Judul : Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan Mineral dan Batubara
Penulis : Ahmad Redi
Penerbit : Sinar Grafika
Cetakan : November 2016
Tebal : xii + 218 Halaman
ISBN : 978-623-391-089-7
Apa saja jenis sengketa minerba dan Bagaimana cara menyelesaikan sengketa minerba melalui mekanisme hukum yang berlaku? Pertanyaan inilah yang dapat kita temukan jawabannya di dalam buku karya Dr. Ahmad Redi, S.H, M.H. yang berjudul Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan Mineral dan Batubara.
Buku ini ditulis dengan keterlibatan secara langsung maupun tidak langsung oleh keluarga dan rekan pengajar penulis di Universitas Tarumanegara. Telaah dalam buku ini memberikan ilham dan pengembangan bagi pengelolaan batubara dan mineral yang adil di Indonesia.
Agar sumber daya alam yang tidak diperbarui habis, bangsa ini sudah siap dan sadar untuk menerima bahwa uang yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam sudah tidak berarti lagi karena sumber daya alam sudah habis.Â
Maka dari itu perlu untuk bersikap arif dan bijak dalam mengelola sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
Sistematika penulisan ini terbagi menjadi 8 Bab, yang dimana di bagian pertama buku ini membahas mengenai konflik paradigma pengusahaan sumber daya alam, juga menyertakan sejarah dengan menceritakan bagaimana VOC denga semboyan Gold,Glory,Gospel miliknya menaklukan dan mengusasai komoditas sumber daya alam di negara yang menjadi jajahannya. Yang pada perkembangan zaman menjadi cikal bakal kapitalisme dan korporasi asing modern.Â
Dari sejarah itu, konflik kepentingan antara negara dengan korporasi terus berlangsung hingga sekarang. Bahkan dalam konteks global, konflik pengusahaan khususnya tambang tidak hanya dilihat hanya sebagai konflik kepentingan antara para pihak, namun dapat pula dilihat sebagai pertarungan ideology dan politik antara para pihak.
Penulis menjelaskan beberapa alasan atau latar belakang terjadi nya sengketa, yaitu; Pelanggaran kontrak, tumpang tindih wilayah tambang, perusakan lingkungan, dan benturan dengan masyarakat adat.
Jenis sengketa pun menjadi bahasan dalam buku ini, yaitu: sengketa pemerintah dengan badan usaha, sengketa antar lembaga negara, sengketa pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sengketa badan usaha dengan masyarakat yang hidup di sekitar area tambang.
Sumber hukum dalam menyelesaikan kasus sengketa pertambangan di uraikan dengan jelas dalam buku ini. Pertama dengan menggunakan ketentuan hukum nasional seperti UU No.7 Tahun tentang Penanganan Konflik Sosial, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Herziene Indonesich reglement, UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal, Kepres Nomor 34 Tahun 1981, Peraturan MA Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Arbitrase dan KK.Â
Kedua dengan menggunakan hukum internasional, yaitu; Konvensi New York 1958, Konvensi Eropa 1961, Konvensi Internasional Centre for the Settelement of Investment Dispute 1965.
Terdapat pula Dilema penyelesaian sengketa melalui penegakan hukum dalam penambangan tanpa izin pada pertambangan skala kecil. Sebagaimana dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba terdapat tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar besar kesejahteraan rakyat.
Untuk itu perlu adanya aturan yang menjamin kesejahteraan rakyat dengan pemberian izin pertambangan rakyat (IPR). Dan untuk meminimalisir terjadinya PETI atau kegiatan pertambangan izin. Selanjutnya, penulis juga memberikan beberapa masalah sengketa pertambangan di berbagai negara, yaitu; Venezuela, Peru, Bolivia. Agar dari pengalaman tersebut dapat diambil pelajaran untuk negara dalam memberanikan diri dalam memperjuangkan hak pengelolaan sumber daya alamnya.Â
Pemerintah Indonesia jangan hanya diam dan membiarkan ibu pertiwi di eksploitasi habis habisan oleh korporasi asing dan hak-haknya tidak dipenuhi. Kedepan negara harus kuat karena pengusahaan pertambangan minerba bukanlah bisnis jual beli tanah air. "kami mencari mitra, bukan tuan".
Di bagian akhir penulis membahas mengenai Billateral Invesment Treatly (BIT), BIT merupakan sebuah perjanjian yang mengatur mengenai syarat dan kondisi suatu investasi warga negara dan perusahaan-perusahaan negara satu dengan negara lain. BIT adalah instrumen perjanjian dalam penanaman modal asing di suatu negara.Â
penulis memiliki pandangan bahwa pemerintah harus meminta pembatalan atau tidak memperpanjang BIT dengan negara asing karena Indonesia belum mampu untuk berinvestasi banyak ke luar negeri dan banyak menerima investasi dari luar negeri. Untuk itu perlindungan investasi yang terdapat di BIT tidak akan memberikan efek apa-apa bagi Indonesia dan justru menjadi angin segar bagi negara adidaya asing.
Bagi pemangku kepentingan umum atau pejabat negara, buku sangat berguna sebagai landasan pengambilan kebijakan. Tak kalah penting juga dibaca oleh para pelaku usaha dan para akademisi hukum untuk meluaskan dan mengembangkan khazanah pengetahuan di bidang hukum pertambangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H