Suara bel berdering pelan ketika aku mendorong pintu kayu tua yang berat, masuk ke dalam sebuah toko buku yang tersembunyi di ujung jalan sepi. Toko buku itu tampak sunyi dan berdebu, seolah-olah baru bangun dari tidur panjangnya. Di sudut-sudut rak, aku bisa melihat debu yang menumpuk tebal, dan cahaya matahari yang menembus dari jendela kecil di atas pintu seakan tak sanggup menjangkau buku-buku di sana.
Toko buku ini terasa seperti perpustakaan waktu, tempat di mana kenangan masa lalu tersimpan rapi. Tak ada pengunjung lain selain aku, membuat suasana semakin sunyi dan misterius. Seolah ada rahasia yang tersimpan di setiap halaman buku yang tergeletak di sana.
"Selamat datang di Toko Buku Lama," suara seorang pria tua yang tiba-tiba muncul dari belakang meja kasir membuatku tersentak. Dia tersenyum, ramah namun sedikit misterius, matanya berkilat di balik kacamata bundarnya. "Ada yang bisa saya bantu?"
Aku hanya tersenyum kecil. "Terima kasih, Pak. Saya hanya ingin melihat-lihat."
Pria tua itu mengangguk pelan dan kemudian kembali duduk di kursinya. Aku mulai menyusuri rak-rak tua itu, membaca judul-judul buku yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Setiap judul terasa asing namun seolah memanggil-manggilku untuk membuka lembar demi lembar isinya. Beberapa buku bahkan terlihat sangat tua, dengan sampul yang mengelupas dan kertas yang mulai menguning.
Di bagian belakang toko, aku menemukan sebuah pintu kayu kecil yang setengah tersembunyi oleh rak buku yang penuh sesak. Pintu itu tampak tak terurus, dengan cat yang sudah memudar dan kenop pintu berkarat. Rasa penasaran mulai mengusikku. Apa yang ada di balik pintu itu?
Aku melirik ke arah pria tua di meja kasir, tetapi dia tampak sibuk dengan bukunya, seperti tidak menyadari keberadaanku. Pintu itu semakin menarikku, seperti memanggil-manggil untuk dibuka.
Perlahan, aku meraih kenop pintu dan membukanya. Begitu pintu terbuka, aroma buku tua yang khas semakin kuat tercium, bercampur dengan aroma tanah basah. Aku melihat sebuah ruangan kecil dengan rak-rak yang penuh buku tua, bahkan lebih tua dari buku-buku di toko utama. Satu buku khusus menarik perhatianku karena sampulnya yang bergambar ukiran tangan kuno. Judulnya hanya tertera sebagai "Catatan Rahasia".
Dengan hati-hati, aku membuka buku itu dan mulai membacanya. Di halaman pertama, tertulis sebuah pesan yang hampir memudar, seolah-olah hanya bisa dibaca oleh mereka yang benar-benar mencarinya:Â
"Jika kau membuka halaman ini, artinya kau mencari sesuatu lebih dari sekadar buku. Kau mencari kebenaran."
Aku terhenyak. Seolah-olah pesan itu ditujukan khusus kepadaku. Rasa penasaran berubah menjadi perasaan aneh, seperti aku menemukan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi. Namun, aku tetap melanjutkan membaca. Buku itu berisi kisah-kisah yang terdengar seperti legenda. Kisah tentang orang-orang yang menemukan kebijaksanaan di tempat-tempat tak terduga, yang menghadapi ketakutan terdalam mereka hanya untuk menemukan jati diri.
Tiba-tiba, aku merasakan kehadiran seseorang di belakangku. Saat menoleh, kulihat pria tua pemilik toko berdiri dengan tenang, matanya tertuju pada buku di tanganku.
"Kau menemukannya," katanya pelan namun penuh arti.
Aku hanya mengangguk, tak mampu berkata-kata.
"Itu bukan sembarang buku," lanjutnya sambil tersenyum tipis. "Banyak yang datang ke toko ini hanya untuk mencari bacaan biasa, tetapi mereka yang menemukan buku itu, biasanya memiliki jiwa yang haus akan kebenaran."
Aku kembali melihat halaman-halaman buku itu, mencoba memahami apa yang baru saja dikatakan pria itu.
"Catatan Rahasia adalah buku yang berisi kebijaksanaan dari masa lalu," lanjut pria itu. "Namun, tidak semua orang bisa memahaminya. Hanya mereka yang benar-benar mencari, yang bisa melihat maknanya. Buku itu pernah dimiliki oleh para filsuf, para penyair, dan bahkan para pemimpin yang mencari jalan menuju pencerahan."
Aku mulai merasa bahwa kehadiranku di sini bukanlah kebetulan. Pria tua itu seolah tahu lebih banyak tentang diriku daripada yang aku sadari sendiri. Saat aku menatap dalam-dalam ke matanya, aku merasa seakan sedang melihat refleksi diriku sendiri, diriku yang tersembunyi dan tak tersentuh oleh hiruk-pikuk dunia.
"Apa arti buku ini bagi Anda, Pak?" tanyaku penasaran.
Pria itu tersenyum lembut. "Bagi saya, ini adalah pengingat bahwa setiap orang punya jalan mereka masing-masing. Jalan untuk menemukan siapa mereka sebenarnya. Toko buku ini hanyalah sarana untuk mereka yang mau meluangkan waktu dan menggali lebih dalam ke dalam diri mereka."
Aku tersentuh oleh kata-katanya. Mungkin memang benar, setiap orang sedang dalam perjalanan mencari makna hidup mereka. Buku ini hanyalah salah satu cara untuk menemukan jawaban yang tersembunyi di dalam hati.
Sebelum pergi, aku bertanya kepada pria itu apakah aku bisa membawa buku itu pulang. Namun, dia menggeleng pelan. "Buku ini bukan untuk dibawa pergi. Ini adalah pengingat yang harus kau bawa dalam hatimu, bukan di tasmu. Namun, jika kau benar-benar memahami maknanya, kau akan menemukan jawabannya di mana pun kau berada."
Aku meninggalkan toko buku itu dengan hati yang penuh harapan. Toko buku itu, meski tampak tua dan tak menarik di luar, ternyata menyimpan kebijaksanaan yang tak ternilai harganya. Dalam perjalanan pulang, aku merenungi pesan dari buku itu. Terkadang, kita terlalu sibuk mencari jawaban di luar diri kita, padahal semua yang kita cari sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri.
Sejak hari itu, aku sering berpikir tentang pria tua itu dan pesan yang ia sampaikan. Toko buku itu seperti pintu menuju kebijaksanaan yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang benar-benar mencari. Dan entah bagaimana, setiap kali aku merasa tersesat, aku bisa merasakan kembali semangat dari Toko Buku Lama itu. Aku belajar bahwa rahasia hidup sering kali tersembunyi di balik hal-hal yang sederhana, menunggu untuk ditemukan oleh mereka yang memiliki mata hati yang terbuka.
Tamat
Jangan lupa Like dan Comment
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H