"Maafkan aku, Ly. Selama ini aku lupa pada janji kita. Tapi sekarang, aku siap memenuhi janji itu," ucap Arif dengan mata yang berbinar.
Alya hanya tersenyum, kali ini tanpa air mata. Ia merasa lengkap. Bukan karena akhirnya mereka bersama, tetapi karena ia berhasil menjaga janji itu hingga akhir. Bersama Arif, ia mulai merencanakan proyek-proyek kecil untuk desa mereka, dari pembangunan fasilitas umum hingga program pendidikan untuk anak-anak di sana.
Tahun demi tahun berlalu, dan desa kecil itu kini mulai berkembang. Alya dan Arif menjadi bagian dari perubahan yang mereka idamkan. Janji mereka bukan hanya sekedar kata-kata dalam derasnya hujan, melainkan kenyataan yang mereka wujudkan bersama. Mereka tidak hanya memperbaiki desa, tetapi juga menemukan kembali makna kebersamaan, ketulusan, dan janji yang sejati.
Petang itu, Alya duduk kembali di dekat jendela, mendengar suara hujan yang kembali turun. Ia tersenyum, menatap ke luar dengan hati yang damai. Hujan kali ini mengingatkannya bukan pada luka, melainkan pada kesembuhan. Ia tahu bahwa janji, betapapun sederhana atau sulitnya, dapat menginspirasi dan membangun jika dijaga dengan ketulusan.
"Mungkin di luar sana ada orang-orang yang masih mengingat janji lama mereka. Hujan ini mungkin menjadi pengingat bagi mereka. Bahwa tidak ada janji yang benar-benar mati, selama kita berani untuk menjaga dan menghidupkannya kembali."
Tamat
Jangan lupa Like dan Comment
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI