Senja mulai tenggelam di balik awan hitam, dan angin dingin yang membawa aroma tanah basah mulai berembus. Langit kelabu yang penuh awan hitam seolah menandakan bahwa hujan akan segera turun. Di sebuah desa kecil, seorang gadis bernama Anisa duduk di teras rumahnya, memandang langit sambil memeluk lututnya. Hujan selalu membawa kenangan baginya, kenangan yang tak pernah bisa ia lupakan.
Anisa memang mencintai hujan, tetapi bukan sekadar menikmati suara rintikannya atau aroma tanah setelah hujan turun. Bagi Anisa, hujan adalah jendela ke masa lalunya. Setiap kali tetes hujan menyentuh tanah, ia merasa seolah-olah tersambung kembali dengan sosok ibunya yang telah tiada. Ibunya adalah seseorang yang mengajarkan Anisa untuk selalu menghargai setiap tetes hujan yang turun, karena menurutnya, hujan membawa pesan khusus dari alam.
"Aku selalu percaya, nak, di setiap tetes hujan ada keajaiban," kata ibunya suatu ketika. "Kadang kita terlalu sibuk mengeluh tentang basahnya, tetapi lupa bahwa hujan bisa menjadi berkah yang tak terduga."
Maka, setiap kali hujan turun, Anisa akan menutup matanya, membiarkan pikirannya melayang pada kenangan bersama sang ibu. Hujan adalah waktu yang ia nantikan untuk bisa "bertemu" kembali dengan sosok yang ia rindukan.
---
Suatu sore, ketika hujan deras turun tanpa peringatan, Anisa memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Ia menyusuri jalan setapak menuju bukit kecil di belakang rumahnya. Dengan mengenakan payung tua peninggalan ibunya, Anisa menapaki jalan setapak itu sambil menikmati bunyi hujan yang menetes di atas payung. Meski basah dan dingin, Anisa merasa hangat. Seolah-olah ada yang memeluknya erat dari dalam.
Di atas bukit itu, Anisa bertemu seorang pria tua yang duduk sambil menatap jauh ke arah langit. Pria itu tampak asing, tetapi ada sesuatu yang menarik dari sosoknya. Wajahnya penuh keriput, namun matanya memancarkan kehangatan yang luar biasa. Anisa merasa ingin menyapa, dan tanpa disadari, langkah kakinya membawanya mendekat ke pria tua itu.
“Bapak sedang menikmati hujan, ya?” Anisa membuka pembicaraan.
Pria tua itu tersenyum. “Ah, iya, hujan selalu punya cerita sendiri, bukan?” katanya sambil menatap lembut ke arah Anisa. “Kau percaya bahwa setiap tetes hujan membawa keajaiban?”
Anisa terkejut mendengar pertanyaan itu. Kata-kata pria itu mengingatkannya pada ibunya.