"Thung!". Begitu bunyi denting lirih namun cukup menarik perhatian indra dengar yang dipancarkan sebuah laptop di ujung meja. Kutegakkan lutut. Kuangkat tubuh. Kuberanjak pelan dari sofa yang memalaskan badanku, menghampiri sumber suara itu. "Kalau bukan notifikasi imel yang masuk inbox, paling pemberitahuan tentang teman di Facebook yang menyebut namaku atau mengomentari statusku", tebakku dalam hati. Ternyata bukan keduanya. Yang terlihat di layar kecil adalah sebuah pesan dari seorang teman Facebook yang dikirim melalui fasilitas chatting.
Isi pesan cukup ringkas. "Mas, saya sering baca status Mas Arwan di Facebook tentang Caleg dan Pemilu dan saya sependapat dengan ide-ide yang Mas Arwan usung. Untuk itu saya siap bantu membagi-bagi brosur kecil berisi riwayat hidup Mas Arwan sebagai Caleg DPR RI. Kebetulan saya punya kios kecil yang menjual makanan dan minuman di sisi barat Alun-alun Magelang. Para pelanggan kios akan saya beri brosur tersebut." Wajahku tiba-tiba berhias senyum demi membaca kalimat-kalimat di kotak kecil di layar laptop itu. Seraya mengucapkan terima kasih, tersimpul sesuatu tentang manfaat memperkenalkan diri dan mensosialisasikan program melalui media sosial.
Selain membagi-bagikan brosur kepada masyarakat pemilih di Dapil Jateng VI (Magelang, Temanggung, Purworejo dan Wonosobo) secara langsung, aku yang maju dari Partai Hanura, memang mengandalkan Facebook sebagai media untuk membantu memperkenalkan diri ke konstituen. Cara tersebut selain murah, dapat kukendalikan secara langsung, dia juga mampu memfasilitasi munculnya kesempatan untuk menjelaskan profil dan program secara gamblang dan terdokumentasi. Keuntungan lainnya adalah, aspirasi, pertanyaan, kritikan dan masukan masyarakat yang terwakili para teman-temanku di Facebook dapat langsung kuketahui dan kutanggapi.
Di kali lain, pesan-pesan senada masuk ke inbox-ku. Mereka berasal dari teman Facebook yang beraktifitas di berbagai kalangan.seperti ibu rumah tangga, pemilik toko buku, pengrajin rokok rempah, sales pembiayaan/kredit, designer, pekerja sosial, pekerja asuransi, manager marketing produk pertanian, pengusaha/supplier kayu, event organizer, pemborong (konstruksi), aktifis pendamping lansia, pendidik, teknisi IT, dan lain-lain. Mereka secara sukarela dalam arti yang semurni-murninya, tanpa pamrih dan tanpa permintaan kepadaku untuk memberikan biaya operasional, berkenan membantu membagi-bagi brosur kecilku. Semua kutindaklanjuti dengan pengiriman brosur melalui paket ke rumah atau tempat usaha mereka mengingat domisiliku di ibukota negara.
Dialog yang terjadi dalam Facebook menjadi ajang bagiku untuk menjelaskan apa saja yang akan aku kerjakan jika terpilih nanti. Aku sangat menikmati interaksi seperti ini. “Aku yakin. kalau tidak menjadi Caleg, aku tidak akan mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan ke masyarakat pemilih tentang kewenangan seorang legislator", batinku. Banyak yang menganggap bahwa anggota Dewan memiliki fungsi implementasi kebijakan dan pengelolaan program dan kegiatan di lapangan, layaknya lembaga eksekutif. Komentar-komentarku di Facebook menjadi alat untuk meluruskan ketidaktepatan persepsi ini. Fungsi pembuatan undang-undang, penganggaran dan pengawasan oleh DPR merupakan salah satu topik hangat yang dibicarakan di status Facebookku.
Tentu tidak semua temannya Facebook setuju dengan pendapatku. Perbedaan pendapat hal yang biasa. Tidak harus setuju. Tidak harus sependapat. Di sini kesabaran dan ketenangan diriku diuji. Aku akui aku tidak selalu lulus. Masih jatuh bangun. Aku diajar oleh teman-teman yang kritis itu untuk terus belajar dan melatih tentang bagaimana dengan bijak dan lapang dada menerima kritikan dan menyikapinya dengan arif.
Aku percaya, inilah salah satu bentuk praktis dan wujud konkrit pendidikan politik sebagai Caleg DPR RI yang mencerdaskan dan menyentuh substansi persoalan publik secara rendah biaya, tidak menghasilkan sampah fisik dan visual, tidak mengganggu keindahan ruang-ruang kota dan tidak mengusik kenyamanan warga. Seumpama semesta merestui ikhtiarku ini untuk sampai duduk di Gedung parlemen sana, aku berprasetya untuk tidak berhenti facebook-an dan akan terus menyapa serta mendengar uneg-uneg teman-teman Facebook.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H