Matematika sebagai salah satu mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan keterampilan serta cakap menyikapinya, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam mata pelajaran Matematika, siswa dilatih dan diajarkan berpikir logis, rasional dan kritis. NCTM (2000: 11) menyatakan bahwa terdapat enam prinsip matematika sekolah yaitu keadilan, kurikulum, mengajar, pembelajaran, penilaian, dan teknologi. Matematika merupakan pelajaran yang sampai saat ini oleh para siswa masih dianggap sulit.Â
Padahal, di sisi lain, matematika adalah subjek yang penting dalam kehidupan manusia, matematika berperan dalam hampir segala aspek bahkan di masa teknologi dan digital sekarang ini. Saat pembelajaran, siswa merasa cemas. Perasaan atau sikap negatif sering ditunjukkan oleh siswa ketika mereka sedang melaksanakan pembelajaran Matematika terutama pada kompetensi yang daya serapnya rendah.Â
Perasaan atau sikap negatif tersebut diantaranya rasa takut, rasa cemas dan perasaan negatif lainnya atau bahkan siswa kehilangan kepercayaan diri dikarenakan materi yang dipelajarinya terlalu sulit dan siswa sering menganggap bahwa matematika itu rumus, angka yang sangat menyeramkan. Karena Mindset siswa tentang matematika yang hanya rumus dan angka sehingga mereka menjadi sulit dalam mengikuti pembelajaran matematika yang mengakibatkan daya serap materi yang diajarkan menjadi tidak maksimal.Â
Matematika menjadi mata pelajaran yang membosankan dan sulit dipelajari  bahkan menjadi fobia untuk siswa ini dikarenakan pola pengajaran yang dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaran masih monoton (konvensional).
Pembelajaran yang monoton (konvensional) ini pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher center), bukan berpusat pada siswa (students center). Pembelajaran menekankan pada ceramah guru, mengerjakan soal, hafalan, dan kecepatan berhitung sehingga siswa kurang membuka wawasan pengetahuan, dapat menyebabkan siswa menjadi pasif tidak ada ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran menjadi kaku dan tidak menyenangkan untuk siswa. Oleh karena itu pendidik harus mengeksplor diri, agar dapat melaksanakan pembelajaran yang inovatif.
Pembelajaran akan berhasil itu tidak lepas dari semua komponen pendukung proses pembelajaran di kelas yaitu siswa, guru dan media pembelajaran. Pendidik bisa menggunakan model pembelajaran kooperatif seperti Project Based Learning (PjBL), Problem Based Learning (PBL), dll. Dengan model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik lebih inovatif yang berpusat pada siswa (Students Center), membuat siswa merasa butuh dengan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa akan lebih bersemangat dalam pembelajaran, karena siswa berperan penting dalam keberhasilan pada dirinya sendiri.Â
Tidak lagi pembelajaran itu yang berperan pendidik. Selain model pembelajaran yang digunakan, dapat digunakan dan dicoba juga yel-yel atau ice breaking. Ice Breaking merupakan sentuhan aktivitas yang dapat digunakan untuk memecahkan kebekuan, kekalutan, kejemuan dan kejenuhan suasana menjadi mencair dan suasana bisa kembali pada keadaan suasana semula (lebih kondusif).Â
Ice breaking dapat dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas, misalnya dalam bentuk cerita lucu dan bermakna dari pendidik, tebakan berhadiah, dan game-game. Aktivitas dapat dilakukan dalam waktu 5 - 15 menit tergantung pada kebutuhan. Ice breaking bisa dilakukan pada saat kapan saja tergantung pada kebutuhan, serta bisa dilakukan oleh pendidik siapa saja. Dalam pelaksanaanya memang membutuhkan keterampilan dan kreativitas pendidik, terutama dalam memilih aktivitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa manfaat melakukan aktivitas Ice breaking anatara lain:
- Menghilangkan kebosanan, kejemuan, kecemasan dan keletihan karena bisa keluar sementara dari rutinitas pelajaran
- Melatih berpikir secara kreatif  dan luas