalnya kita damai-damai saja. Entah mengapa, kedatangan orang itu seperti membawa kesialan tersendiri." Suara-suara miring semakin menggiring opini yang menyesatkan tentang pemuda itu.
"Mengapa kita tidak menyelesaikan masalah ini dengan terbuka??"
Usulan itu terdengar seperti suara terompet surgawi. Tetapi, memang sudah hasrat dari para setan untuk menghalangi niatan baik manusia. Tidak ada yang salah, memang secara alami begitu. "Jangan!! Kita tidak tahu kemampuan dia berdiskusi bagaimana. Bisa-bisa kita yang jadi buntung di diskusinya nanti. Sekali lagi jangan. Kita tidak boleh mengambil resiko."
Tidak ada lagi semangat yang terpancar. Suara-suara miring juga tidak sanggup lagi menampilkan wujud seramnya. Orang-orang hanya duduk di dalam lingkaran yang semakin merapat. Keadaan ini tidak bisa lagi dikendalikan.
"Sudah. Kalau memang buntu seperti ini. Nampaknya aku sendiri yang akan mendatangi orang itu. Jangan khawatir, aku tidak akan dibunuh. Aku sudah menyiapkan perangkap jikalau orang itu memang kejam dan nekat. Nah, untuk saat sekarang ini, kembalilah ke tempat tidur kalian masing-masing. Hari sudah menujukan pukul 2.13 dinihari. Para setan sudah banyak berkeliaran di luar. Tidak baik kalau kita ikut-ikutan nimbrung seperti mereka."
Konsil dadakan itu bubar dalam sekejap. Begitu juga arus lampu yang dipaksakan hidup itu. Sekarang sudah tidak ada lagi tanda-tanda aktifitas. Semuanya mati di dalam tidur mereka. Begitupun lampu ini, padam 'tak bercahaya.
Malam itu dilewati dengan sedemikiannya. Mata yang lelah dipaksa untuk tutup untuk sementara. Kalaupun memang tidak bisa, itu adalah kesialan. Banyak sekali terdengar suara janggal di luar sana. Mulai dari suara ketokan mangkuk penjual bakso yang khas. Satu hal yang membebani pikiran yang masih terjaga, memangnya tukang bakso yang mana yang masih berjualan di jalan seperti ini??Â
Ataupun, juga terdengar beberapa kali suara orang yang begitu sibuk berbicara atau mendiskusikan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ada sekitaran tiga orang. Berkali-kali mereka bolak-balik. Aneh, padahal ini di tepi kota yang tidak begitu ramai penduduk. Mau nangkring dimana orang-orang itu memangnya?
"Hari sudah pagi. Ini adalah saat yang bagus untukmu menemui pemuda itu. Ingat janjimu semalam."
Tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk mengelak. Orang itu, yang berjanji, hanya bisa melangkahkan kakinya dengan berat ke pintu kamar itu. Tidak ada pernak-pernik khusus yang menjadi ciri khas dari sebuah kamar kos pemuda kekinian. Polos saja. Mirip seperti pintu WC malahan.
"Assalamualaikum. Selamat pagi. Bisa bertemu dengan pemilik dari kamar ini?"
Tidak cukup sekali, tiga kali sudah diulang-ulang perkataan itu. Sudah terlampau sopan orang ini malahan. Mengapa belum kunjung dibuka??
"Sepertinya yang punya tidak ada di tempat." Hanya itu satu-satunya alibi yang bisa dipikirkan. Lantas, kalaupun mau ngotot, mau menunggu sampai kapan? Pekerjaan sudah banyak menumpuk di tempat kerja. Tidak mungkin harus cuti atau cabut demi pemuda misterius ini.
Dan demikianlah, kos-kosan itu menjadi sepi dalam sekejap. Tidak ada lagi yang tinggal di sana. Semuanya begitu sibuk bekerja di tempat kerjanya masing-masing. Berada di tempat yang rawan, kosan ini dijaga oleh seorang satpam yang aneh. Dia begitu terobsesi dengan boneka-boneka buatan tangan gadis perawan. Sudah banyak koleksi bonekanya di pos penjagaan. Sudah banyak orang yang mengaku bergidik ngeri melihat kebiasaan aneh satpam ini. Padahal, dia aslinya ramah dan begitu sayang sama wanita.
"Lah, baru keluar nak?? Matahari sudah tinggi, tidak telat kamu pergi ke tempat kerja?"
Seorang pemuda keluar menggunakan jaket hitam yang tidak begitu menarik. Pandangan yang selalu menunduk ke bawah juga tidak menandakan ancaman apa-apa. "Tidak Pak. Saya memang bekerja jam segini."
***
Ruangan ini tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu. Dibilang sedang-sedang saja pun juga tanggung. Intinya, agak merepotkan jika harus menggambarkan dimensi dari ruangan ini. Catnya bewarna biru dengan beberapa garis putih yang tidak jelas fungsinya. Selain itu, juga hanya terdapat tiga pekerja yang ada di ruangan ini, dengan masing-masing meja kerja kosong di depan mereka.
"Mengapa merenung begitu??"
Ternyata memang benar, ini adalah tempat kerja dari pemuda yang berjanji di kosan aneh itu. Masih sulit baginya melupakan apa yang dia ucapkan semalam. Lagipula, dia bukanlah tipe manusia yang suka mengingkari janji dengan mudahnya.
"Ada sedikit masalah. Tapi, tidak perlu dipermasalahkan. Aku bisa mengatasinya sendiri. Hanya saja aku tidak tahu harus memulai dari mana."
Kipas angin yang menggantung di langit-langit ruangan itu bergerak secara perlahan-lahan. Hal ini tidak baik. Anginnya hampir tidak bisa dirasakan oleh mereka yang sedang kepanasan di ruangan itu. Sedari tadi hanya bisa mengipas-kipas kerah baju mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan.
"Jangan terlalu dipikirkan. Nanti kamu juga akan tahu harus memulai dari mana."
***
Mentari kembali setinggi tombak, hanya saja sekarang sudah berada di arah barat. Sebentar lagi senja kembali menyapa. Jika sampai telat, bisa-bisa kamu bakal menabrak banyak anak jin yang berkeliaran di sekitaran kosan. Jangan bertindak anehh-aneh. Mereka berbagi alam dengan sesuatu yang tidak tampak.
"Sore satpam. Apa ada seseorang yang keluar dari ruangan itu?"
Rasa ingin tahu yang dimiliki oleh si pemuda yang berjanji tetap membara. Padahal teman-teman yang lain sudah hampir membiarkan kejadian itu berlalu. Sudah dikirim pesan sebanyak-banyaknya melalui WA, tidak ada balasan. Sudah jelas, mereka tidak lagi memusingkan keberadaan pemuda baru itu.
"Maksud kamu pemuda yang tadi keluar siang-siang?? Ada saya lihat. Memang agak misterius. Tidak bernafsu saya sama dia."
Cukup geli mendengarkan perkataan itu. Pemuda yang berjanji itu kembali melanjutkan pertanyaannya, "Lalu, apa dia sudah balik Pak?" Tidak perlu waktu lama.Â
Dalam sekejap jawabannya juga sudah datang, "Sudah." Tapi, tetap saja ada sesuatu yang janggal rasanya. Mengapa di jam hampir magrib seperti ini kosan masih terlihat sepi?? "Apa yang lain juga sudah balik Pak??"
"Sudah."
Memang aneh, tidak biasanya satpam menjawab seperti itu. Biasanya dia akan sedikit bercerita dulu. Tidak pernah dia menjawab dengan jawaban singkat seperti ini. Selain itu, mengapa dia selalu duduk membelakangi pemuda yang berjanji itu. Bahkan boneka-boneka kesayangannya pun juga tidak ada saat sekarang ini.
"Lah, tumben Pak, maksud saya, boneka-boneka kesayangan bapak ada dimana ya??"
Angin berhembus cukup tenang. Tidak ada yang terdengar di waktu-waktu menjelang pergantian masa ini, selain suara jangkrik yang semakin riuh. Pemandangan yang semakin redup itu juga diperburuk oleh keadaan kosan yang begitu sepi.Â
Tempat ini sudah seperti kuburan saja.
"Boneka-boneka itu sudah saya buang. Bosan saja melihat boneka-boneka itu. Mereka selalu melihat saya dengan matanya yang melotot itu. Apa tidak jengkel coba menyaksikan hal seperti itu?"
Jawaban macam apa itu?? Rasa curiga yang sedari tadi sudah dipupuk, sekarang semakin subur. Tidak ada lagi keraguan bahwa orang ini bukanlah satpam yang biasanya.
"Mohon maaf Pak, apa bapak baru di tempat ini? Maksud saya, apa bapak baru bekerja di tempat ini??"
Setelah sekian lama, akhirnya satpam itu memalingkan wajahnya, "Iya, saya baru bekerja di tempat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H