Mohon tunggu...
Arvin Ngabut
Arvin Ngabut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Asas Diskresi: Tolok Ukur dan Dilematika

6 Juni 2018   17:05 Diperbarui: 6 Juni 2018   17:54 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ASAS DISKRESI DAN TOLOK UKUR PENGGUNAANNYA

Dalam praktek bernegara, di beberapa Negara termasuk Indonesia, dianut asas untuk melakukan suatu kewenangan dan untuk memutuskan oleh pejabat pemerintahan yang bersumber dari: a) Wet Matig (Peraturan Perundang-Undangan sebagai Landasan) Landasan ini merupakan landasan ideal karena bersumber dari sumber hidup bernegara yang ideal, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, TAP MPR, dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang masih berlaku. 

Asas ini tertulis sehingga memiliki kekuatan hukum tetap dan dapat menjadi acuan pokok oleh pejabat Negara yang berwenang dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. b) Doel Matig (Kebijakan sebagai Landasan) Asas ini berlandaskan pada kebijakan pribadi setiap pejabat pemerintahan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi dengan dasar pemikirannya sendiri sehingga diperbolehkan mengenyampingkan peraturan perundang-undangan tertulis yang ada. Hal ini disebut dengan asas diskresi. 

Asas ini tidak mengenyahkan peraturan perundang-undangan sedemikian rupa, akan tetapi tindakan yang didasarkan atas pemikiran/rasio pribadi pejabat pemerintah tersebut harus dapat diuji dengan asas legalitas yang ada, misalnya asas pemerintahan yang baik. Hal ini agar tidak terjadi penyalagunaan jabatan atau wewenang yang melekat pada pejabat tersebut. Di Indonesia juga berlaku asas diskresi ini. 

Akan tetapi hal yang terlihat baik dan mendukung kemajuan hidup berenegara ini tidak dengan sendirinya berdampak baik secara das ding an sich, Tentunya setiap hal yang diambil memiliki sisi posistif dan negative. 

Banyak kalangan yang setuju dengan praktek dari asas ini, akan tetapi tidak sedikit pula yang kontra dengan asas ini merasa tindakan yang diambil atas nama asas diskresi merusak tatanan sosial atau bahkan menganggu ruang privat subek hukum tertentu. 

Hal-hal tersebut ridak bisa diamini begitu saja, tetapi juga tidak bisa dikesampingkan pula. Untuk melihat apakah suatu tindakan yang berpayungkan atau mengatasnamakan asas diskresi ini benar atau tidak secara hukum dan demi kepentingan bersama secara umum, kita perlu melihat batasan atau tolok ukur dari penggunaaan asas ini. 

Menurut Muchsan, ada 4 (empat) batasan yang menjadi tolok ukur dalam penggunaan atau praktek asa diskresi ini, yaitu: a) Apabila terjadi kekosongan hukum (Recht Vacuum). Hal ini dapat dilihat perwujudannya ketika realita permasalahan dimasyarakat berjalan lebih cepat disbanding hukum positif (tertulis) yang sedang berlaku, sedangkan permasalahan atau kasus tersebut membutuhkan kepastian hukum dan tindakan yang cepat pula. b) Apabila ada kebebasan penafsiran Ketika suatu produk hukum atau peraturan perundang-undangan memiliki banyak penafsiran atau interpretasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan atau kabur atau makna ganda (ambigu), maka pejabat pemerintahan berhak untuk melakukan penafisran sesuai dengan pemikiran dan pemahamannya sendiri dalam keputusan atau kebijakan untuk tindakan yang akan diambil c) Apabila ada pelimpahan wewenang atau delagasi undang-undang Apabila undang-undang melimpahkan wewenang kepada kepada pejabat pemerintahan, maka pejabat tersebut berhak melakukan dan mempraktekan asas diskresi ini. d) Demi kepentingan umum Asas diskresi dilakukan terutama demi kebaikan dan kepentingan umum. Hal ini bisa dilakukan apabila belum ada peraturan peundang-undangan yang mengatur suatu kasus yang dihadapi oleh pejabat tersebut sementara kasus itu membutuhkan penanganan yang tepat.

Dengan demikian, kehadiran asas diskresi dalam hukum tata pemerintahan di Indonesia sangat signifikan karena asas ini diberikan tidak dengan kebebasan sepenuhnya untuk pejabat pemerintahan, melainkan dengan batasan-batasan yang dapat dikatakan bersifat yuridis karena batas-batas itu harus diketahui dan harus dapat dipertanggungjawabkan dalam pengujiannya berdasarkan atas asas pemerintahan yang baik. 

Dengan adanya asas ini, pejabat Negara dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan diharapkan maksimal sehingga kehidupan kesejahteraan rakyat dipenuhi. Asas pemerintahan yang baik sangat melekat pada asas diskresi ini karena apabila pejabat Negara menyalahgunakan wewenangnya, dia dapat di gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara dan hakim akan menggunakan asas pemerintahan yang baik sebagai batu uji dalam pertimbangannya

DILEMATIKA ASAS DISKRESI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun