Pernah suatu masa, ketika hasrat untuk mencintai datang begitu menggelora
Terkadang, antara logika dan rasa tidak ada pembatas di antara keduanya
Ingin aku berteriak, "Aku suka kamu!!!" Tapi, lidah ini begitu kelu untuk mengatakan hal itu
Ingin aku berujar, "Hey, mau kah kamu makan siang bersamaku?" Tapi, kesempatan itu tak pernah datang menyapa diriku
Terkadang aku ingin bertanya kepada alam, "Apakah kami diizinkan bersama?" Tapi, hanya suara angin yang aku dengar, tanpa ada interpretasi apa pun
Meski telah pudar di ingatanku, ketika kami pertama kali bertemu
Sungguh, betapa aneh rasanya ketika pertama aku bertemu si Putih itu
Awalnya, jantung berdetak satu ketukan, kemudian naik satu ketukan, begitu seterusnya hingga ritme ketukan tertinggi
Awalnya, aku hanya menganggap dia "teman," namun kebersamaan membawa jiwa ini menuju alam jiwa yang lebih tinggi
Awalnya, hanya ingin sekedar mengenal dia saja. Sudah, setelah itu tidak ada lagi harapan apa-apa
Setelah sekian lama bersama, semakin terikat batinku kepadanya
Setiap saat, siluet dirinya masuk sebagai suatu posesi bagiku
Terkadang aku menjadi gila, dan memang gila
Aku menggigit pena, pensil, sikat gigi dan ujung hp-ku
Semuanya, gigitan itu, bagaikan suatu gelombang perasaan yang berusaha aku salurkan
Gila, memang gila. Melihat dia didekati lelaki lain, perasaan melow langsung datang menyergap dan menyandera diriku
Menangis, hanya itu kerjaanku, meski aku seorang pria baru lahir
Sudahlah, si Putih seakan memang menjadi suatu muara perasaan yang misterius bagiku
Aku baru mengayuh perasaan ini hingga pertengahan jalan, di depan hanya terlihat kabut tipis
Apakah ini yang disebut dengan hijab? Pembatas antara aku dengan dia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H