Suara klakson mobil memecah pagi di Jakarta yang riuh. Gedung-gedung tinggi menjulang, jalanan yang sesak, dan orang-orang yang sibuk berlalu lalang menjadi pemandangan sehari-hari. Di tengah hiruk pikuk ini, ada seorang perempuan bernama Rina yang tengah berjuang mencari arti cinta. Bukan hanya cinta untuk orang lain, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
Rina adalah seorang pekerja kantoran yang setiap hari menghabiskan waktu berjam-jam di jalan menuju kantor dan pulang ke rumah. Hidupnya terikat pada rutinitas; bangun pagi, bekerja, pulang larut malam, tidur, lalu mengulangi lagi keesokan harinya. Selalu ia berpikir, kapan ia akan menemukan cinta yang dapat memberi warna dalam hidupnya yang sepi.
Di kantor, Rina adalah perempuan cerdas, berdedikasi, dan selalu diandalkan dalam tim. Meski pekerjaannya sering kali membuatnya stres, ia selalu berusaha menyelesaikan dengan baik. Namun, di balik senyumnya, Rina menyimpan rasa lelah. Lelah akan kesendirian, lelah karena merasa bahwa hidupnya hanya dipenuhi oleh kesibukan tanpa makna.
Suatu hari, ketika sedang makan siang sendirian di sebuah kafe dekat kantornya, ia bertemu dengan seorang pria yang tampak tidak asing. Pria itu tersenyum ramah, dan kemudian menyapanya. "Rina, bukan?"
Rina tertegun sejenak. "Iya, maaf, kita pernah ketemu?"
"Ya, kamu lupa? Aku Budi, teman satu SMA dulu. Dulu kita sering belajar bareng waktu ujian."
Rina tertawa kecil, mengingat kenangan masa sekolah. "Oh, iya! Budi, ya ampun, lama sekali kita tidak bertemu. Kamu berubah banyak!"
Budi tersenyum, duduk di meja Rina dengan sopan santun yang terkesan hangat. Mereka lalu berbicara, bernostalgia, berbagi cerita tentang masa lalu, dan tentu saja, membicarakan kehidupan mereka saat ini. Dari pertemuan tersebut, Rina merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia merasa ada kehangatan yang telah lama hilang dari hidupnya kembali hadir.Â
Setelah makan siang itu, mereka pun mulai sering bertemu. Mereka berbagi cerita tentang hidup, pekerjaan, dan impian. Budi bekerja di sebuah yayasan yang fokus membantu anak-anak jalanan, pekerjaan yang jauh dari dunia korporat yang melelahkan. Berbeda dengan Rina, hidup Budi tampak lebih sederhana, namun penuh makna.
"Kenapa kamu memilih pekerjaan itu?" tanya Rina suatu kali. "Bukankah kamu juga lulusan universitas yang bagus? Kamu pasti bisa dapat pekerjaan yang lebih mapan."